A.
ANATOMI
DAN FISIOLOGI SISTEM SARAF
Sistem
saraf terdiri dari sel sel-sel saraf (neuron
neuron) dan sel ) sel-sel penyokong (neuroglia dan sel Schwan). Kedua
jenis sel tersebut demikian erat berkaitan
dan terintegrasi satu sama lai sehingga bersama bersama-sama berfungsi sebagai
satu unit.
Neuron
adalah unit anatomis dan fungsional sistem saraf. Terdiri atas
a) Badan sel
b) Dendrit
c) Akson
Fisiologis
sistem saraf :
a) Mengkoordinasi, menafsirkan
b) Mengontrol
interaksi antara individu dengan lingkungan sekitarnya sekitarnya.
c) Mengatur
aktifitas berbagai organ lain agar
tercipta kondisi yang seimbang dari
seluruh sistem tubuh tubuh.
B.
Pengertian
Parkinson
Penyakit Parkinson merupakan suatu
gangguan neurologis progresif yang mengenai pusat otak yang bertanggung jawab
untuk mengontrol dan mengatur gerakan. (Smeltzer dan Bare, 2002).
Penyakit Parkinson adalah suatu penyakit
yang ditandai dengan tremor saat istirahat, rigiditas, bradikardinesia dan
hilangnya reflex postural, dan secara patologi berupa degenerasi neuron
berpigmen neuromelanin terutama di pars kompakta nigra yang disertai adanya
inklusi sel neuron eusinofilik. (Lewys Bodies)
Parkinsonisme merupakan istilah dari
suatu sindrom yang ditandai dengan tremor ritmik, bradikardinesia, kekakuan
otot, dan hilangnya reflek-reflek postural. (Sylvia dan price,1999)
Kesimpulan, Parkinson adalah penyakit
yang disebabkan adanya gangguan pada otak, yaitu pada sistem saraf pusat otak
manusia mengalami kemunduran. Penyakit ini merupakan suatu kondisi ketika
seseorang mengalami ganguan pergerakan.
Ganglia
basalis sering ikut terlibat di dalam proses degeneratif dan mengakibatkan
gangguan gerakan, yang dapat berupa gerakan menjadi lamban atau gerakan menjadi
berlebihab. Gerak lamban di sebut sebagai gerak involunter yang abnormal,
hiperkinesia atau diskinesia.
Ganglia
basalis itu sendiri terdiri dari :
1.
Korpus
striatum : nukleus kaudatus, putamen, dan globus palidus.
2.
Substansia
nigra.
3.
Nukleus subtalamik.
Sindrom
parkinson dengan beragam etiologi gambaran gejala klinis hampir serupa.
Kriteria untuk menggolongkannya ke dalam sindrom Parkinson adanya rigiditas,
tremor, dan bradikinesia. Johnson dan kawan-kawan mengemukakan bahwa diagnosis klinis
penyakit Parkinson dapat ditegakkan bila dijumpai sekurang-kurangnya 2 dari4
gejala seperti tremor, rigiditas, bradikinesia dan instabilitas postural.
Pada
umumnya diagnosis sindrom Parkinson mudah ditegakkan, tetapi harus diusahakan
menentukan jenisnya untuk mendapat gambaran tentang etiologi, prognosis dan
penatalaksanaannya.
1. Parkinsonismus primer/ idiopatik/paralysis
agitans.
-
sering
dijumpai dalam praktek sehari-hari dan kronis, tetapi penyebabnya belum jelas.
-
Kira-kira
7 dari 8 kasus parkinson termasuk jenis ini.
2. Parkinsonismus sekunder atau
simtomatik
-
dapat
disebabkan pasca ensefalitis virus, pasca infeksi lain : tuberkulosis, sifilis
meningovaskuler.
-
iatrogenik
atau drug induced, misalnya golongan fenotiazin, reserpin, tetrabenazin.
-
lain-lain,
misalnya perdarahan serebral petekial pasca trauma yang berulang-ulang pada
petinju, infark lakuner, tumor serebri, hipoparatiroid dan kalsifikasi.
3. Sindrom paraparkinson ( Parkinson
plus )
-
pada
kelompok ini gejalanya hanya merupakan sebagian dari gambaran penyakit
keseluruhan.
-
jenis
ini bisa didapat pada penyakit Wilson ( degenerasi hepato-lentikularis ),
hidrosefalus normotensif, sindrom Shy-drager, degenerasi striatonigral, atropi
palidal ( parkinsonismus juvenilis ).
C.
Etiologi
Etiologi Parkinson primer belum diketahui, masih belum diketahui.
Terdapat beberapa dugaan, di antaranya ialah : infeksi oleh virus yang
non-konvensional (belum diketahui), reaksi abnormal terhadap virus yang sudah
umum, pemaparan terhadap zat toksik yang belum diketahui, terjadinya penuaan
yang prematur atau dipercepat.
Parkinson disebabkan oleh rusaknya sel-sel otak, tepatnya di
substansi nigra. Suatu kelompok sel yang mengatur gerakan-gerakan yang tidak
dikehendaki (involuntary). Akibatnya, penderita tidak bisa
mengatur/menahan gerakan-gerakan yang tidak disadarinya. Mekanis-me bagaimana
kerusakan itu belum jelas benar. Beberapa hal yang diduga bisa menyebabkan
parkinson adalah sebagai berikut :
1. Usia
Insiden
meningkat dari 10 per 10.000 penduduk pada usia 50 sampai 200 dari 10.000
penduduk pada usia 80 tahun. Hal ini berkaitan dengan reaksi mikrogilial yang
mempengaruhi kerusakan neuronal, terutama pada substansia nigra, pada penyakit
parkinson.
2. Geografi
Faktor
resiko yang mempengaruhi perbedaan angka secara geografis ini termasuk adanya
perbedaaan genetik, kekebalan terhadap penyakit dan paparan terhadap faktor
lingkungan.
3. Periode
Fluktuasi jumlah
penderita penyakit parkinson tiap periode mungkin berhubungan dengan hasil
pemaparan lingkungan yang episodik, misalnya proses infeksi, industrialisasi
ataupn gaya hidup. Data dari Mayo Klinik di Minessota, tidak terjadi perubahan
besar pada angka morbiditas antara tahun 1935 sampai tahun 1990. Hal ini
mungkin karena faktor lingkungan secara relatif kurang berpengaruh terhadap
timbulnya penyakit parkinson.
4. Genetik
Penelitian menunjukkan
adanya mutasi genetik yang berperan pada penyakit parkinson. Yaitu mutasi pada
gen a-sinuklein
pada lengan panjang kromosom 4 (PARK1) pada pasien dengan Parkinsonism
autosomal dominan. Pada pasien dengan autosomal resesif parkinson, ditemukan
delesi dan mutasi point pada gen parkin (PARK2) di kromosom 6. Selain
itu juga ditemukan adanya disfungsi mitokondria.
Adanya riwayat penyakit
parkinson pada keluarga meningakatkan faktor resiko menderita penyakit
parkinson sebesar 8,8 kali pada usia kurang dari 70 tahun dan 2,8 kali pada
usia lebih dari 70 tahun. Meskipun sangat jarang, jika disebabkan oleh
keturunan, gejala parkinsonisme tampak pada usia relatif muda.
5. Faktor Lingkungan
a. Xenobiotik
Berhubungan erat dengan
paparan pestisida yang dapat menmbulkan kerusakan mitokondria
b. Pekerjaan
Lebih banyak pada orang
dengan paparan metal yang lebih tinggi dan lama.
c. Infeksi
Paparan virus influenza
intrautero diduga turut menjadi faktor predesposisi penyakit parkinson melalui
kerusakan substansia nigra. Penelitian pada hewan menunjukkan adanya kerusakan
substansia nigra oleh infeksi Nocardia astroides.
d. Diet
Konsumsi lemak dan
kalori tinggi meningkatkan stress oksidatif, salah satu mekanisme kerusakan
neuronal pada penyakit parkinson. Sebaliknya,kopi merupakan neuroprotektif.
e. Trauma kepala
Cedera kranio serebral
bisa menyebabkan penyakit parkinson, meski peranannya masih belum jelas benar
f.
Stress dan depresi
Beberapa
penelitian menunjukkan depresi dapat mendahului gejala motorik. Depresi dan
stress dihubungkan dengan penyakit parkinson karena pada stress dan depresi
terjadi peningkatan turnover katekolamin yang memacu stress oksidatif.
D.
Patofisiologi
Lesi utama tampak menyebabkan hilangnya
neuron pigmen, terutama neuron di dalam subtansi nigra pada otak (subtansia
nigra merupakan kumpulan nucleus otak tengah yang memproyeksikan
serabut-serabut korpus striatum).
Salah satu neurontransmiter mayor di
daerah otak ini dan bagian-bagian lain pada sistem saraf pusat adalah dopamine,
yang mempunyai fungsi penting dalam menghambat gerakan pada pusat control
gerakan. Secara normal dopamine memiliki konsentrasi yang tinggi di
bagian-bagian otak tertentu, namun pada penyakit Parkinson konsentrasi dopamine
menipis dalam substansi nigra dan korpus striatum. Penipisan kadar dopamine
dalam basal ganglia yang berhubungan dengan adanya bradikinesia, kekakuan dan
tremor.
Aliran darah serebri regional
menurun pada klien dengan penyakit Parkinson dan ada kejadian demensia yang
tinggi. Data patologis dan biokimia menunjukkan bahwa klien dengan demensia
dengan penyakit Parkinson mengalami penyakit penyerta Alzheimer. Pada
kebanyakan klien penyebab penyakit tersebut tidak diketahui.
E.
Manifestasi
Klinis
1.
Gejala Motorik
a.
Tremor/bergetar
Gejala penyakit parkinson sering luput dari
pandangan awam, dan dianggap sebagai suatu hal yang lumrah terjadi pada orang
tua. Salah satu ciri khas dari penyakit parkinson adalah tangan tremor
(bergetar) jika sedang beristirahat. Namun, jika orang itu diminta melakukan
sesuatu, getaran tersebut tidak terlihat lagi. Itu yang disebut resting
tremor, yang hilang juga sewaktu tidur.
Tremor terdapat pada jari tangan, tremor kasar
pada sendi metakarpofalangis, kadang-kadang tremor seperti menghitung uang
logam atau memulung-mulung (pil rolling). Pada sendi tangan
fleksi-ekstensi atau pronasi-supinasi pada kaki fleksi-ekstensi, kepala
fleksi-ekstensi atau menggeleng, mulut membuka menutup, lidah
terjulur-tertarik. Tremor ini menghilang waktu istirahat dan menghebat waktu
emosi terangsang (resting/ alternating tremor).
Tremor tidak hanya terjadi
pada tangan atau kaki, tetapi bisa juga terjadi pada kelopak mata dan bola
mata, bibir, lidah dan jari tangan (seperti orang menghitung uang). Semua itu
terjadi pada saat istirahat/tanpa sadar. Bahkan, kepala penderita bisa
bergoyang-goyang jika tidak sedang melakukan aktivitas (tanpa sadar). Artinya,
jika disadari, tremor tersebut bisa berhenti. Pada awalnya tremor
hanya terjadi pada satu sisi, namun semakin berat penyakit, tremor bisa
terjadi pada kedua belah sisi.
b.
Rigiditas/kekakuan
Tanda yang lain adalah
kekakuan (rigiditas). Jika kepalan tangan yang tremor tersebut
digerakkan (oleh orang lain) secara perlahan ke atas bertumpu pada pergelangan
tangan, terasa ada tahanan seperti melewati suatu roda yang bergigi sehingga
gerakannya menjadi terpatah-patah/putus-putus. Selain di tangan maupun di kaki,
kekakuan itu bisa juga terjadi di leher. Akibat kekakuan itu, gerakannya
menjadi tidak halus lagi seperti break-dance. Gerakan yang kaku membuat
penderita akan berjalan dengan postur yang membungkuk. Untuk mempertahankan
pusat gravitasinya agar tidak jatuh, langkahnya menjadi cepat tetapi
pendek-pendek.
Adanya hipertoni pada
otot fleksor ekstensor dan hipertoni seluruh gerakan, hal ini oleh karena
meningkatnya aktifitas motorneuron alfa, adanya fenomena roda bergigi (cogwheel
phenomenon).
c.
Akinesia/Bradikinesia
Kedua gejala di atas
biasanya masih kurang mendapat perhatian sehingga tanda akinesia/bradikinesia
muncul. Gerakan penderita menjadi serba lambat. Dalam pekerjaan sehari-hari pun
bisa terlihat pada tulisan/tanda tangan yang semakin mengecil, sulit mengenakan
baju, langkah menjadi pendek dan diseret. Kesadaran masih tetap baik sehingga
penderita bisa menjadi tertekan (stres) karena penyakit itu. Wajah menjadi
tanpa ekspresi. Kedipan dan lirikan mata berkurang, suara menjadi kecil,
refleks menelan berkurang, sehingga sering keluar air liur.
Gerakan volunteer
menjadi lambat sehingga berkurangnya gerak asosiatif, misalnya sulit untuk
bangun dari kursi, sulit memulai berjalan, lambat mengambil suatu obyek, bila
berbicara gerak lidah dan bibir menjadi lambat. Bradikinesia mengakibatkan
berkurangnya ekspresi muka serta mimik dan gerakan spontan yang berkurang,
misalnya wajah seperti topeng, kedipan mata berkurang, berkurangnya gerak
menelan ludah sehingga ludah suka keluar dari mulut.
d.
Tiba-tiba Berhenti atau Ragu-ragu untuk Melangkah
Gejala lain adalah freezing,
yaitu berhenti di tempat saat mau mulai melangkah, sedang berjalan, atau
berputar balik; dan start hesitation, yaitu ragu-ragu untuk mulai
melangkah. Bisa juga terjadi sering kencing, dan sembelit. Penderita menjadi
lambat berpikir dan depresi. 13Bradikinesia
mengakibatkan kurangnya ekspresi muka serta mimic muka. Disamping itu, kulit
muka seperti berminyak dan ludah suka keluar dari mulut karena berkurangnya
gerak menelan ludah.
e.
Mikrografia
Tulisan tangan secara
gradual menjadi kecil dan rapat, pada beberapa kasus hal ini merupakan gejala
dini.
f.
Langkah dan gaya jalan (sikap Parkinson)
Berjalan dengan langkah
kecil menggeser dan makin menjadi cepat (marche a petit pas), stadium
lanjut kepala difleksikan ke dada, bahu membengkok ke depan, punggung
melengkung bila berjalan.
g.
Bicara monoton
Hal ini karena
bradikinesia dan rigiditas otot pernapasan, pita suara, otot laring, sehingga
bila berbicara atau mengucapkan kata-kata yang monoton dengan volume suara
halus ( suara bisikan ) yang lambat.
h.
Dimensia
Adanya perubahan status
mental selama perjalanan penyakitnya dengan deficit kognitif.
i.
Gangguan behavioral
Lambat-laun menjadi
dependen ( tergantung kepada orang lain ), mudah takut, sikap kurang tegas,
depresi. Cara berpikir dan respon terhadap pertanyaan lambat (bradifrenia)
biasanya masih dapat memberikan jawaban yang betul, asal diberi waktu yang
cukup.
j.
Gejala Lain
Kedua mata
berkedip-kedip dengan gencar pada pengetukan diatas pangkal hidungnya (tanda Myerson
positif).
2.
Gejala non motorik
a.
Disfungsi otonom
-
Keringat berlebihan, air ludah berlebihan, gangguan sfingter
terutama inkontinensia dan hipotensi ortostatik.
-
Kulit berminyak dan infeksi kulit seborrheic
-
Pengeluaran urin yang banyak
-
Gangguan seksual yang berubah fungsi, ditandai dengan melemahnya
hasrat seksual, perilaku, orgasme.
b.
Gangguan suasana hati, penderita sering mengalami depresi
c.
Ganguan kognitif, menanggapi rangsangan lambat
d.
Gangguan tidur, penderita mengalami kesulitan tidur (insomnia)
e.
Gangguan sensasi
-
Kepekaan kontras visuil lemah, pemikiran mengenai ruang, pembedaan
warna,
-
penderita sering mengalami pingsan, umumnya disebabkan oleh hypotension
orthostatic, suatu kegagalan sistemsaraf otonom untuk melakukan penyesuaian
tekanan darah sebagai jawaban atas perubahan posisi badan
-
berkurangnya atau hilangnya kepekaan indra perasa bau ( microsmia
atau anosmia).
F.
Pemeriksaan Diagnostik
1.
EEG (biasanya terjadi perlambatan yang progresif)
2.
CT Scan kepala (biasanya terjadi atropi kortikal difus, sulki
melebar, hidrosefalua eks vakuo)
3.
MRI
4.
Fluorodopa positron emission tomografi
5.
Eaclopride imaging of dopamine D2
receptors dan single photon emission computed tomografi dari striatal dopamine
re-uptake. Satu penelitian mengungkapkan bahwa sonografi parenkim otak mungkin
memiliki spesifikasi yang tinggi dalam membedakan penyakit Parkinson dengan
atypical parkinsonism; walau bagaimanapun, hyperechogenicity yang abnormal
dapat ditemukan tidak hanya pada penyakit Parkinson, melainkan juga pada tremor
essential.
G.
Komplikasi
Komplikasi
terbanyak dan tersering dari penyakit Parkinson yaitu demensia, aspirasi, dan
trauma karena jatuh.
H.
Penatalaksanaan Medis
Penyakit Parkinson merupakan penyakit kronis
yang membutuhkan penanganan secara holistik meliputi berbagai bidang. Pada saat
ini tidak ada terapi untuk menyembuhkan penyakit ini, tetapi pengobatan dan
operasi dapat mengatasi gejala yang timbul.
Pengobatan penyakit parkinson bersifat
individual dan simtomatik, obat-obatan yang biasa diberikan adalah untuk
pengobatan penyakit atau menggantikan atau meniru dopamin yang akan memperbaiki
tremor, rigiditas, dan slowness.
Perawatan pada penderita penyakit parkinson
bertujuan untuk memperlambat dan menghambat perkembangan dari penyakit itu.
Perawatan ini dapat dilakukan dengan pemberian obat dan terapi fisik seperti
terapi berjalan, terapi suara/berbicara dan pasien diharapkan tetap melakukan
kegiatan sehari-hari.
1.
Terapi Obat-obatan
Beberapa obat yang diberikan pada penderita
penyakit parkinson:
a.
Antikolinergik
Benzotropine (Cogentin), trihexyphenidyl (Artane). Berguna untuk
mengendalikan gejala dari penyakit parkinson. Untuk mengaluskan pergerakan.
b.
Carbidopa/levodopa
Levodopa merupakan pengobatan utama untuk
penyakit parkinson. Di dalam otak levodopa dirubah menjadi
dopamine. L-dopa akan diubah menjadi dopamine pada neuron dopaminergik oleh
L-aromatik asam amino dekarboksilase (dopa dekarboksilase). Walaupun demikian,
hanya 1-5% dari L-Dopa memasuki neuron dopaminergik, sisanya dimetabolisme di
sembarang tempat, mengakibatkan efek samping yang luas. Karena
mekanisme feedback, akan terjadi inhibisi pembentukan L-Dopa endogen. Carbidopa
dan benserazide adalah dopa dekarboksilase inhibitor, membantu mencegah
metabolisme L-Dopa sebelum mencapai neuron dopaminergik.
Levodopa mengurangi tremor, kekakuan otot dan
memperbaiki gerakan. Penderita penyakit parkinson ringan bisa kembali menjalani
aktivitasnya secara normal. Obat ini diberikan bersama carbidopa untuk meningkatkan
efektivitasnya dan mengurangi efek sampingnya.
Efek samping levodopa dapat berupa:
-
Neusea, muntah, distress abdominal
-
Hipotensi postural
-
Sesekali akan didapatkan aritmia jantung, terutama pada penderita
yang berusia lanjut. Efek ini diakibatkan oleh efek beta-adrenergik dopamine
pada system konduksi jantung. Ini bias diatasi dengan obat beta blocker seperti
propanolol.
-
Diskinesia yang paling sering ditemukan melibatkan anggota gerak,
leher atau muka. Diskinesia sering terjadi pada penderita yang berespon baik
terhadap terapi levodopa. Beberapa penderita menunjukkan gejala on-off yang
sangat mengganggu karena penderita tidak tahu kapan gerakannya mendadak menjadi
terhenti, membeku, sulit. Jadi gerakannya terinterupsi sejenak.
-
Abnormalitas laboratorium. Granulositopenia, fungsi hati abnormal
dan ureum darah yang meningkat merupakan komplikasi yang jarang terjadi pada
terapi levodopa.
-
Efek samping levodopa pada pemakaian bertahun-tahun adalah
diskinesia yaitu gerakan motorik tidak terkontrol pada anggota gerak maupun
tubuh. Respon penderita yang mengkonsumsi levodopa juga semakin lama semakin
berkurang. 1
c.
COMT inhibitors
Entacapone (Comtan), Tolcapone (Tasmar). Untuk mengontrol
fluktuasi motor pada pasien yang menggunakan obat levodopa. Tolcapone adalah
penghambat enzim COMT, memperpanjang efek L-Dopa. Tapi karena efek samping yang
berlebihan seperti liver toksik, maka jarang digunakan. Jenis yang sama, entacapone,
tidak menimbulkan penurunan fungsi liver.
d.
Agonis dopamine
Agonis dopamin seperti bromokriptin (Parlodel), pergolid (Permax),
pramipexol (Mirapex), ropinirol, kabergolin, apomorfin dan lisurid dianggap
cukup efektif untuk mengobati gejala Parkinson. Obat ini bekerja dengan
merangsang reseptor dopamin, akan tetapi obat ini juga menyebabkan penurunan
reseptor dopamin secara progresif yang selanjutnya akan menimbulkan peningkatan
gejala Parkinson.
Obat ini dapat berguna untuk mengobati pasien yang pernah
mengalami serangan yang berfluktuasi dan diskinesia sebagai akibat dari
levodopa dosis tinggi. Apomorfin dapat diinjeksikan subkutan. Dosis rendah yang
diberikan setiap hari dapat mengurangi fluktuasi gejala motorik.
e.
MAO-B inhibitors
Selegiline (Eldepryl), Rasagaline (Azilect). Inhibitor MAO diduga
berguna pada penyakit Parkinson karena neuotransmisi dopamine dapat
ditingkatkan dengan mencegah perusakannya. Selegiline dapat pula memperlambat
memburuknya sindrom Parkinson, dengan demikian terapi levodopa dapat
ditangguhkan selama beberapa waktu. Berguna untuk mengendalikan gejala dari
penyakit parkinson. Yaitu untuk mengaluskan pergerakan.
Selegilin dan rasagilin mengurangi gejala dengan dengan
menginhibisi monoamine oksidase B (MAO-B), sehingga menghambat perusakan
dopamine yang dikeluarkan oleh neuron dopaminergik. Metabolitnya mengandung
L-amphetamin and L-methamphetamin. Efek sampingnya adalah insomnia. Kombinasi
dengan L-dopa dapat meningkatkan angka kematian, yang sampai saat ini tidak
bisa diterangkan secara jelas. Efek lain dari kombinasi ini adalah stomatitis.
f.
Amantadine (Symmetrel)
Berguna untuk perawatan akinesia, dyskinesia,
kekakuan, gemetaran.
g.
Inhibitor dopa dekarboksilasi dan levodopa
Untuk mencegah agar levodopa tidak diubah menjadi dopamin di luar
otak, maka levodopa dikombinasikan dengan inhibitor enzim dopa dekarboksilase.
Untuk maksud ini dapat digunakan karbidopa atau benserazide ( madopar ).
Dopamin dan karbidopa tidak dapat menembus sawar-otak-darah. Dengan demikian
lebih banyak levodopa yang dapat menembus sawar-otak-darah, untuk kemudian
dikonversi menjadi dopamine di otak. Efek sampingnya umunya hampir sama dengan
efek samping yang ditimbulkan oleh levodopa.
- Deep Brain Stimulation (DBS)
Pada tahun 1987, diperkenalkan pengobatan dengan
cara memasukkan elektroda yang memancarkan impuls listrik frekuensi tinggi
terus-menerus ke dalam otak. Terapi ini disebut deep brain stimulation
(DBS). DBS adalah tindakan minimal invasif yang dioperasikan melalui panduan
komputer dengan tingkat kerusakan minimal untuk mencangkokkan alat medis yang
disebut neurostimulator untuk menghasilkan stimulasi elektrik pada wilayah
target di dalam otak yang terlibat dalam pengendalian gerakan.
Terapi ini memberikan stimulasi elektrik rendah
pada thalamus. Stimulasi ini digerakkan oleh alat medis implant yang menekan
tremor. Terapi ini memberikan kemungkinan penekanan pada semua gejala dan efek
samping, dokter menargetkan wilayah subthalamic nucleus (STN) dan globus
pallidus (GP) sebagai wilayah stimulasi elektris. Pilihan wilayah target
tergantung pada penilaian klinis.
DBS kini menawarkan harapan baru bagi hidup yang
lebih baik dengan kemajuan pembedahan terkini kepada para pasien dengan
penyakit parkinson. DBS direkomendasikan bagi pasien dengan penyakit parkinson
tahap lanjut (stadium 3 atau 4) yang masih memberikan respon terhadap levodopa.
Pengendalian parkinson dengan terapi DBS
menunjukkan keberhasilan 90%. Berdasarkan penelitian, sebanyak 8 atau 9 dari 10
orang yang menggunakan terapi DBS mencapai peningkatan kemampuan untuk
melakukan akltivitas normal sehari-hari.
- Terapi Fisik
Sebagian terbesar penderita
Parkinson akan merasa efek baik dari terapi fisik. Pasien akan termotifasi
sehingga terapi ini bisa dilakukan di rumah, dengan diberikan petunjuk atau
latihan contoh diklinik terapi fisik. Program terapi fisik pada penyakit
Parkinson merupakan program jangka panjang dan jenis terapi disesuaikan dengan
perkembangan atau perburukan penyakit, misalnya perubahan pada rigiditas,
tremor dan hambatan lainnya.
Latihan fisik yang teratur,
termasuk yoga, taichi, ataupun tari dapat bermanfaat dalam menjaga dan
meningkatkan mobilitas, fleksibilitas, keseimbangan, dan range of motion. Latihan dasar selalu
dianjurkan, seperti membawa tas, memakai dasi, mengunyah keras, dan memindahkan
makanan di dalam mulut.
4.
Terapi Suara
Perawatan yang paling besar untuk kekacauan
suara yang diakibatkan oleh penyakit Parkinson adalah dengan Lee Silverman
Voice Treatment ( LSVT ). LSVT fokus untuk meningkatkan volume suara. Suatu
studi menemukan bahwa alat elektronik yang menyediakan umpan balik indera
pendengar atau frequency auditory feedback (FAF) untuk meningkatkan
kejernihan suara.
5.
Terapi gen
Pada saat sekarang ini, penyelidikan telah
dilakukan hingga tahap terapi gen yang melibatkan penggunaan virus yang tidak
berbahaya yang dikirim ke bagian otak yang disebut subthalamic nucleus (STN).
Gen yang digunakan memerintahkan untuk mempoduksi sebuah enzim yang disebut
glutamic acid decarboxylase (GAD) yang mempercepat produksi neurotransmitter
(GABA). GABA bertindak sebagai penghambat langsung sel yang terlalu aktif di
STN.
Terapi lain yang sedang dikembangkan adalah
GDNF. Infus GDNF (glial-derived neurotrophic factor) pada ganglia basal dengan
menggunakan implant kathether melalui operasi. Dengan berbagai reaksi biokimia,
GDNF akan merangsang pembentukan L-dopa.
6.
Pencangkokan syaraf
Cangkok sel stem secara genetik untuk
memproduksi dopamine atau sel stem yang berubah menjadi sel memproduksi
dopamine telah mulai dilakukan. Percobaan pertama yang dilakukan adalah
randomized double-blind sham-placebo dengan pencangkokan dopaminergik yang
gagal menunjukkan peningkatan mutu hidup untuk pasien di bawah umur.
7.
Operasi
Operasi untuk penderita Parkinson jarang
dilakukan sejak ditemukannya levodopa. Operasi dilakukan pada pasien dengan
Parkinson yang sudah parah di mana terapi dengan obat tidak mencukupi. Operasi
dilakukan thalatotomi dan stimulasi thalamik.
- Terapi neuroprotektif
Terapi neuroprotektif dapat melindungi neuron
dari kematian sel yang diinduksi progresifitas penyakit. Yang sedang
dikembangkan sebagai agen neuroprotektif adalah apoptotic drugs (CEP 1347 and
CTCT346), lazaroids, bioenergetics, antiglutamatergic agents, dan dopamine
receptors. Adapun yang sering digunakan di klinik adalah monoamine oxidase
inhibitors (selegiline and rasagiline), dopamine agonis, dan complek I
mitochondrial fortifier coenzyme Q10.
- Nutrisi
Beberapa nutrient telah diuji dalam studi klinik
klinik untuk kemudian digunakan secara luas untuk mengobati pasien Parkinson.
Sebagai contoh, L- Tyrosin yang merupakan suatu perkusor L-dopa mennjukkan
efektifitas sekitar 70 % dalam mengurangi gejala penyakit ini. Zat besi (Fe), suatu
kofaktor penting dalam biosintesis L-dopa mengurangi 10%- 60% gejala pada
penelitian terhadap 110 pasien.
THFA, NADH, dan piridoxin yang merupakan koenzim
dan perkusor koenzim dalam biosintesis dopamine menunjukkan efektifitas yang
lebih rendah dibanding L-Tyrosin dan zat besi. Vitamin C dan vitamin E dosis
tinggi secara teori dapat mengurangi kerusakan sel yang terjadi pada pasien
Parkinson. Kedua vitamin tersebut diperlukan dalam aktifitas enzim superoxide
dismutase dan katalase untuk menetralkan anion superoxide yang dapat merusak
sel.
Belum lama ini, Koenzim Q10 juga telah digunakan
dengan cara kerja yang mirip dengan vitamin A dan E. MitoQ adalah suatu zat
sintesis baru yang memiliki struktur dan fungsi mirip dengan koenzim Q10.
10. Qigong
Terdapat dua penelitian mengenai qigong pada
penyakit bParkinson. Dalam percobaan di Bonn, studi terhadap 56 pasien
didapatkan peningkatan gejala motorik dan non-motorik di antara pasien yang
melakukan latihan qigong terstruktur 1 kalin seminggu selama 8 minggu. Penulis
berspekulasi bahwa gambaran aliran energy yang membantu peningkatan dalam
movement pasien.
Namun demikian studi kedua menunjukkan qigong
tak efektif pada penyakit Parkinson. Dalam studi tersebut, peneliti menggunakan
randomized cross-over trial untuk membandingkan latihan aerobic dengan qigong
pada penyakit Parkinson tahap lanjut.dua kelompok pasien PD dinilai, kemudian
melakukan 20 sesi baik latihan aeronik maupun qigong, dinilai lagi, kemudian
setelah selang 2 bulan, ditukar dengan 20 sesi lainnya, kemudian dinilai lagi.
Penulis mendapatkan peningkatan kemampuan motorikdan fungsi kardiorespirator
setelah mengikuti latihan aerobic, tetapi tak mendapatkan manfaat setelah
mengikuti qigong.
- Botox
Baru-baru ini, injeksi Botox sedang diteliti
sebagai salah satu pengobatan non-FDA di masa mendatang.
I.
Prognosis
Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan
gejala-gejala parkinson, sedangkan perjalanan penyakit itu belum bisa
dihentikan sampai saat ini. Sekali terkena parkinson,
maka penyakit ini akan menemani sepanjang hidupnya.
Tanpa perawatan, gangguan yang terjadi mengalami
progress hingga terjadi total disabilitas, sering disertai dengan
ketidakmampuan fungsi otak general, dan dapat menyebabkan kematian.
Dengan perawatan, gangguan pada setiap pasien
berbeda-berbeda. Kebanyakan pasien berespon terhadap medikasi. Perluasan gejala
berkurang, dan lamanya gejala terkontrol sangat bervariasi. Efek samping
pengobatan terkadang dapat sangat parah.
PD sendiri tidak dianggap sebagai penyakit yang
fatal, tetapi berkembang sejalan dengan waktu. Rata-rata harapan hidup pada
pasien PD pada umumnya lebih rendah dibandingkan yang tidak menderita PD. Pada
tahap akhir, PD dapat menyebabkan komplikasi seperti tersedak, pneumoni, dan
memburuk yang dapat menyebabkan kematian.
Progresifitas gejala pada PD dapat berlangsung
20 tahun atau lebih. Namun demikian pada beberapa orang dapat lebih singkat.
Tidak ada cara yang tepat untuk memprediksikan lamanya penyakit ini pada
masing-masing individu. Dengan treatment yang tepat, kebanyakn pasien PD dapat
hidup produktif beberapa tahun setelah diagnosis.
KONSEP DASAR ASUHAN
KEPERAWATAN
DENGAN PENYAKIT
PARKINSON
A. Pengkajian
1.
Keluhan Utama
Gangguan gerakan, kaku otot, tremor menyeluruh, kelemahan otot,
dan hilangnya reflek postural.
2.
Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayathipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung,
anemia, penggunaan obat antikoagulan, aspirin, vasodilatator, antikolinergik
dalam waktu lama.
3.
Riwayat penyakit keluarga
Pengkajian dilakukan dengan menanyakan apakah ada anggota keluarga
yang menderita hipiertensi dan diabetes mellitus. Hal ini diperlukan untuk
melihat adanya komplikasi penyakit lain yang dapat mempercepat progresifnya
penyakit.
4.
Riwayat penyakit sekarang
Klien mengeluhkan tremor, perubahan pada sensasi wajah, sikap
tubuh, dan gaya berjalan. Adanya rigiditas deserebrasi, berkeringat, kulit
berminyak, sulit menelan, konstipasi, dab gangguan kandung kemih.
5.
Pemeriksaan fisik
-
Keadaan umum : adanya perubahan pada tanda vital, yaitu
bradikardi, hipotensi, dan adanya penurunan frekuensi nafas.
-
Breating : hipoventilasi, inaktivitas, aspirasi makanan atau
saliva, dan berkurangnya fungsi pembersihan saluran nafas.
-
Inspeksi : klien batuk atau mengalami penurunan kemampuan untuk
batuk efektif, peningkatan produksi sputum, sesak nafas dan penggunaan otot
bantu nafas.
-
Palpasi : ditemukan taktil premitus seimbang kanan kiri.
-
Perkusi : adanya suara resonan pada seluruh lapangan paru
-
Auskultasi : bunyi nafas tambahan.
-
Blood : hipotensi postural
-
Brain : perubahan gaya berjalan, tremor, dan kaku.
-
Bladder : penurunan reflex kandung kemih perifer dihubungkan
dengan disfungsi kognitif dan persepsi klien secara umum.
-
Bowel : pemenuhan nutrisi berkurang karena kelemahan fisik umum,
kelelahan otot, dan adanya tremor menyeluruh.
-
Bone : kesulitan beraktifitas secara keseluruhan karena kelemahan,
kelelahan otot, dan tremor. Adanya gangguan keseimbangan dalam melakukan
pergerakan.
B.
Diagnosis Keperawatan
1.
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kekakuan dan kelemahan
otot
2.
Deficit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuscular,
menurunnya kekuatan, kehilangan control otot/kordinasi
3.
Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubungan dengan medikasi
dan penurunan aktivitas
4.
Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubunh yang berhubungan
dengan tremor, perlambatan proses makan, kesulitan mengunyah dan menelan.
5.
Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan volume
bicara berlambatan bicara, ketidakmampuan menggerakkan otot wajah
6.
Deficit pengetahuan berhubungan dengan sumber informasi prosedur
perawatan rumah yang tidak adekuat.
C.
Intervensi
- Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kekakuan dan kelemahan otot
Tujuan : kliem mampu melaksanakan aktifitas fisik sesuai dengan
kemampuannya.
Kreteria hasil : klien dapat ikut serta dalam program latihan,
tidak terjadi kontraktur sendi, bertambahnya kekuatan otot, klien menunjukkan
tindakan untuk meningkatkan mobilitas
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji mobilitas dan
observasi peningkatan kerusakan motorik
|
Mengetahui tingkat
kemampuan klien dalam melakukan aktivitas
|
Lakukann program
latihan dan peningkatan kekuatan otot
|
Meningkatkan kordinasi
dan ketangkasan, menurunkan kekakuan otot dan mencegah kontraktur
|
Lakukan latihan
postural
|
Melawan kecemderunga
kepala dan leher tertarik ke depan dan kebawah
|
Ajarkan teknik
berjalan khusus
-
Ajarkan untuk berkonsentrasi Pada berjalan tegak
-
Anjurkan klien latihan berjalan dengan diiringi music karena
memberikan rangsangan sensorik
-
Latihan bernafas sambil berjalan
-
Lakukan periode istirahat untuk mencegah kelelahan
|
Untuk mengimbangi gaya
berjalan menyeret dan kecanderungan tubuh condong ke depan
|
Anjurkan mandi air
hangat dan masase otot
|
Membantu otot rileks
dan mengurangi nyeri otot akibat spasme yang mengakibatkan kekakuan
|
Bantu klien melakukan
ROM
|
Memelihara
fleksibilitas sendi
|
- Deficit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuscular, menurunnya kekuatan, kehilangan control otot/kordinasi
Tujuan ; perawatan diri klien terpenuhi
Kreteria hasil : klien menunjukkan perubahan gaya hidup untuk
memenuhi kebutuhan merawat diri, klien mampu melakukan aktivitas perawatan
diri.
Intervensi
|
Rasional
|
Modifikasi lingkungan
|
Untuk mengompensasi
ketidakmampuan fungsi
|
Kaji kemampuan
komunikasi untuk buang air kecil
|
Ketidakmampuan
komunikasi dapat menimbulkan masalah pengosongan kandung kemih
|
Antarkan klien ke
kamar mandi
|
Untu memudahkan klien
melakukan aktivitas perawatan diri
|
Anjurkan dan dukung
klien selama aktivitas
|
Dukunagn dapat
meningkatkan perawatan diri
|
Identifikasi kebiasaan
buang air besar, anjurkan minum dan meningkatkan aktifitas
|
Meningkatkan aktifitas
dan menolong menghindari konstipasi.
|
Kolaborasi; pemberian
supositoria dan pelumas feses
|
Menghindari konstipasi
|
- Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubungan dengan medikasi dan penurunan aktivitas
Tujuan : kebutuhan eliminasi terpenuhi
Kreteria hasil : klien dapat defekasi secara spontan, konsistensi
feses lembek, bising usus normal
intervensi
|
Rasional
|
Monitor adanya
konstipasi
|
Mengetahui adanya
konstipasi
|
Berikan penjelasan
pada klien dan keluarga tentang penyebab konstipasi
|
Klien dan keluarga
akan mengerti penyebab konstipasi
|
Modifikasi defekasi
yang teratur, anjurkan klien makan makanan berserat
|
Mencegah konstipasi
|
Berikan asupan cairan
yang cukup
|
Mempertahankan
konsistensi feses yang sesuai dan membantu eliminasi regular
|
Kolaborasi : pemberian
pelunak feses (laksatif, supositoria, enema)
|
Meningkatkan efisiensi
pem,basahan air pada usus
|
- Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubunh yang berhubungan dengan tremor, perlambatan proses makan, kesulitan mengunyah dan menelan.
Tujuan : kebutuhan nutrisi klien terpenuhi
Kreteria Hasil : mengerti tentang pentingya nutrisi bagi tubuh,
memperlihatkan peningkatan berat badan
Intervensi
|
Rasional
|
Evaluasi kemampuan
makan klien
|
Mengetahui kemampuan
makan klien
|
Observasi berat badan
|
Kehilangan berat badan
dapat menunjang kandunagn glikogen dalam otot, dan kepekaan pemasangan
ventilator
|
Kaji fungsi sistem
gastrointestinal meliputi bising usus, catat adany mual dan muntah
|
Fungsi sistem
gastrointestinal sangat penting untuk asupan makanan.
|
Anjurkan pemberian
cairan 2500 cc/hari selama tidak terjadi gangguan jantung
|
Mencegah terjadinya
dehidrasi dan konstipasi
|
Kolabolarasi :
pemeriksaan labolatorium seperti serum, BUN, dan glukosa
|
Memberikan informasi
yang tepet tentang nutrisi yang dibutuhkan klien.
|
- Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan volume bicara berlambatan bicara, ketidakmampuan menggerakkan otot wajah
Tujuan : klien mampu membuat metode komunikasi yang dapat
dimengerti, klien dapat meningkatkan komunikasi
Kreteria Hasil : klien dapat berkomunikasi dengan sumber yang ada
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji kemampuan klien
berkomunikasi
|
Mengetahui kemampuan
klien berkomunikasi
|
Menentukan cara
komunikasi seperti kontak mata, menggunakan tulisan, bahasa isyarat.
|
Membuat klien tertarik
untuk berkomunikasi, membantu mamanuhi kebutuhan klien
|
Anjurkan keluarga
untuk berbicara dengan klien
|
Membantu mempertahan
perasaan kontak dan menghindari sikap kaku
|
6.
Deficit pengetahuan berhubungan dengan sumber informasi prosedur
perawatan rumah yang tidak adekuat.
Tujuan ; informasi dapat diterima klien
Kreteria hasil : klien mampu mengulang informasi yang diberikan
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji pengetahuan klien
dan keluarga tentang perawatan kesehatan dirumah
|
Mengetahui tingkat
pengetahuan dan pendidikan akan memudahkan perawat dalam memberikan informasi
|
Jelaskan pentingnya
perawatan kesehatan dirumah Pada klien dan keluarga
|
Agar klien mampu
beradaptasi dan mampu menghadapi penyakit
|
Beri dukungan pada
keluarga dalam merawat klien
|
Agar keluarga tidak
merasa stress dalam merawat klien dengan Parkinson
|
Fasilitasi anggota
keluarga untuk mengekspresikan perasaannya
|
Memudahkan perawat
untuk mengetahui perasaan keluarga
|
Berikan klien dan
keluarga informasi tentang pengobatan dan perawatan
|
Agar dapat bekerjasama
dalam memberikan perawatan
|
DOWNLOAD