Sabtu, 16 November 2013

AsKep Sistem Hematologi


Hematologi adalah cabang ilmu kesehatan yang mempelajari darah, organ pembentuk darah dan penyakitnya. Asal katanya dari bahasa Yunani haima artinya darah.

Cabang

Hematologi secara umum dibagi atas 3 bagian kecil menurut jenis dan grup sel darah yang dipelajari.
Darah merupakan bagian dari tubuh yang jumlahnya 6 – 8 % dari berat badan total. Darah berbentuk cairan yang berwarna merah dan agak kental. Darah merupakan bagian penting dari sistem transport karena darah mengalir ke seluruh tubuh kita dan berhubungan langsung dengan sel-sel dalam tubuh kita. Fungsi darah1. Mengangkut O2 dari paru-paru ke jaringan dan CO2 dari jaringan ke paru-paru.
2. Mengangkut sari makanan yang diserap dari usus halus ke seluruh tubuh.
3. Mengangkut sisa metabolisme menuju alat ekskresi.
4. Berhubungan dengan kekebalan tubuh karena didalamnya terkandung lekosit, antibodi dan substansi protektif lainnya.
5. Mengangkut ekskresi hormon dari organ yang satu ke organ lainnya.
6. Mengatur keseimbangan air dalam tubuh.
7. Mengatur suhu tubuh.
8. Mengatur keseimbangan tekanan osmotik.
9. Mengatur keseimbangan asam basa tubuh.
10. Mengatur keseimbangan ion-ion dalam tubuh
b. Komponen darah

1
. Bagian korpuskuli (elemen seluler)
a). ErItrosit (sel darah merah)
Merupakan bagian utama dari sel darah. Jumlah pada pria dewasa adalah lima juta/μl darah sedangkan pada wanita empat juta/μl darah. Berbentuk bikonkaf, warna merah disebabkan oleh adanya Hemoglobin. Dihasilkan oleh limpa, hati dan sum-sum tulang pada tulang pipih. Berusia sekitar 120 hari, sel yang telah tua dihancurkan di hati dan dirombak menjadi pigmen bilirubin (Pigmen empedu). Fungsi primernya adalah mengangkut O2 dari paru-paru ke jaringan dan CO2 dari jaringan ke paru-paru.

Morfologi Mikroskopis Eritrosit dengan Pembesaran objektif 100 kali
b). Lekosit (sel darah putih)Jumlah sel pada orang dewasa 6000 – 9000 sel/μl darah. Diproduksi di sum-sum tulang, limpa dan kelenjar limfe.
Terdiri dari beberapa jenis, yaitu :
1). Granulosit : Lekosit yang di dalam sitoplasmanya memiliki granula. Terdiri dari :
(a). Eosinofil: Mengandung granula berwarna merah dan berperan pada reaksi alergi (terutama infeksi cacing)
(b). Basofil : Mengandung granula berwarna biru dan berperan pada reaksi alergi
(c). Netrofil (Batang dan Segmen) : Disebut juga sel Poly Morpho Nuclear dan berfungsi sebagai fagosit
2). Agranulosit : Lekosit yang sitoplasmanya tidak memiliki granula. Terdiri dari :
(a). Limfosit : Berfungsi sebagai sel kekebalan tubuh, yaitu
· Limfosit T : Berperan sebagai imunitas seluler
·Limfosit B : Berperan sebagai imunitas humoral
(b). Monosit : Lekosit dengan ukuran paling besar

Fungsi lekosit ada dua, yaitu :

1. Fungsi defensip yaitu fungsi untuk mempertahankan tubuh terhadap benda-benda asing termasuk mikroorganisme penyebab infeksi.
2. Fungsi reparatif yaitu fungsi yang memperbaiki / mencegah terjadinya kerusakan terutama kerusakan vaskuler / pembuluh darah.
c). Trombosit (keping darah / sel darah pembeku)
Jumlah pada orang dewasa 200.000 – 500.000 sel/μl darah. Bentuknya tidak teratur dan tidak mempunyai inti. Diproduksi pada sum-sum tulang dan berperan dalam proses pembekuan darah.
2. Bagian cair (plasma / serum)
a). Plasma adalah cairan berwarna kuning muda yang didapat dengan cara memutar sejumlah darah yang sebelumnya ditambah dengan antikoagulan.
b). Serum adalah cairan berwarna kuning muda yang didapat dengan cara memutar sejumlah darah yang dibiarkan membeku tanpa penambahan antikoagulan.





BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN ANEMIA


Menurut definisi, anemia adalah pengurangan julmal sel darah merah, kuantitas hemoglobin dan volum pada sel darah merah (hematokrit) /100 ml darah (price, 1996).
Etiologi
    Berkurangnya sel darah merah dapat disebabkan oleh kekurangan kofaktor untuk eritropoisis, seperti : asam folat, vitamin b12 dan besi. Produksi sel darah merah juga dapat turun apabila sumsum tulang tertekan(oleh tumor atau obat) atau rangsangan yang tidak memadai karena kekurangan eritropoitin. Peningkatan penghancuran sel darah merah dapat terjadi akibat aktivitas sistem retikuloendotelial yang berlebihan.
Klasifikasi Anemia
  1. Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi adalah anemia yag disebabkan oleh kurangnya mineral Fe sebagai bahan yang diperlukan untuk pematangan eritrosit
Etiologi
  • Asupan besi yang kurang pada jeniis makanan Fe non-heme, muntah berulang pada bayi, dan pemberian makanan tambahan yang tidak sempurna
  • Malabsorbsi pada enteritis dan proses malnutrisi (PEM)
  • Kehilangan atau pengeluaran besi berlebihan pada perdarahan saluran cerna kronis seperti pada diventrikulum Meckel, poliposis usus, alergi susu sapi, dan infestasi cacing.
  • Kebutuhan besi yang meningkat oleh karena pertumbuhan yang cepat pada bayi dan anak, infeksi akut berulang, dan infeksi menahun.
  • Depo besi yang kurang seperti pada berat badan lahir rendah, kembar
  • Kombinasi dari etiologi di atas


Faktor Predisposisi
  • Status hematologic wanita hamil
  • Berat badan lahir rendah
  • Partus , dimana terjadi kelahiran abnormal dan pengikatan tali pusar terlalu dini
  • Pemberian makanan yang tidak adekuat karena ketidaktahuan ibu, perilaku pemberian makan, keadaan social, jenis makanan.
  • Infeksi menahun dan infeksi akut berlangsung
  • Infestasi parasit, seperti ankilostoma, trichuris trichiura, dan amuba
Manifestasi Klinis
Anak tampak lemas, sering berdebar-debar, mudah lelah, pucat, sakit kepala, atau iritabel. Pucat terlihat pada mokusa bibir, faring, telapak tangan, dasar kuku, dan konjungtiva. Papil lidah atrofi, jantung agak membesar. Tidak ada pembesaran limpa dan hati, serta tidak terdapat iastesis hemoragik.
Pemeriksaan Penunjang
Kadar hemoglobin kurang dari 10g/dl, mikrositik hipokrom, poikilositosis, sel target, serum iron (SI) rendah, dan Iron Binding Capasity (IBC) meningkat.
Hasil pemeriksaan sumsum tulang sistem eritropoitek hiperaktif dengan sel normoblas poikromatofil yang predominan.
Diagnosis
Ditegakkan atas dasar ditemukannyapenyebab defisiensi besi dari anamnesis dan secara klinis didapatkan pucat tanpa organomegali, gambaran erirosit mikrositik hipokrom, Si rendah, dan IBC meningkat, tidak terdapat besi dalam sumsum tulang, dan bereaksi baik terhadap pengobatan dengan preparat besi.
Penatalaksanaan
  • Pengobatan kausal
  • Makanan yang adekuat
  • Pemberian preparat besi (sulfas perosus) 3 x 10 mg/ kg BB perhari.
  • Tranfusi darah diberikan bila Hb kurang 5 gr/dl dan disertai dengan keadaan buruk
  1. Anemia Aplastik
Merupakan keadaan yang disebabkan berkurangnya sel hematopoitik dalam darah tepi seperti eritrosit, leukosit, dan trombosit akibat terhentinya pembentukan sel hemopoitik dalam sumsum tulang.
Etiologi
  • Faktor congenital : sindrom fanconi yang biasanya disertai kelainan bawaan lain seperti mikrosepali, strabismus, anomaly jari, kelainan ginjal, dsb.
  • Faktor didapat : bahan kimia (benzene, insektisida, senyawa As, Au, Pb, ), obat, radiasi, faktor individu, infeksi, keganasan, penyakit ginjal, gangguan endokrin dan idiopatik.
Manifestasi Klinis
Pucat, lemah, perdarahan, demam, tanpa organomegali.
Pemeriksaan Penunjang
Gambaran darah tepimenunjukkan transitopenia dan limpositosis relative. Dari pemeriksaan sumsum tulang didapatkan yaitu gambaran sel sangat kurang, banyak jaringan penyokong dan jaringan lemak, aplasia sistem eritopoitik, granulopoitik, dan trombopoitik.
Diagnosis
Ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan sumsum tulang.
Diagnosis Banding
Purpura trombositopenia idiopatik (PTI). Autoimun trombositopenia purpura (ATP), leukemia akut aleukemik, leukemia akut stadium praleukemik.
Penatalaksanaan
  • Medikamentosa : kombinasi prednisone (2-5mg/kg berat badan perhari peroral) dan testosterone (1-2 mg/kg BB perhari parenteral) memberikan angka mortalitas 40 – 50 % sedangakan angka ini dengan pemberian kombinasi prednisone denagn oksimetolon (1 – 2 mg/kg BB perhari peroral) adalah 30 – 40 %.
  • Tranfusi darah hanya diberikan bila diperlukan karena tranfusi darah yang terlampau sering dapat menekan sumsum tulang atau menyebabkan timbulnya reaksi hemolitik.
  • Pengobatan infeksi sekunder : sebaiknya anak diisolasi dalam ruang suci hama, pilih antibiotic yang tidak mendepresi sumsum tulang.
  • Makanan : disesuaikan dengan keadaan anak, umumnya diberikan makanan lunak.
  • Istirahat : untuk mencegah pendarahan, terutama perdarahan otak
  • Menghindari bahan kimia yang diduga sebagai penyebab.
Prognosis
Prognosis yang lebih baik ditunjukkan oleh kadar HbF yang lebih dari 200mg%, jumlah granulosit lebih dari 2000/mm3, dan pencegahan infeksi sekunder yang baik. Gambaran sumsum tulang yang hiposeluler memberikan prognosis yang lebih baik dibandingkan yang aseluler.


ASUHAN KEPERAWATAN ANEMIA
Pengkajian
a. Aktivitas / Istirahat
  • Keletihan, kelemahan otot, malaise umum
  • Kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak
  • Takikardia, takipnea ; dipsnea pada saat beraktivitas atau istirahat
  • Letargi, menarik diri, apatis, lesu dan kurang tertarik pada sekitarnya
  • Ataksia, tubuh tidak tegak
  • Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat dan tanda – tanda lain yang menunjukkan keletihan
b. Sirkulasi
  • Riwayat kehilangan darah kronis, mis : perdarahan GI
  • Palpitasi (takikardia kompensasi)
  • Hipotensi postural
  • Disritmia : abnormalitas EKG mis : depresi segmen ST dan pendataran atau depresi gelombang T
  • Bunyi jantung murmur sistolik
  • Ekstremitas : pucat pada kulit dan membrane mukosa (konjungtiva, mulut, faring, bibir) dan dasar kuku
  • Sclera biru atau putih seperti mutiara
  • Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke perifer dan vasokonsriksi kompensasi)
  • Kuku mudah patah, berbentuk seperti sendok (koilonikia)
  • Rambut kering, mudah putus, menipis
C. Eliminasi
  • Riwayat pielonefritis, gagal ginjal
  • Flatulen, sindrom malabsorpsi
  • Hematemesis, feses dengan darah segar, melena
  • Diare atau konstipasi
  • Penurunan haluaran urine
  • Distensi abdomen
D. Makanan / cairan
  • Penurunan masukan diet
  • Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada faring)
  • Mual/muntah, dyspepsia, anoreksia
  • Adanya penurunan berat badan
  • Membrane mukusa kering,pucat
  • Turgor kulit buruk, kering, tidak elastic
  • Stomatitis
  • Inflamasi bibir dengan sudut mulut pecah
E. Neurosensori
  • Sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidakmampuan berkonsentrasi
  • Insomnia, penurunan penglihatan dan bayangan pada mata
  • Kelemahan, keseimbangan buruk, parestesia tangan / kaki
  • Peka rangsang, gelisah, depresi, apatis
  • Tidak mampu berespon lambat dan dangkal
  • Hemoragis retina
  • Epistaksis
  • Gangguan koordinasi, ataksia
F. Nyeri/kenyamanan
  • Nyeri abdomen samar, sakit kepala
G. Pernapasan
  • Napas pendek pada istirahat dan aktivitas
  • Takipnea, ortopnea dan dispnea


Diagnosa Keperawatan
Perubahan perusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen / nutrisi ke sel.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam anak menunjukkan perfusi yang adekuat
Kriteria Hasil :
  • Tanda-tanda vital stabil
  • Membran mukosa berwarna merah muda
  • Pengisian kapiler
  • Haluaran urine adekuat
Intervensi :
Intervensi
Rasional
  1. Ukur tanda-tanda vital, observasi pengisian kapiler, warna kulit/membrane mukosa, dasar kuku
memberikan informasi tentang keadekuatan perfusi jaringan dan membantu kebutuhan intervensi.
  1. Auskultasi bunyi napas
dispnea, gemericik menunjukkan CHF karena regangan jantung lama/peningkatan kopensasi curah jantung.
  1. Observasi keluhan nyeri dada, palpitasi
iskemia seluler mempengaruhi jaringan miokardial/potensial resiko infark.

  1. Evaluasi respon verbal melambat, agitasi, gangguan memori, bingung
mengindikasikan gangguan perfusi serebral karena hipoksia
  1. Evaluasi keluhan dingin, pertahankan suhu lingkungan dan tubuh supaya tetap hangat.
vasokonstriksi (ke organ vital) menurunkan sirkulasi perifer
  1. Observasi hasil pemeriksaan laboratorium darah lengkap
mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan/respons terhadap terapi.
  1. Berikan transfusi darah lengkap/packed sesuai indikasi
meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen, memperbaiki defisiensi untuk mengurangi resiko perdarahan
  1. Berikan oksigen sesuai indikasi
memaksimalkan transpor oksigen ke jaringan
  1. Siapkan intervensi pembedahan sesuai indikasi.
transplantasi sumsum tulang dilakukan pada kegagalan sumsum tulang/ anemia aplastik.


Diagnosis Keperawatan
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan / absorpsi nutrisi yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah (SDM) normal.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam anak mampu mempertahankan berat badan yang stabil
Kriteria hasil :
  • Asupan nutrisi adekuat
  • Berat badan normal
  • Nilai laboratorium dalam batas normal Albumin : 4 – 5,8 g/dL
  • Hb : 11 – 16 g/dL
  • Ht : 31 – 43 %
  • Trombosit : 150.000 – 400.000 µL
  • Eritrosit : 3,8 – 5,5 x 1012
Intervensi :
Intervensi
Rasional
  1. Observasi dan catat masukan makanan anak
mengawasi masukan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan
  1. Berikan makanan sedikit dan frekuensi sering
makan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan asupan nutrisi
  1. Observasi mual / muntah, flatus.
gajala GI menunjukkan efek anemia (hipoksia) pada organ
  1. Bantu anak melakukan oral higiene, gunakan sikat gigi yang halus dan lakukan penyikatan yang lembut
meningkatkan napsu makan dan pemasukan oral. Menurunkan pertumbuhan bakteri, meminimalkan kemungkinan infeksi. Teknik perawatan mulut diperlukan bila jaringan rapuh/luak/perdarahan.
  1. Observasi pemeriksaan laboratorium : Hb, Ht, Eritrosit, Trombosit, Albumin
mengetahui efektivitas program pengobatan, mengetahui sumber diet nutrisi yang dibutuhkan
  1. Berikan diet halus rendah serat, hindari makanan pedas atau terlalu asam sesuai indikasi
bila ada lesi oral, nyeri membatasi tipe makanan yang dapat ditoleransi anak.

  1. Berikan suplemen nutrisi mis : ensure, Isocal
meningkatkan masukan protein dan kalori.
Diagnosis Keperawatan
Konstipasi atau diare berhubungan dengan penurunan masukan diet; perubahan proses pencernaan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam anak menunjukan perubahan pola defekasi yang normal.
Kriteria hasil :
  • Frekuensi defekasi 1x setiap hari
  • Konsistensi feces lembek, tidak ada lender / darah
  • Bising usus dalam batas normal
Intervensi :
Intervensi
Rasional
  1. Observasi warna feces, konsistensi, frekuensi dan jumlah.
membantu mengidentifikasi penyebab / factor pemberat dan intervensi yang tepat
  1. Auskultasi bunyi usus.
bunyi usus secara umum meningkat pada diare dan menurun pada konstipasi.
  1. Hindari makanan yang menghasilkan gas.
menurunkan distensi abdomen
  1. Berikan diet tinggi serat
serat menahan enzim pencernaan dan mengabsorpsi air dalam alirannya sepanjang traktus intestina
  1. Berikan pelembek feces, stimulant ringan, laksatif sesuai indikasi.
mempermudah defekasi bila konstipasi terjadi
  1. Berikan obat antidiare mis : difenoxilat hidroklorida dengan atropine (lomotil) dan obat pengabsorpsi air mis Metamucil.
menurunkan motilitas usus bila diare terjadi
Diagnosis Keperawatan
Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam anak melaporkan peningkatan toleransi aktivitas.
Kriteria hasil :
  • Tanda – tanda vital dalam batas normal
  • Anak bermain dan istirahat dengan tenang
  • Anak melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuan
  • Anak tidak menunjukkan tanda – tanda keletihan
Intervensi :
Intervensi
Rasional
  1. Ukur tanda – tanda vital setiap 8 jam
manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan.
  1. Observasi adanya tanda – tanda keletihan : takikardia, palpitasi, dispnea, pusing, kunang – kunang, lemas, postur loyo, gerakan lambat dan tegang
membantu menetukan intervensi yang tepat
  1. Bantu anak dalam aktivitas diluar batas toleransi anak.
mencegah kelelahan
  1. Berikan aktivitas bermain pengalihan sesuai toleransi anak
meningkatkan istirahat, mencegah kebosanan dan menarik diri
Diagnosis Keperawatan
Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh sekunder leucopenia, penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan).
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam infek tidak terjadi.
Kriteria Hasil :
  • Tanda – tanda vital dalam batas normal
  • Leukosit dalam batas normal
  • Keluarga menunjukkan perilaku pencegahan infeksi pada anak
Intervensi
Intervensi
Rasional
  1. Ukur tanda – tanda vital setiap 8 jam.
demam mengindikasikan terjadinya infeksi.
  1. Tempatkan anak di ruang isolasi bila memungkinkan dan beri tahu keluarga supaya menggunakan masker saat berkunjung
mengurangi resiko penularan mikroorganisme kepada anak.
  1. Pertahankan teknik aseptik pada setiap prosedur perawatan.
mencegah infeksi nosokomial
  1. Observasi hasil pemeriksaan leukosit.
lekositosis mengidentifikasikan terjadinya infeksi dan leukositopenia mengidentifikasikan penurunan daya tahan tubuh dan beresiko untuk terjadi infeksi
Evaluasi Keperawatan
  1. Mempertahankan perfusi jaringan adekuat
  2. Mempertahankan asupan nutrisi adekuat dan berat badan stabil
  3. Menunjukkan pola defekasi normal
  4. Mengalami peningkatan toleransi aktivitas
  5. Infeksi tidak terjadi





















BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN HEMOFILIA A


Hemophilia adalah kelainan koagulasi darah bawaan yang paling sering dan serius, berhubungan dengan defisiensi faktor VIII, IX, XI biasanya hanya terdapat pada anak laki-laki, terpaut kromosom X dan bersifat resesif.
Hemophilia A adalah hemophilia klasik dan  terjadi karena defisiensi faktor VIII.
Pengkajian    
Hematologis
  • Hemoragi dan pendarahan yang lama
  • Memar superficial
  • Splenomegali
Genitourinaria
  • Hematuria Spontan
Muskuloskeletal
  • Nyeri dengan gejala pendarahan otot profunda (nyeri, tegang pada area yang terkena, ROM terbatas), peningkatan suhu serta edema pada tempat pendarahan.
  • Tanda dan gejala hemartrosis (nyeri, ROM terbatas, dan pengngkatan suhu, serta edema pada tempat pendarahan)
Mata, Telinga, Hidung, dan Tenggorokan
  • Epistaksis
  • Gusi berdarah
Diagnosis Keperawatan
Resiko cedera (hemoragi) yang berhubungan dengan penyakit
Hasil yang Diharapkan  
Perdarahan pada anak berhenti yang ditandai oleh tidak terlihatnya perdarahan, lingkar area perdarahan tidak bertambah, rasa nyeri tidak meningkat, tanda vital sesuai, kadar faktor VIII meningkat dan penurunan waktu tromboplastin parsial.
Intervensi
Intervensi
Rasional
  1. Beri tekanan langsung pada tempat pendarahan selama sekurang-kurangnya 15 menit
Tekanan langsung pada tempat pendarahan dapat meningkatkan pembentukan bekuan
  1. pertahankan agar area terjadinya pendarahan tidak bergerak (imobilisasi)
Imobilisasi mengurangi aliran darah ke area pendarahan dan mencegah bekuan keluar
  1. Tinggikan area pendarahan di atas tinggi jantung selama 12-24 jam
Meninggikan area pendarahan mengurangi aliran darah ke tempat pendarahan dan meningkatkan pembentukan bekuan
  1. Kompres area yang terkena dengan es
Es mempercepat vasokontriksi
  1. Beri kriopresipitat atau konsentrat faktor VIII (faktor antihemofilik)sesuai yang diprogramkan. Diizinkan orang tua atau anak memberi obat tersebut jika menginginkannya, dan juga mengetahui cara pemberiannya. Apabila mereka membutuhkan pendidikan, ajarlan mereka cara menginsersi slang intravena, persiapkan lokasi kulit, juga cara memfiksasi perangkat intravena, mempersiapkan campuran larutan dan mulai pasang infuse.
Pemberian kriopresipitat atau konsentrat faktor VIII melengkapi pembentukan bekuan. Meminta orang tua atau anak memberi obat tersebut, memungkinkan mereka mempraktikkan teknik tersebut untuk penggunaan di rumah.
  1. Pantau tanda vital anak, perjatikan setiap tanda bradikardia, takikardia, penurunan tekanan darah, peningkatan prekuensi nafas, atau peningkatan suhu. Laporkan setiap tanda ini dengan segera kepada dokter
Tanda ini mengindikasikan komplikasi yang potensial, termasuk hipopolemia sekunder akibat pendarahan dan beban sirkulasi yang berlebihan atau reaksi tranfusi akibat pemberian kriopresipitat atau konsentrat faktor VIII
  1. Ukur lingkaran area pendarahan, beri tanda pada kulit untuk memastikan pengukuran yang konsisten. Ukur kembali area tersebut selama 8 jam, mengguanakan alat ukur yang sama.
Setiap penambahan panjang keliling lingkaran pengindikasikan pendarahan berlanjut sehingga tempat pendarahan harus diimobilisasi dan kompres es batu perlu dilakukan. Menandai kulit dan menggunakan alat pengukur yang sama setiap kali pengukuran memastikan konsistensi.
  1. Pantau faktor VIII anak dan kadar PTT(waktu tromboplastin parsial) sekurang-kurangnya satu kali sehari. Laporkan kelainan kepada dokter.
Pantau nilai-nilai labolatorium ini membantu menentukan status pembekuan anak dan kebutuhan intervensi lebih lanjut
  1. Beri asam aminokaproat (amicar) sesuai program jika anak direncanakan untuk pembedahan
Obat ini mengahmbat dekstruksi pembekuan
  1. Ikuti pedoman The centers for disease control and prevention untuk menangani darah dan cairan tubuh  
Penderita hemophilia berisiko tinggi mengalami sindrom imunodefisiensi didapat akibat penggunaan obat intravena dan produk darah
  1. Beri obat lain, misanya kortikosteroid dan asetat desmopresin (DDAVP) sesuai program
Kortikosteroid mengurangi peradangan ; asetat desmopresin menstimulasi aktivitas faktor VIII pada kasus hemufilia A ringan


Diagnosis Keperawatan
    Nyeri yang berhubungan dengan pendarahan dan pembengkakan
Hasil yang Diharapkan
    Anak tidak menunjukkan tanda-tanda nyeri yang ditandai oleh ekspresi wajah relaks, ekspresi rasa nyaman, mampu tertidur dan tidak ada kebutuhan obat analgesic


Intervensi
Intervensi
Rasional
  1. Kaji tingkat nyeri anak dengan n menggunakan alat pengkajian nyeri
Pengkajian memberi data yang samngat penting bertujuan untuk menentukan keefektifan intervensi untuk pengendalian rasa nyeri, dan untuk memantau status pendarahan anak karena nyeri yang konsisten atau meningkat, dapat mengindikasikan pendarahan berlanjut.
  1. Beri obat analgesic sesuai program
Obat analgesic dapat meredakan rasa nyeri
   
Diagnosis Keperawatan
    Hambatan mobilisasi fisik yang berhubungan dengan penurunan ROM akibat pendarahan dan pembengkakan.
Hasil yang Diharapkan
Anak mampu mencapai ROM maksimum pada sendi yang terkena ditandai oleh kemampuan melakukan latihan yang diprogramkan.
Intervensi
Intervensi
Rasional
  1. Anjurkan anak untuk melakukan latihan isometric, sesuai program
Latihan isometric dapat mempertahankan kekuatan otot dengan cara menegangkan otot-otot tanpa menggerakkan sendi
  1. Konsultasi dengan ahli terapi fisik tentang kebutuhan alat-alat pendukung, misalnya alat penopang tentang upaya mengembangkan program latihan ROM pasif dan aktif
Alat-alat penopang membantu mempertahankan posisi fungsional dari otot dan sendi, serta mencegah dan mengurangi tingkat depormitas fisik. Latihan ROM aktif dan fasif akan meningkatkan tonis dan kekuatan otot sekitar sendi, serta membantu mencegah atrofi dan ketidak mampuan otot
  1. Kaji kebutuhan anak untuk mengobati nyeri, sebelum memulai setiap sesi tindakan
Memberi obat analgesic sebelum latihan, dapat meningkatkan rasa nyaman dan kerjasama


Diagnosis Keperawatan
    Resiko cedera yang berhubungan dengan rawat inap atau prosedur dirumah sakit (atau keduanya)
Hasil yang Diharapkan
    Anak yang menderita cedera akibat rawat inap atau prosedur yang diterapkan dirumah sakit yang ditandai oleh tidak ada hematoma, memar dan hemoragi serta kemampuan mempertahankan ROM total
Intervensi
Intervensi
Rasional
  1. Beri bantalan pada sisi pengaman tempat tidur jika diperlukan
Memberi pengaman tempat tidur mengurangi risiko cedera, misanya memar yang mungkin terjadi akibat terantuk tanpa sengaja
  1. Pastikan anak menggunakan setiap peralatan protektif (misalnya pelindung kepala terbuat dari plastic dan bantalan siku serta lutut yang dibawa dari rumah. Juga pastikan ia menggunakan sikat gigi berbulu lunak untuk membersihkan giginya.
Menggunakan peralatan protektif membantumengurangi resiko cedera akibat jatuh yang disebabkan oleh kecelakaan atau permainan yang rutin dilakukan. Sikat gigi berbulu lunak memiliki kemungkinan lebih kecil mencederai pada gusi
  1. Ketika mengumpulkan specimen darah, lakukan pengambilan darah dijari dari pada melalui fungsi vena jika memungkinkan. Ketika memberikan injeksi, gunakan rute subkutan (SC) bukan intramuscular (IM) jika memungkinkan. Setelah itu, beri tekanan pada area tersebut sekurang-kurangnya 5 menit
Mengambil darah dengan cara menusuk jari, bukan melalui fungsi vena mengurangi resiko kehilangan darah yang berlebihan, karena diameter kapiler lebih kecil dari pada vena dan berisi lebih sedikit darah. Rute subkutan membutuhkan jarum berukuran lebih kecil sehingga mengurangi resiko pengeluran darah dari tempat fungsi yang lebih besar. Juga jaringan subkutan mengandung lebih sedikit pembuluh darah daripada otot.
  1. Setelah setiap pendarahan, imobilisasi artea pandarahan ; kemudian tinggikan area tersebut di atas tingkat jantung, selama 12 – 24 jam dan kompres area tersebut dengan es
Tindakan imobilisasi dan tinggikan tingkat pendarahan sampai diatas tinggi jantung dapat mengurangi aliran darah ke area pendarahan dan mencegah keluarnya bekuan darah. Es mempercepat vasokontriksi dan mengurangi rasa nyeri
  1. Inspeksi mainan anak untuk melihat bila ada tepi yang tajam
Mainan bertepi tajam dapat melaserasi atau menusuk kulit anak



BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN LEUKEMIA


Leukemia adalah neoplasma akut atau kronis dari sel-sel pembentuk darah dalam sumsum tulang dan limfa (Reeves, 2001). Sifat khas leukemia adalah proliferasi tidak teratur atau akumulasi sel darah putih dalam sumsum tulang, menggantikan elemen sumsum tulang normal. Proliferasi juga terjadi di hati, limpa, dan nodus limfatikus. Terjadi invasi organ non hematologis seperti meninges, traktus gastrointestinal, ginjal, dan kulit.
Leukemia limfositik akut (LLA) sering terjadi pada anak-anak. Leukemia tergolong akut bila ada proliferasi blastosit (sel darah yang masih muda) dari sumsum tulang.


Etiologi
Penyebab LLA sampai sekarang belum jelas, namun kemungkinan besar karena virus (virus onkogenik).
Faktor lain yang berperan antara lain:
  1. Faktor eksogen seperti sinar X, sinar radioaktif, dan bahan kimia (benzol, arsen, preparat sulfat), infeksi (virus dan bakteri).
  2. Faktor endogen seperti ras
  3. Faktor konstitusi seperti kelainan kromosom, herediter (kadang-kadang dijumpai kasus leukemia pada kakak-adik atau kembar satu telur).
Manifestasi Klinis
Pucat (mendadak), panas, perdarahan (ekimosis, petekie, epistaksis, perdarahan gusi), hepetomegali, limpadenopati, sakit sendi, sakit tulang, splenomegali, lesi purpura, epusi pleura, kejang pada leukemia serebral.
Pemeriksaan Penunjang
Gambaran darah tepi berupa pansitopenia, limpositosis, dan didapatkan sel blas (sel muda beranak inti). Pemeriksaan sumsum tulang memberikan gambaran monoton, yaitu hanya terdiri dari sel limpopoitik patologis sedangkan sistem lain terdesak (aplasia sekunder).


Pengkajian
  1. Kaji adanya tanda-tanda anemia :
    - Pucat, lemah, sesak, nafas cepat
  2. Kaji adanya tanda-tanda leucopenia : demam, infeksi
  3. Kaji adanya tanda-tanda trombositopenia :
    - Ptechiae
    - Purpura
    - Perdarahan membran mukosa
  4. Kaji adanya tanda-tanda invasi ekstra medulola :
    - Limfadenopati
    - Hepatomegali
    - Splenomegali
  5. Kaji adanya pembesaran testis
  6. Kaji adanya :
    1).Hematuria
    2).Hipertensi
    3).Gagal ginjal
    4).Inflamasi disekitar rektal
    5).Nyeri (Suriadi,R dan Rita Yuliani,2001 : 178)
Diagnosa Keperawatan
1. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
Tujuan: Anak tidak mengalami gejala-gejala infeksi
Intervensi:
Intervensi
Rasional
  1. Pantau suhu dengan teliti
untuk mendeteksi kemungkinan infeksi
  1. Tempatkan anak dalam ruangan khusus
untuk meminimalkan terpaparnya anak dari sumber infeksi
  1. Anjurkan semua pengunjung dan staff rumah sakit untuk menggunakan teknik mencuci tangan dengan baik
untuk meminimalkan pajanan pada organisme infektif
  1. Gunakan teknik aseptik yang cermat untuk semua prosedur invasive
untuk mencegah kontaminasi silang/menurunkan resiko infeksi
  1. Evaluasi keadaan anak terhadap tempat-tempat munculnya infeksi seperti tempat penusukan jarum, ulserasi mukosa, dan masalah gigi
untuk intervensi dini penanganan infeksi
  1. Inspeksi membran mukosa mulut. Bersihkan mulut dengan baik
rongga mulut adalah medium yang baik untuk pertumbuhan organisme
  1. Berikan periode istirahat tanpa gangguan
menambah energi untuk penyembuhan dan regenerasi seluler
  1. Berikan diet lengkap nutrisi sesuai usia
untuk mendukung pertahanan alami tubuh
  1. Berikan antibiotik sesuai ketentuan
diberikan sebagai profilaktik atau mengobati infeksi khusus


Diagnosis Keperawatan
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemiaTujuan: terjadi peningkatan toleransi aktifitas
Intervensi:
Intervensi
Rasional
  1. Evaluasi laporan kelemahan, perhatikan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dala aktifitas sehari-hari
menentukan derajat dan efek ketidakmampuan
  1. Berikan lingkungan tenang dan perlu istirahat tanpa gangguan
menghemat energi untuk aktifitas dan regenerasi seluler atau penyambungan jaringan
  1. Kaji kemampuan untuk berpartisipasi pada aktifitas yang diinginkan atau dibutuhkan
Kaji kemampuan untuk berpartisipasi pada aktifitas yang diinginkan atau dibutuhkan
  1. Berikan bantuan dalam aktifitas sehari-hari dan ambulasi
memaksimalkan sediaan energi untuk tugas perawatan diri


Diagnosis Keperawatan
Resiko terhadap cedera/perdarahan yang berhubungan dengan penurunan jumlah trombosit
Tujuan: klien tidak menunjukkan bukti-bukti perdarahan
Intervensi:
Intervensi
Rasional
  1. Gunakan semua tindakan untuk mencegah perdarahan khususnya pada daerah ekimosis
perdarahan memperberat kondisi anak dengan adanya anemia
  1. Cegah ulserasi oral dan rectal
kulit yang luka cenderung untuk berdarah
  1. Gunakan jarum yang kecil pada saat melakukan injeksi
untuk mencegah perdarahan
  1. Menggunakan sikat gigi yang lunak dan lembut
untuk mencegah perdarahan
  1. Laporkan setiap tanda-tanda perdarahan (tekanan darah menurun, denyut nadi cepat, dan pucat
untuk memberikan intervensi dini dalam mengatasi perdarahan
  1. Hindari obat-obat yang mengandung aspirin
karena aspirin mempengaruhi fungsi trombosit
  1. Ajarkan orang tua dan anak yang lebih besar ntuk mengontrol perdarahan hidung
untuk mencegah perdarahan


Diagnosis Keperawatan
Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntahTujuan:  -    Tidak terjadi kekurangan volume cairan
  • Pasien tidak mengalami mual dan muntah
Intervensi:
Intervensi
Rasional
  1. Berikan antiemetik awal sebelum dimulainya kemoterapi
untuk mencegah mual dan muntah
  1. Berikan antiemetik secara teratur pada waktu dan program kemoterapi
untuk mencegah episode berulang
  1. Kaji respon anak terhadap anti emetik
karena tidak ada obat antiemetik yang secara umum berhasil
  1. Hindari memberikan makanan yang beraroma menyengat
bau yang menyengat dapat menimbulkan mual dan muntah
  1. Anjurkan makan dalam porsi kecil tapi sering
karena jumlah kecil biasanya ditoleransi dengan baik
  1. Berikan cairan intravena sesuai ketentuan
untuk mempertahankan hidrasi


Diagnosis Keperawatan
Perubahan membran mukosa mulut : stomatitis yang berhubungan dengan efek samping agen kemoterapi
Tujuan: pasien tidak mengalami mukositis oral
Intervensi:
Intervensi
Rasional
  1. Inspeksi mulut setiap hari untuk adanya ulkus oral
untuk mendapatkan tindakan yang segera
  1. Hindari mengukur suhu oral
untuk mencegah trauma
  1. Gunakan sikat gigi berbulu lembut, aplikator berujung kapas, atau jari yang dibalut kasa
untuk menghindari trauma
  1. Berikan pencucian mulut yang sering dengan cairan salin normal atau tanpa larutan bikarbonat
untuk menuingkatkan penyembuhan
  1. Gunakan pelembab bibir
untuk menjaga agar bibir tetap lembab dan mencegah pecah-pecah (fisura)
  1. Hindari penggunaan larutan lidokain pada anak kecil
karena bila digunakan pada faring, dapat menekan refleks muntah yang mengakibatkan resiko aspirasi dan dapat menyebabkan kejang
  1. Berikan diet cair, lembut dan lunak
agar makanan yang masuk dapat ditoleransi anak
  1. Inspeksi mulut setiap hari
untuk mendeteksi kemungkinan infeksi
  1. Dorong masukan cairan dengan menggunakan sedotan
untuk membantu melewati area nyeri
  1. Hindari penggunaa swab gliserin, hidrogen peroksida dan susu magnesia
dapat mengiritasi jaringan yang luka dan dapat membusukkan gigi, memperlambat penyembuhan dengan memecah protein dan dapat mengeringkan mukosa
  1. Berikan obat-obat anti infeksi sesuai ketentuan
untuk mencegah atau mengatasi mukositis
  1. Berikan analgetik
untuk mengendalikan nyeri


Diagnosis Keperawatan
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia, malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau stomatitis
Tujuan : pasien mendapat nutrisi yang adekuat
Intervensi :
Intervensi
Rasional
  1. Dorong orang tua untuk tetap rileks pada saat anak makan
jelaskan bahwa hilangnya nafsu makan adalah akibat langsung dari mual dan muntah serta kemoterapi
  1. Izinkan anak memakan semua makanan yang dapat ditoleransi, rencanakan unmtuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan anak meningkat
untuk mempertahankan nutrisi yang optimal
  1. Berikan makanan yang disertai suplemen nutrisi gizi, seperti susu bubuk atau suplemen yang dijual bebas
untuk memaksimalkan kualitas intake nutrisi
  1. Izinkan anak untuk terlibat dalam persiapan dan pemilihan makanan
untuk mendorong agar anak mau makan
  1. Dorong masukan nutrisi dengan jumlah sedikit tapi sering
Dorong masukan nutrisi dengan jumlah sedikit tapi sering
  1. Dorong pasien untuk makan diet tinggi kalori kaya nutrient
kebutuhan jaringan metabolik ditingkatkan begitu juga cairan untuk menghilangkan produk sisa suplemen dapat memainkan peranan penting dalam mempertahankan masukan kalori dan protein yang adekuat
  1. Timbang BB, ukur TB dan ketebalan lipatan kulit trisep
membantu dalam mengidentifikasi malnutrisi protein kalori, khususnya bila BB dan pengukuran antropometri kurang dari normal


Diagnosis Keperawatan
Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemiaTujuan : pasien tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun sampai tingkat yang dapat diterima anakIntervensi
Intervensi
Rasional
  1. Mengkaji tingkat nyeri dengan skala 0 sampai 5
informasi memberikan data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan atau keefektifan intervensi
  1. Jika mungkin, gunakan prosedur-prosedur (misal pemantauan suhu non invasif, alat akses vena
untuk meminimalkan rasa tidak aman
  1. Evaluasi efektifitas penghilang nyeri dengan derajat kesadaran dan sedasi
untuk menentukan kebutuhan perubahan dosis. Waktu pemberian atau obat
  1. Lakukan teknik pengurangan nyeri non farmakologis yang tepat
sebagai analgetik tambahan
  1. Berikan obat-obat anti nyeri secara teratur
untuk mencegah kambuhnya nyeri
Diagnosis keperawatan
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens kemoterapi, radioterapi, imobilitas
Tujuan : pasien meimpertahankan integritas kulitIntervensi
Intervensi
Rasional
  1. Berikan perawatan kulit yang cemat, terutama di dalam mulut dan daerah perianal
karena area ini cenderung mengalami ulserasi
  1. Ubah posisi dengan sering
untuk merangsang sirkulasi dan mencegah tekanan pada kulit
  1. Mandikan dengan air hangat dan sabun ringan
mempertahankan kebersihan tanpa mengiritasi kulit
  1. Kaji kulit yang kering terhadap efek samping terapi kanker
efek kemerahan atau kulit kering dan pruritus, ulserasi dapat terjadi dalam area radiasi pada beberapa agen kemoterapi
  1. Anjurkan pasien untuk tidak menggaruk dan menepuk kulit yang kering
membantu mencegah friksi atau trauma kulit
  1. Dorong masukan kalori protein yang adekuat
untuk mencegah keseimbangan nitrogen yang negative



















BAB V
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN TALASEMIA


Thalasemia adalah sekelompok penyakit keturunan yang merupakan akibat dari ketidakseimbangan pembuatan salah satu dari keempat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin (medicastore, 2004).
Penyebabnya adalah Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta, yang diperlukan dalam pembentukan hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen cacat yang diturunkan secara resesif dari kedua orang tua.


Klasifikasi
Secara molekuler, talasemia dibedakan atas:
  1. Talasemia alfa (gangguan pembentukan rantai alfa)
  2. Talasemia beta ( gangguan pembentukan rantai beta)
  3. Talasemia beta-delta (gangguan pembentukan rantai beta dan delta)
  4. talasemia delta (gangguan pembentukan rantai delta).


Secara kinis, talasemia dibagi dalam 2 golongan, yaitu:
  1. Talasemia mayor (bentuk homozigot), memiliki 2 gen cacat, memberikan gejala klinis yang jelas.
  2. Talasemia minor, dimana seseorang memiliki 1 gen cacat dan biasanya tidak memberikan gejalaklinis

Manifestasi Klinik


Pada talasemia mayor, terjadi anemia berat tipe mikrositik dengan pembesaran pada hati dan limpa. Muka mongoloid, pertumbuhan badan kurang sempurna (pendek), perubahan pada tulang karena hiperaktifitas sumsum merah berupa deformitas dan fraktur spontan (terutama tulang panjang). Dapat pula mengakibatkan pertumbuhan berlebihan tulang frontal, zigomatik dan maksilaris. Pertumbuhan gigi biasanya buruk. IQ kurang baik apabila tidak mendapat tranfusi darah secara teratur dan menaikan kadar Hb. Anemia biasanya mulai muncul pada usia 3 bulan dan jelas pada usia 2 tahun.
Gejala lain pada penderita thalassemia adalah jantung mudah berdebar-debar. Hal ini karena tugas hemoglobin membawa oksigen ke seluruhtubuh. Pada thalassemia, karena oksigen yang dibawa hemoglobin kurang, maka jantung juga akan berusaha bekerja lebih keras, sehingga jantung penderita akan mudah berdebar-debar. Lama kelamaan, jantung akan bekerja lebih keras, sehingga cepat lelah. Akibatnya terjadi lemah jantung. "Limpa penderita juga bisa menjadi besar, karena penghancuran darah merah terjadi di sana." Selain itu, sumsum tulang juga bekerja lebih keras, karena berusaha mengkompensir kekurangan hemoglobin. Akibatnya, tulang menjadi tipis dan rapuh. Jika kerusakan tulang terjadi pada tulang muka, misalnya, pada tulang hidung, maka bentuk muka pun akan berubah. Batang hidung menjadi hilang/melesak ke dalam (facies cooley). "Ini merupakan salah satu tanda khas penderita thalassemia."


Prognosis


Thalasemia beta homozigot umumnya meninggal pada usia muda dan jarang mencapai usia dekade ke-3, walaupun digunakan antibiotik untuk mencegah infeksi dan pemberian chelating agent untuk mengurangi hemosiderosis (harga mahal). Di negara maju dengan fasilitas tranfusi yang cukup dan perawatan dengan chelating agents yang baik, usia dapat mencapai dekade ke-5 dan kualitas hidup yang lebih baik.

Penatalaksanaan


Pemberian tranfusi darah berupa sel darah merah diberikan jika kadar Hb telah rendah (kurang dari 6 g%) atau bila anak mengeluh tidak mau makan dan lemah sampai kadar Hb sekitar 11 g/dl. Kadar setinggi ini akan mengurangi kegiatan hemopoesis yang berlebihan dalam sumsum tulang dan juga mengurangi absorsi Fe dari traktus digestivus. Sebaiknya darah tranfusi tersimpan kurang dari 7 hari dan mengandung leukosit serendah-rendahnya.
Pemberian tranfusi darah berupa sel darah merah diberikan jika kadar Hb telah rendah (kurang dari 6 g%) atau bila anak mengeluh tidak mau makan dan lemah sampai kadar Hb sekitar 11 g/dl..

Pemeriksaan Penunjang


  • Pada talasemia mayor:


Darah tepi di dapatkan gambaran hipokrom mikrositik, anisositosis, poikilositosis dan aanya sel target; jumlah retikulosit meningkat serta adanya sel seri eritrosit muda (normoblas). Hb rendah, resistensi osmotik patologis. Nilai eritrosit rata-rata (MC), volume eritrosit rata-rata (VER/MCV), hemoglobin eritrosit rata-rata (HER/MCH) dan konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata (KHER/MCMC) menurun. Jumlah leukosit normal atau meningkat. Kadar besi dalam serum normal atau meningkat. Kadar bilirubin dalam serum meningkat. SGOT dan SGPT dapat meningkat karena kerusakan parenkim hati oleh hemosiderosis.
  • Pada thalasemia minor:
Kadar Hb bervariasi. Gambaran darah tepi dapat menyerupai thalasemia mayor atau hanya sebagian. Nilai VER dan HER biasanya menurun, sedangkan KHER biasanya normal. Resistensi osmotik meningkat.
Komplikasi                     Pada talasemia minor, memiliki gejala ringan dan hanya menjadi pembawa sifat. Sedangkan pada thalasemia mayor, tidak dapat membentuk hemoglobin yang cukup sehingga harus mendapatkan tranfusi darah seumur hidup. Ironisnya, transfusi darah pun bukan tanpa risiko. "Risikonya terjadi pemindahan penyakit dari darah donor ke penerima, misalnya, penyakit Hepatitis B, Hepatitis C, atau HIV. Reaksi transfusi juga bisa membuat penderita menggigil dan panas.
                  Yang lebih berbahaya, karena memerlukan transfusi darah seumur hidup, maka anak bisa menderita kelebihan zat besi karena transfusi yang terus menerus tadi. Akibatnya, terjadi deposit zat besi. "Karena jumlahnya yang berlebih, maka zat besi ini akhirnya ditempatkan di mana-mana." Misalnya, di kulit yang mengakibatkan kulit penderita menjadi hitam. Deposit zat besi juga bisa merembet ke jantung, hati, ginjal, paru, dan alat kelamin sekunder, sehingga terjadi gangguan fungsi organ. Misalnya, tak bisa menstruasi pada anak perempuan karena ovariumnya terganggu. Jika mengenai kelenjar ginjal, maka anak akan menderita diabetes atau kencing manis. Tumpukan zat besi juga bisa terjadi di lever yang bisa mengakibatkan kematian. "Jadi, ironisnya, penderita diselamatkan oleh darah tetapi dibunuh oleh darah juga.


Penatalaksanaan                   Pemberian tranfusi darah berupa sel darah merah diberikan jika kadar Hb telah rendah (kurang dari 6 g%) atau bila anak mengeluh tidak mau makan dan lemah sampai kadar Hb sekitar 11 g/dl. Kadar setinggi ini akan mengurangi kegiatan hemopoesis yang berlebihan dalam sumsum tulang dan juga mengurangi absorsi Fe dari traktus digestivus. Sebaiknya darah tranfusi tersimpan kurang dari 7 hari dan mengandung leukosit serendah-rendahnya.Untuk mengeluarkan besi dari jaringan tubuh diberikan iron chelating agent, yaitu Desferal secara intramuskular atau intravena. Splenektomi dilakukan pada anak yang lebih tua dari 2 tahun, sebelum di dapatkan tanda hiperplenisme atau hemosiderosis. Sesudah splenektomi, biasanya frekuensi tranfusi menjadi berkurang. Pemberian multi vitamin tetapi kontra indikasi terhadap preparat besi.



























BAB VI

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN IDIOPATIK TROMBOSITOPENIK PURPURA



ITP adalah suatu keadaan perdarahan berupa petekie atau ekimosis di kulit / selaput lendir dan berbagai jaringan dengan penurunan jumlah trombosit karena sebab yang tidak diketahui. (ITP pada anak tersering terjadi pada umur 2 – 8 tahun), lebih sering terjadi pada wanita.  
ETIOLOGI
  1. Penyebab pasti belum diketahui (idiopatik).
  2. Tetapi kemungkinan akibat dari:
  • Hipersplenisme
  • Infeksi virus.
  • Intoksikasi makanan / obat (asetosal para amino salisilat (PAS). Fenil butazon, diamokkina, sedormid).
  • Bahan kimia.
  • Pengaruh fisi (radiasi, panas).
  • Kekurangan factor pematangan (malnutrisi).
  • Koagulasi intra vascular diseminata CKID.
  • Autoimnue.
PATOFISIOLOGI
ITP adalah salah satu gangguan perdarahan di dapat yang paling umum terjadi. ITP adalah syndrome yang di dalamnya terdapat penurunan jumlah trombosit yang bersirkulasi dalam keadaan sum-sum normal. Penyebab sebenarnya tidak diketahui, meskipun diduga disebabkan oleh agen virus yang merusak trombosit. Pada umumnya gangguan ini didahului oleh penyakit dengan demam ringan 1 – 6 minggu sebelum timbul gejala. Gangguan ini dapat digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu akut, kronik dan kambuhan. Pada anak-anak mula-mula terdapat gejala diantaranya demam, perdarahan, petekie, purpura dengan trombositopenia dan anemia
JENIS ITP
Akut.
  • Awalnya dijumpai trombositopenia pada anak.
  • Jumlah trombosit kembali normal dalam 6 bulan setelah diagnosis (remisi spontan).
  • Tidak dijumpai kekambuhan berikutnya.
Kronik   
  • Awitan tersembunyi dan berbahaya.
  • Jumlah trombosit tetap di bawah normal selama penyakit.
  • Bentuk ini terutama pada orang dewasa.
Kambuhan
  • Mula-mula terjadi trombositopenia.
  • Relaps berulang.
  • Jumlah trombosit kembali normal diantara waktu kambuh.
Manifestasi Klinis
  • Awitan PTI biasanya akut dengan gambaran ekimosis multiple, petekie, epitaksis, atau gejala perdarahan lain. Biasanya secara klinis tidak dijumpai kelainan lain.
Pemeriksaan Penunjang
  • Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan trobositopenia, anemia normusitik bila lama dapat berjenis mikrositik hipokrom. Leukosit biasanya normal, darah terjadi leukositosis dengan pergeseran ke kiri bila terdapat perdarahan hebat. Pada keadaan yang lama dapat ditemukan limpositosis relative dan leucopenia ringan.
  • Gambaran sumsum tulang biasanya normal tetapi jumlah megakariosit muda dapat bertambah dengan maturation arres  pada stadium megakariosit.
  • Masa perdarahan memanjang, masa pembekuan normal, retraksi bekuan abnormal, protrombin cumsomption time memendek. Tes Rumple- leed positif.
PENGKAJIAN
    1. Asimtomatik sampai jumlah trombosit menurun di bawah 20.000.
    2. Tanda-tanda perdarahan.
    3. Perdarahan berlebih setelah prosedur bedah.
    4. keletihan, kelemahan, malaise umum.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Gangguan pemenuhan nutrisi dan cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
TUJUAN : Menghilangkan mual dan muntah
Kriteria standar: Menunjukkan berat badan stabi
INTERVENSI KEPERAWATAN
Intervensi
Rasional
Berikan nutrisi yang adekuat secara kualitas maupun kuantitas.
Rasional : mencukupi kebutuhan kalori setiap hari.
Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering.
porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan yang sesuai dengan kalori
Pantau pemasukan makanan dan timbang berat badan setiap hari.
anoreksia dan kelemahan dapat mengakibatkan penurunan berat badan dan malnutrisi yang serius.
Lakukan konsultasi dengan ahli diet.
sangat bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien.
Libatkan keluarga pasien dalam perencanaan makan sesuai dengan indikasi
meningkatkan rasa keterlibatannya, memberikan informasi pada keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi pasien.
Diagnosis keperawatan
Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrisi ke sel
Tujuan: Tekanan darah normal; Pengisian kapiler baik ;
Kriteria standart: Menunjukkan perbaikan perfusi yang dibuktikan dengan TTV stabil
Intervensi keperawatan:
Intervensi
Rasional
Awasi TTV, kaji pengisian kapiler.
memberikan informasi tentang derajat/ keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menentukan kebutuhan intervensi
Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi
meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler
Kaji untuk respon verbal melambat, mudah terangasang.
dapat mengindikasikan gangguan fungsi serebral karena hipoksia.
Awasi upaya parnafasan, auskultasi bunyi nafas.
dispne karena regangan jantung lama / peningkatan kompensasi curah jantung.
Diagnosis Keperawatan :
Gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen berhubungan dengan penurunan kapasitas pembawa oksigen darah.
Tujuan: Mengurangi distress pernafasan.
Criteria standart: Mempertahankan pola pernafasan normal / efektif
Intervensi keperawatan:
Intervensi
Rasional
Kaji / awasi frekuensi pernafasan, kedalaman dan irama
perubahan (seperti takipnea, dispnea, penggunaan otot aksesoris) dapat menindikasikan berlanjutnya keterlibatan / pengaruh pernafasan yang membutuhkan upaya intervensi
Tempatkan pasien pada posisi yang nyaman
memaksimalkan ekspansi paru, menurunkan kerja pernafasan dan menurunkan resiko aspirasi
Beri posisi dan Bantu ubah posisi secara periodic
meningkatkan areasi semua segmen paru dan mobilisasikan sekresi
Bantu dengan teknik nafas dalam.
membantu meningkatkan difusi gas dan ekspansi jalan nafas kecil.
Diagnosis Keperawatan
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
Tujuan: Meningkatkan partisipasi dalam aktivitas.
Kriteria  standart: Menunjukkan peningkatan toleransi aktivitas.
Intervensi keperawatan:
Intervensi
Rasional
Kaji kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas normal, catat laporan kelemahan, keletihan
mempengaruhi pilihan intervensi
Awasi TD, nadi, pernafasan
manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk emmbawa jumlah oksigen ke jaringan
Berikan lingkungan tenang
meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh
Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing
hipotensi postural / hipoksin serebral menyebabkan pusing, berdenyut dan peningkatan resiko cedera
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Pelaksanaan sesuai dengan ITP dengan intervensi yang sudah ditetapkan (sesuai dengan literature).
EVALUASI
Penilaian sesuai dengan criteria standart yang telah ditetapkan dengan perencanaan.
























Daftar Pustaka


  1. Speer, Kathleen Morgan.2007.Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik Edisi 3.Jakarta : EGC
  2. Aman, Adi Kusuma. 2003. Klasifikasi etiologi dan aspek laboratorik pada anemi hematolik. Digitized by USU digital library. Diakses 25 Maret 2007)
  3. Doenges, Marilynn E., Moorhouse, Mary Frances & Geissler, Alice C. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
  4. Kosasih, E.N. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
  5. Mansjoer, Arif dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius.
  6. Price, Sylvia A & Lorraine M Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Buku 1. Edisi 4. Jakarta: EGC.
  7. Smeltzer, Suzanne C. & Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Volume 2. Jakarta: EGC.
  8. Staf Pengajar IKA FK-UI. 2002. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 1. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak.

    Muttaqin, Arif.2009.Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular dan Hematologi.Jakarta : Salemba Merdeka.
 

Blog Kesehatan - S1 Keperawatan Copyright © 2012 Flower Garden is Designed by www.upik.tk Flower Image by heldaupik.blogspot.com