Daftar
Isi
Bab
I : SISTEM HEMATOLOGI 2
Bab
II : AsKep ANAK DENGAN HEMOFILIA A 4
Bab
III : AsKep ANAK DGN ANEMIA
SEL SABIT 9
BAB
IV : AsKep ANAK DENGAN LEUKEMIA 12
BAB
V : AsKep ANAK DENGAN TALASEMIA 18
BAB
VI : AsKep ANAK DGN ANEMIA APLASTIK 20
BAB
VII : AsKep ANAK DENGAN
IDIOPATIK TROMBOSITOPENIK PURPURA 26
Daftar
Pustaka 30
BAB
I
SISTEM
HEMATOLOGI
Hematologi adalah cabang ilmu kesehatan yang
mempelajari darah,
organ pembentuk darah dan penyakitnya. Asal katanya dari bahasa Yunani
haima artinya darah.
Cabang
Hematologi secara umum dibagi atas 3 bagian kecil menurut jenis dan grup sel darah yang dipelajari.- Sel darah merah
- anemia
- hemoglobinopati
- bank darah (sel darah merah dan plasma)
- Sel darah putih
- leukemia
- neutropenia
- kelainan mieloproliferatif
- sindrom mielodisplasia
- limfoma dan penyakit limfoproliferatif
- multimieloma
- Plasma darah dan pembekuan darah
- pendarahan dan kelainan pembekuan darah
- trombosis
- trombositopenia dan trombositosis
Darah
merupakan bagian dari tubuh yang jumlahnya 6 – 8 % dari berat badan total.
Darah berbentuk cairan yang berwarna merah dan agak kental. Darah merupakan
bagian penting dari sistem transport karena darah mengalir ke seluruh tubuh
kita dan berhubungan langsung dengan sel-sel dalam tubuh kita
a. Fungsi darah
1. Mengangkut O2 dari paru-paru ke jaringan dan CO2 dari jaringan ke paru-paru.
2. Mengangkut sari makanan yang diserap dari usus halus ke seluruh tubuh.
3. Mengangkut sisa metabolisme menuju alat ekskresi.
4. Berhubungan dengan kekebalan tubuh karena didalamnya terkandung lekosit, antibodi dan substansi protektif lainnya.
5. Mengangkut ekskresi hormon dari organ yang satu ke organ lainnya.
6. Mengatur keseimbangan air dalam tubuh.
7. Mengatur suhu tubuh.
8. Mengatur keseimbangan tekanan osmotik.
9. Mengatur keseimbangan asam basa tubuh.
10. Mengatur keseimbangan ion-ion dalam tubuh
b. Komponen darah
1. Bagian korpuskuli (elemen seluler)
a). ErItrosit (sel darah merah)
Merupakan bagian utama dari sel darah. Jumlah pada pria dewasa adalah lima juta/μl darah sedangkan pada wanita empat juta/μl darah. Berbentuk bikonkaf, warna merah disebabkan oleh adanya Hemoglobin. Dihasilkan oleh limpa, hati dan sum-sum tulang pada tulang pipih. Berusia sekitar 120 hari, sel yang telah tua dihancurkan di hati dan dirombak menjadi pigmen bilirubin (Pigmen empedu). Fungsi primernya adalah mengangkut O2 dari paru-paru ke jaringan dan CO2 dari jaringan ke paru-paru.
Morfologi Mikroskopis Eritrosit dengan Pembesaran objektif 100 kali
b). Lekosit (sel darah putih)
Jumlah sel pada orang dewasa 6000 – 9000 sel/μl darah. Diproduksi di sum-sum tulang, limpa dan kelenjar limfe.
Terdiri dari beberapa jenis, yaitu :
1). Granulosit : Lekosit yang di dalam sitoplasmanya memiliki granula. Terdiri dari :
(a). Eosinofil: Mengandung granula berwarna merah dan berperan pada reaksi alergi (terutama infeksi cacing)
(b). Basofil : Mengandung granula berwarna biru dan berperan pada reaksi alergi
(c). Netrofil (Batang dan Segmen) : Disebut juga sel Poly Morpho Nuclear dan berfungsi sebagai fagosit
2). Agranulosit : Lekosit yang sitoplasmanya tidak memiliki granula. Terdiri dari :
(a). Limfosit : Berfungsi sebagai sel kekebalan tubuh, yaitu
· Limfosit T : Berperan sebagai imunitas seluler
· Limfosit B : Berperan sebagai imunitas humoral
(b). Monosit : Lekosit dengan ukuran paling besar
Fungsi lekosit ada dua, yaitu :
1. Fungsi defensip yaitu fungsi untuk mempertahankan tubuh terhadap benda-benda asing termasuk mikroorganisme penyebab infeksi.
2. Fungsi reparatif yaitu fungsi yang memperbaiki / mencegah terjadinya kerusakan terutama kerusakan vaskuler / pembuluh darah.
c). Trombosit (keping darah / sel darah pembeku)
Jumlah pada orang dewasa 200.000 – 500.000 sel/μl darah. Bentuknya tidak teratur dan tidak mempunyai inti. Diproduksi pada sum-sum tulang dan berperan dalam proses pembekuan darah.
2. Bagian cair (plasma / serum)
a). Plasma adalah cairan berwarna kuning muda yang didapat dengan cara memutar sejumlah darah yang sebelumnya ditambah dengan antikoagulan.
b). Serum adalah cairan berwarna kuning muda yang didapat dengan cara memutar sejumlah darah yang dibiarkan membeku tanpa penambahan antikoagulan.
a. Fungsi darah
1. Mengangkut O2 dari paru-paru ke jaringan dan CO2 dari jaringan ke paru-paru.
2. Mengangkut sari makanan yang diserap dari usus halus ke seluruh tubuh.
3. Mengangkut sisa metabolisme menuju alat ekskresi.
4. Berhubungan dengan kekebalan tubuh karena didalamnya terkandung lekosit, antibodi dan substansi protektif lainnya.
5. Mengangkut ekskresi hormon dari organ yang satu ke organ lainnya.
6. Mengatur keseimbangan air dalam tubuh.
7. Mengatur suhu tubuh.
8. Mengatur keseimbangan tekanan osmotik.
9. Mengatur keseimbangan asam basa tubuh.
10. Mengatur keseimbangan ion-ion dalam tubuh
b. Komponen darah
1. Bagian korpuskuli (elemen seluler)
a). ErItrosit (sel darah merah)
Merupakan bagian utama dari sel darah. Jumlah pada pria dewasa adalah lima juta/μl darah sedangkan pada wanita empat juta/μl darah. Berbentuk bikonkaf, warna merah disebabkan oleh adanya Hemoglobin. Dihasilkan oleh limpa, hati dan sum-sum tulang pada tulang pipih. Berusia sekitar 120 hari, sel yang telah tua dihancurkan di hati dan dirombak menjadi pigmen bilirubin (Pigmen empedu). Fungsi primernya adalah mengangkut O2 dari paru-paru ke jaringan dan CO2 dari jaringan ke paru-paru.
Morfologi Mikroskopis Eritrosit dengan Pembesaran objektif 100 kali
b). Lekosit (sel darah putih)
Jumlah sel pada orang dewasa 6000 – 9000 sel/μl darah. Diproduksi di sum-sum tulang, limpa dan kelenjar limfe.
Terdiri dari beberapa jenis, yaitu :
1). Granulosit : Lekosit yang di dalam sitoplasmanya memiliki granula. Terdiri dari :
(a). Eosinofil: Mengandung granula berwarna merah dan berperan pada reaksi alergi (terutama infeksi cacing)
(b). Basofil : Mengandung granula berwarna biru dan berperan pada reaksi alergi
(c). Netrofil (Batang dan Segmen) : Disebut juga sel Poly Morpho Nuclear dan berfungsi sebagai fagosit
2). Agranulosit : Lekosit yang sitoplasmanya tidak memiliki granula. Terdiri dari :
(a). Limfosit : Berfungsi sebagai sel kekebalan tubuh, yaitu
· Limfosit T : Berperan sebagai imunitas seluler
· Limfosit B : Berperan sebagai imunitas humoral
(b). Monosit : Lekosit dengan ukuran paling besar
Fungsi lekosit ada dua, yaitu :
1. Fungsi defensip yaitu fungsi untuk mempertahankan tubuh terhadap benda-benda asing termasuk mikroorganisme penyebab infeksi.
2. Fungsi reparatif yaitu fungsi yang memperbaiki / mencegah terjadinya kerusakan terutama kerusakan vaskuler / pembuluh darah.
c). Trombosit (keping darah / sel darah pembeku)
Jumlah pada orang dewasa 200.000 – 500.000 sel/μl darah. Bentuknya tidak teratur dan tidak mempunyai inti. Diproduksi pada sum-sum tulang dan berperan dalam proses pembekuan darah.
2. Bagian cair (plasma / serum)
a). Plasma adalah cairan berwarna kuning muda yang didapat dengan cara memutar sejumlah darah yang sebelumnya ditambah dengan antikoagulan.
b). Serum adalah cairan berwarna kuning muda yang didapat dengan cara memutar sejumlah darah yang dibiarkan membeku tanpa penambahan antikoagulan.
BAB
II
ASUHAN
KEPERAWATAN ANAK DENGAN HEMOFILIA A
Hemophilia
adalah kelainan koagulasi darah bawaan yang paling sering dan serius,
berhubungan dengan defisiensi faktor VIII, IX, XI biasanya hanya terdapat pada
anak laki-laki, terpaut kromosom X dan bersifat resesif.
Hemophilia A adalah
hemophilia klasik dan terjadi karena
defisiensi faktor VIII.
Pengkajian
Hematologis
·
Hemoragi dan pendarahan yang lama
·
Memar superficial
·
Splenomegali
Genitourinaria
·
Hematuria Spontan
Muskuloskeletal
·
Nyeri dengan gejala pendarahan otot
profunda (nyeri, tegang pada area yang terkena, ROM terbatas), peningkatan suhu
serta edema pada tempat pendarahan.
·
Tanda dan gejala hemartrosis (nyeri, ROM
terbatas, dan pengngkatan suhu, serta edema pada tempat pendarahan)
Mata, Telinga,
Hidung, dan Tenggorokan
·
Epistaksis
·
Gusi berdarah
Diagnosis Keperawatan
Resiko cedera (hemoragi) yang berhubungan dengan
penyakit
Hasil
yang Diharapkan
Perdarahan pada anak berhenti yang ditandai oleh
tidak terlihatnya perdarahan, lingkar area perdarahan tidak bertambah, rasa
nyeri tidak meningkat, tanda vital sesuai, kadar faktor VIII meningkat dan
penurunan waktu tromboplastin parsial.
Intervensi
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Beri tekanan langsung pada tempat pendarahan
selama sekurang-kurangnya 15 menit
|
Tekanan langsung
pada tempat pendarahan dapat meningkatkan pembentukan bekuan
|
2.
pertahankan
agar area terjadinya pendarahan tidak bergerak (imobilisasi)
|
Imobilisasi
mengurangi aliran darah ke area pendarahan dan mencegah bekuan keluar
|
3.
Tinggikan
area pendarahan di atas tinggi jantung selama 12-24 jam
|
Meninggikan area
pendarahan mengurangi aliran darah ke tempat pendarahan dan meningkatkan
pembentukan bekuan
|
4.
Kompres
area yang terkena dengan es
|
Es mempercepat
vasokontriksi
|
5.
Beri
kriopresipitat atau konsentrat faktor VIII (faktor antihemofilik)sesuai yang
diprogramkan. Diizinkan orang tua atau anak memberi obat tersebut jika
menginginkannya, dan juga mengetahui cara pemberiannya. Apabila mereka
membutuhkan pendidikan, ajarlan mereka cara menginsersi slang intravena,
persiapkan lokasi kulit, juga cara memfiksasi perangkat intravena,
mempersiapkan campuran larutan dan mulai pasang infuse.
|
Pemberian
kriopresipitat atau konsentrat faktor VIII melengkapi pembentukan bekuan.
Meminta orang tua atau anak memberi obat tersebut, memungkinkan mereka
mempraktikkan teknik tersebut untuk penggunaan di rumah.
|
6.
Pantau
tanda vital anak, perjatikan setiap tanda bradikardia, takikardia, penurunan
tekanan darah, peningkatan prekuensi nafas, atau peningkatan suhu. Laporkan
setiap tanda ini dengan segera kepada dokter
|
Tanda ini
mengindikasikan komplikasi yang potensial, termasuk hipopolemia sekunder
akibat pendarahan dan beban sirkulasi yang berlebihan atau reaksi tranfusi
akibat pemberian kriopresipitat atau konsentrat faktor VIII
|
7.
Ukur
lingkaran area pendarahan, beri tanda pada kulit untuk memastikan pengukuran
yang konsisten. Ukur kembali area tersebut selama 8 jam, mengguanakan alat
ukur yang sama.
|
Setiap penambahan
panjang keliling lingkaran pengindikasikan pendarahan berlanjut sehingga
tempat pendarahan harus diimobilisasi dan kompres es batu perlu dilakukan.
Menandai kulit dan menggunakan alat pengukur yang sama setiap kali pengukuran
memastikan konsistensi.
|
8.
Pantau
faktor VIII anak dan kadar PTT(waktu tromboplastin parsial)
sekurang-kurangnya satu kali sehari. Laporkan kelainan kepada dokter.
|
Pantau
nilai-nilai labolatorium ini membantu menentukan status pembekuan anak dan
kebutuhan intervensi lebih lanjut
|
9.
Beri
asam aminokaproat (amicar) sesuai program jika anak direncanakan untuk
pembedahan
|
Obat ini
mengahmbat dekstruksi pembekuan
|
10.
Ikuti
pedoman The centers for disease control and prevention untuk menangani darah
dan cairan tubuh
|
Penderita hemophilia
berisiko tinggi mengalami sindrom imunodefisiensi didapat akibat penggunaan
obat intravena dan produk darah
|
11.
Beri
obat lain, misanya kortikosteroid dan asetat desmopresin (DDAVP) sesuai
program
|
Kortikosteroid
mengurangi peradangan ; asetat desmopresin menstimulasi aktivitas faktor VIII
pada kasus hemufilia A ringan
|
Diagnosis
Keperawatan
Nyeri yang
berhubungan dengan pendarahan dan pembengkakan
Hasil
yang Diharapkan
Anak
tidak menunjukkan tanda-tanda nyeri yang ditandai oleh ekspresi wajah relaks,
ekspresi rasa nyaman, mampu tertidur dan tidak ada kebutuhan obat analgesic
Intervensi
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Kaji
tingkat nyeri anak dengan n menggunakan alat pengkajian nyeri
|
Pengkajian
memberi data yang samngat penting bertujuan untuk menentukan keefektifan
intervensi untuk pengendalian rasa nyeri, dan untuk memantau status
pendarahan anak karena nyeri yang konsisten atau meningkat, dapat
mengindikasikan pendarahan berlanjut.
|
2.
Beri
obat analgesic sesuai program
|
Obat analgesic
dapat meredakan rasa nyeri
|
Diagnosis
Keperawatan
Hambatan mobilisasi fisik yang
berhubungan dengan penurunan ROM akibat pendarahan dan pembengkakan.
Hasil yang Diharapkan
Anak mampu mencapai ROM
maksimum pada sendi yang terkena ditandai oleh kemampuan melakukan latihan yang
diprogramkan.
Intervensi
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Anjurkan
anak untuk melakukan latihan isometric, sesuai program
|
Latihan isometric
dapat mempertahankan kekuatan otot dengan cara menegangkan otot-otot tanpa
menggerakkan sendi
|
2.
Konsultasi
dengan ahli terapi fisik tentang kebutuhan alat-alat pendukung, misalnya alat
penopang tentang upaya mengembangkan program latihan ROM pasif dan aktif
|
Alat-alat
penopang membantu mempertahankan posisi fungsional dari otot dan sendi, serta
mencegah dan mengurangi tingkat depormitas fisik. Latihan ROM aktif dan fasif
akan meningkatkan tonis dan kekuatan otot sekitar sendi, serta membantu
mencegah atrofi dan ketidak mampuan otot
|
3.
Kaji
kebutuhan anak untuk mengobati nyeri, sebelum memulai setiap sesi tindakan
|
Memberi obat analgesic
sebelum latihan, dapat meningkatkan rasa nyaman dan kerjasama
|
Diagnosis Keperawatan
Resiko
cedera yang berhubungan dengan rawat inap atau prosedur dirumah sakit (atau
keduanya)
Hasil yang Diharapkan
Anak
yang menderita cedera akibat rawat inap atau prosedur yang diterapkan dirumah
sakit yang ditandai oleh tidak ada hematoma, memar dan hemoragi serta kemampuan
mempertahankan ROM total
Intervensi
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Beri
bantalan pada sisi pengaman tempat tidur jika diperlukan
|
Memberi pengaman
tempat tidur mengurangi risiko cedera, misanya memar yang mungkin terjadi
akibat terantuk tanpa sengaja
|
2.
Pastikan
anak menggunakan setiap peralatan protektif (misalnya pelindung kepala
terbuat dari plastic dan bantalan siku serta lutut yang dibawa dari rumah.
Juga pastikan ia menggunakan sikat gigi berbulu lunak untuk membersihkan
giginya.
|
Menggunakan
peralatan protektif membantumengurangi resiko cedera akibat jatuh yang
disebabkan oleh kecelakaan atau permainan yang rutin dilakukan. Sikat gigi
berbulu lunak memiliki kemungkinan lebih kecil mencederai pada gusi
|
3.
Ketika
mengumpulkan specimen darah, lakukan pengambilan darah dijari dari pada
melalui fungsi vena jika memungkinkan. Ketika memberikan injeksi, gunakan
rute subkutan (SC) bukan intramuscular (IM) jika memungkinkan. Setelah itu,
beri tekanan pada area tersebut sekurang-kurangnya 5 menit
|
Mengambil darah
dengan cara menusuk jari, bukan melalui fungsi vena mengurangi resiko
kehilangan darah yang berlebihan, karena diameter kapiler lebih kecil dari
pada vena dan berisi lebih sedikit darah. Rute subkutan membutuhkan jarum
berukuran lebih kecil sehingga mengurangi resiko pengeluran darah dari tempat
fungsi yang lebih besar. Juga jaringan subkutan mengandung lebih sedikit
pembuluh darah daripada otot.
|
4.
Setelah
setiap pendarahan, imobilisasi artea pandarahan ; kemudian tinggikan area
tersebut di atas tingkat jantung, selama 12 – 24 jam dan kompres area
tersebut dengan es
|
Tindakan
imobilisasi dan tinggikan tingkat pendarahan sampai diatas tinggi jantung
dapat mengurangi aliran darah ke area pendarahan dan mencegah keluarnya
bekuan darah. Es mempercepat vasokontriksi dan mengurangi rasa nyeri
|
5.
Inspeksi
mainan anak untuk melihat bila ada tepi yang tajam
|
Mainan bertepi
tajam dapat melaserasi atau menusuk kulit anak
|
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN
ANEMIA SEL SABIT
Pengkajian
Hematologis :Anemi,
Pembesaran limfa
Kardiovaskular
:Murmur
Neurologis
:Nyeri, Kebas pada jari dan ibu jari, Kecemasan, Stroke (cerebrovaskular accident)
Gastrointestinal
:Nyeri
abdomen (pada anak usia sekolah), Haus, Muntah
Hepatic
: Pembesaran
hati, Sirosis
Genitourinaria
:Sering
berkemih ;Penurunan konsentrasi urin;Enuresis; Hematuria
Musculoskeletal
:Kelemahan
otot;Sendi edema
Psikososial
:Pertumbuhan
dan perkembangan terhambat
Integument
:Ikterik ; Peningkatan suhu
Diagnosis
keperawatan
Gangguan perfusi jaringan perifer
yang berhubungan dengan obstruksi pembuluh darah sekunder akibat proses
pembentukan sabit pada sel darah merah.
Hasil yang diharapkan
Anak memiliki perfusi jaringan yang
adekuat yang ditandai oleh ekstermitas hangat, dan tekanan darah stabil.
Intervensi
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Anjurkan
anak menjalani tirah baring total selama fase akut penyakit (krisis nyeri)
|
Tirah baring diperlukan karena
latihan dapat meningkatkan metabolisme selular, menyebabkan hipoksia jaringan
dan meningkatkan pembentukan sel sabit
|
2.
Lakukan
latihan ROM setian 4-6 jam, atau lakukan aktifitas lain sesuai usia, yang
dapat dilakukan anak diatas tempat tidur, misalnya latihan isometric
|
Latihan ROM fasif dan isometric
meningkatkan mobilisasi tenpa menekan sendi dan menyebabkan nyeri
|
3.
Hindari
atau batasi aktifitas atau situasi yang dapat menyebabkan stress emosional
pada anak
|
Stress emosional meningkatkan
metabolism sel sehingga menyebabkan hipoksia jaringan dan peningkatan
pembentukan sabit. Adrenalin yang dilepas selama stress akan membuat pwmbuluh
darah semakin berkontriksi
|
4.
Kordinasi
aktivitas pemberian perawatan yang memungkinkan anak dapat beristirahat dan
tidur tanpa terganggu
|
Anak membutuhkan istirahat
serta tidur yang cukup selama fase akut penyakit
|
Diagnosis Keperawatan
Kekurangan volume cairan yang
berhubungan dengan penurunan asupan cairan dan ketidakmampuan ginjal untuk
memekatkan urine.
Hasil yang diharapkan
Anak dapat mempertahankan hidrasi
yang adekuat yang ditandai oleh haluan urine 1-2ml/kg/jam, membran mokusa
lembab, rasa haus berkurang, berat badan stabil, kadar elektrolit serum sesuai
usia, dan fontanel datar (pada bayi).
Intervensi
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Anjurkan
anak untuk minum air selama 2 jam sampai mencatat jumlah total harian 150ml/kg
berat badan
|
Hidrasi yang adekuat mencegah
pembentukan sabit SDM
|
2.
Pantau
asupan dan haluan cairan anak dengan cermat, termasuk pemberian cairan
intravena
|
Pemantauan yang cermat
memungkinkan pengkajian keseimbangan cairan anak, penting untuk mengevaluasi
fungsi ginjal dan mendeteksi hemodilusi serta beban sirkulasi yang berlebih
|
3.
Timbang
berat badan anak setiap hari
|
Menimbang berat badan ank
setiap hari adalah pengukuran paling akurat untuk mengukur status hidrasi
anak
|
4.
Pantau
anak setiap 2-4 jam untuk melihat tanda-tanda dehidrasi, temasuk kulit
kering, turgor kulit buruk, dan penurunan haluaran urine. Beri cairan sesuai
kebutuhan, pertahankan hidrasi anak bertambah sebanyak 50% di atas kebutuhan
dasar
|
Dehidrasi merupakan penyebab
umum pembentukan sabit. Keadaaan ini membutuhkan penggantian cairan sehingga
dapat mempertahankan anak mendapat hidrasi yang cukup dan akhirnya mencegah
pembentukan sabit
|
5.
Pantau
nilai labolatorium untuk nilai pH, hematokrit, hemoglobin, tekanan karbon
dioksida parsial, serta tekanan oksigen parsial.
|
Ketidakseimbangan asam basa
dapat mengindikasikan bahwa anak mengalami dehidrasi
|
6.
Pastikan
anak tidak memakai pakaian yang terlalu hangat
|
Mengenakan pakaian yang terlalu
hangat dapat membuat anak panas berlebihan yang menyebabkan kehilangan cairan
|
Diagnosis
Keperawatan
Nyeri yang
berhubungan dengan oklusi vascular dan hipoksia jaringan
Hasil yang
diharapkan
Anak
tidak menunjukkan gejala nyeri yang ditandai oleh ekspresi nyeri berkurang,
periode tidur nyenyak, dan ekspresi wajah relaks
Intervensi
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Kaji
kebutuhan anak untukpemberian obat analgesic setiap 3-4 jam. Pantau bila ada
kegelisahan, ekspresi wajah tegang, nafsu makan berkurang, menangis ketika
disentuh dan mendengkur
|
Pengkajian yang sering
memungkinkan perawat menentukan derajat dan tipe nyeri serta kebutuhan medikasi
anak
|
2.
Beri
obat anagesik dan narkotik sesuai program dan ajarkan anak tindakan
pengendalian rasa nyeri melalui nonfarmakologis. Evaluasi respon anak
terhadap upaya mengontrol nyeri
|
Nyeri yang timbul akibat anemia
sel sabit dapat sulit ditangani. Dokter mungkin harus mencoba beberapa tipe
obat anlgesik dan narkotik untuk mencapai respon yang diinginkan; tindakan
pengendalian nyeri nonfarmakologis dapat memperbesar upaya kontol dari
analgesik
|
3.
Lakuakn
kompres hangat pada area yang terkena setiap tiga hingga empat jam
|
Panas dapat menyebabkan
vasodilatasi yang memungkinkan sel berbentuk sabit bergerak menembus area
yang tersumbat sehingga meningkatkan rasa nyaman
|
4.
Pertahankan
anak dalam posisi yang nyaman, dengan cara sendi yang ditopang sejajar dengan
seluruh badan. Pegang ekstermitas dengan lembut dan hindari menabrak atau
mengentak tempat tidur
|
Pengaturan posisi yang benar
meningkatkan rasa nyaman pada sendi yang terasa nyeri
|
Diagnosis
Keperawatan
Resiko
infeksi yang berhubungan dengan pembentukan sabit pada sel dan infark splenik.
Hasil yang
diharapkan
Anak
tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi yang ditandai oleh suhu tubuh kurang dari
37,8ºC tidak ada batuk dan sel darah putih sesuai usia
Intervensi
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Isolasi
anak dari seluruh sumber infeksi yang diketahui
|
Anak rentan terhadap infeksi
karena ketidak mampuan limpa untuk menyaring bakteri sebagai akibat infark
|
2.
Pantau
suhu tubuh anak setiap 4 jam
|
Peningkatan suhu meningkatkan
infeksi
|
3.
Periksa
catatan imunisasi anak dan berikan vaksinasi, sesuai program
|
Anak dengan anemia sel sabit
dapat mengalami peningkatan kerantanan yang khas terhadap infeksi Pneumococcus dan Haemophilus influenza, yang harus menerima imunisasi yang
dijadwalkan.
|
4.
Beri
antibiotic sesuai program
|
Melawan dan mencegah infeksi
|
5.
Sediakan
diet tinggi kalori, tinggi protein,. Pemberian makanan sedikit tapi sering
|
Membantu anak melawan infeksi
dan membantu pertumbuhan dan perkembangan.
|
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN
LEUKEMIA
Leukemia adalah neoplasma akut
atau kronis dari sel-sel pembentuk darah dalam sumsum tulang dan limfa (Reeves,
2001). Sifat khas leukemia adalah proliferasi tidak teratur atau akumulasi sel
darah putih dalam sumsum tulang, menggantikan elemen sumsum tulang normal.
Proliferasi juga terjadi di hati, limpa, dan nodus limfatikus. Terjadi invasi
organ non hematologis seperti meninges, traktus gastrointestinal, ginjal, dan
kulit.
Leukemia limfositik akut (LLA)
sering terjadi pada anak-anak. Leukemia tergolong akut bila ada proliferasi
blastosit (sel darah yang masih muda) dari sumsum tulang.
Etiologi
Penyebab LLA sampai sekarang belum jelas, namun kemungkinan
besar karena virus (virus onkogenik).
Faktor lain yang berperan antara
lain:
1.
Faktor eksogen seperti sinar X, sinar radioaktif, dan
bahan kimia (benzol, arsen, preparat sulfat), infeksi (virus dan bakteri).
2. Faktor
endogen seperti ras
3.
Faktor konstitusi seperti kelainan kromosom, herediter
(kadang-kadang dijumpai kasus leukemia pada kakak-adik atau kembar satu telur).
Pengkajian
1.
Kaji adanya tanda-tanda anemia :
- Pucat, lemah, sesak, nafas cepat
- Pucat, lemah, sesak, nafas cepat
2.
Kaji adanya tanda-tanda leucopenia : demam, infeksi
3.
Kaji adanya tanda-tanda trombositopenia :
- Ptechiae
- Purpura
- Perdarahan membran mukosa
- Ptechiae
- Purpura
- Perdarahan membran mukosa
4.
Kaji adanya tanda-tanda invasi ekstra medulola :
- Limfadenopati
- Hepatomegali
- Splenomegali
- Limfadenopati
- Hepatomegali
- Splenomegali
5.
Kaji adanya pembesaran testis
6. Kaji
adanya :
1).Hematuria
2).Hipertensi
3).Gagal ginjal
4).Inflamasi disekitar rektal
5).Nyeri (Suriadi,R dan Rita Yuliani,2001 : 178)
1).Hematuria
2).Hipertensi
3).Gagal ginjal
4).Inflamasi disekitar rektal
5).Nyeri (Suriadi,R dan Rita Yuliani,2001 : 178)
Diagnosa
Keperawatan
1. Resiko infeksi
berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
Tujuan:
Anak tidak mengalami gejala-gejala infeksi
Intervensi:
Intervensi
|
Rasional
|
1. Pantau
suhu dengan teliti
|
untuk mendeteksi kemungkinan infeksi |
2. Tempatkan
anak dalam ruangan khusus
|
untuk meminimalkan terpaparnya anak dari sumber infeksi
|
3. Anjurkan
semua pengunjung dan staff rumah sakit untuk menggunakan teknik mencuci
tangan dengan baik
|
untuk meminimalkan pajanan pada organisme infektif
|
4. Gunakan
teknik aseptik yang cermat untuk semua prosedur invasive
|
untuk mencegah kontaminasi silang/menurunkan resiko infeksi
|
5. Evaluasi
keadaan anak terhadap tempat-tempat munculnya infeksi seperti tempat
penusukan jarum, ulserasi mukosa, dan masalah gigi
|
untuk intervensi dini penanganan infeksi
|
6. Inspeksi
membran mukosa mulut. Bersihkan mulut dengan baik
|
rongga mulut adalah medium yang baik untuk pertumbuhan
organisme
|
7. Berikan
periode istirahat tanpa gangguan
|
menambah energi untuk penyembuhan dan regenerasi seluler
|
8. Berikan
diet lengkap nutrisi sesuai usia
|
untuk mendukung pertahanan alami tubuh
|
9. Berikan
antibiotik sesuai ketentuan
|
diberikan sebagai profilaktik atau mengobati infeksi khusus
|
Diagnosis Keperawatan
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia
Tujuan: terjadi peningkatan toleransi aktifitas
Tujuan: terjadi peningkatan toleransi aktifitas
Intervensi:
Intervensi
|
Rasional
|
1. Evaluasi
laporan kelemahan, perhatikan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dala
aktifitas sehari-hari
|
menentukan derajat dan efek ketidakmampuan
|
2. Berikan
lingkungan tenang dan perlu istirahat tanpa gangguan
|
menghemat energi untuk aktifitas dan regenerasi seluler
atau penyambungan jaringan
|
3. Kaji
kemampuan untuk berpartisipasi pada aktifitas yang diinginkan atau dibutuhkan
|
Kaji kemampuan untuk berpartisipasi pada aktifitas yang diinginkan
atau dibutuhkan
|
4. Berikan
bantuan dalam aktifitas sehari-hari dan ambulasi
|
memaksimalkan sediaan energi untuk tugas perawatan diri
|
Diagnosis Keperawatan
Resiko terhadap
cedera/perdarahan yang berhubungan dengan penurunan jumlah trombosit
Tujuan:
klien tidak menunjukkan bukti-bukti perdarahan
Intervensi:
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Gunakan semua tindakan untuk mencegah
perdarahan khususnya pada daerah ekimosis
|
perdarahan memperberat kondisi anak dengan adanya anemia
|
2.
Cegah ulserasi oral dan rectal
|
kulit yang luka cenderung untuk berdarah
|
3.
Gunakan jarum yang kecil pada saat
melakukan injeksi
|
untuk mencegah perdarahan
|
4.
Menggunakan sikat gigi yang lunak dan
lembut
|
untuk mencegah perdarahan
|
5.
Laporkan setiap tanda-tanda perdarahan
(tekanan darah menurun, denyut nadi cepat, dan pucat
|
untuk memberikan intervensi dini dalam mengatasi perdarahan
|
6.
Hindari obat-obat yang mengandung aspirin
|
karena aspirin mempengaruhi fungsi trombosit
|
7.
Ajarkan orang tua dan anak yang lebih
besar ntuk mengontrol perdarahan hidung
|
untuk mencegah perdarahan |
Diagnosis Keperawatan
Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah
Tujuan: - Tidak terjadi kekurangan volume cairan
Tujuan: - Tidak terjadi kekurangan volume cairan
-
Pasien tidak mengalami mual dan muntah
Intervensi:
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Berikan antiemetik awal sebelum
dimulainya kemoterapi
|
untuk mencegah mual dan muntah
|
2.
Berikan antiemetik secara teratur
pada waktu dan program kemoterapi
|
untuk mencegah episode berulang
|
3.
Kaji respon anak terhadap anti emetik
|
karena tidak ada obat antiemetik yang secara umum berhasil
|
4.
Hindari memberikan makanan yang
beraroma menyengat
|
bau yang menyengat dapat menimbulkan mual dan muntah
|
5.
Anjurkan makan dalam porsi kecil tapi
sering
|
karena jumlah kecil biasanya ditoleransi dengan baik
|
6.
Berikan cairan intravena sesuai
ketentuan
|
untuk mempertahankan hidrasi |
Diagnosis
Keperawatan
Perubahan membran mukosa mulut :
stomatitis yang berhubungan dengan efek samping agen kemoterapi
Tujuan:
pasien tidak mengalami mukositis oral
Intervensi:
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Inspeksi
mulut setiap hari untuk adanya ulkus oral
|
untuk mendapatkan tindakan yang
segera
|
2.
Hindari
mengukur suhu oral
|
untuk mencegah trauma
|
3.
Gunakan
sikat gigi berbulu lembut, aplikator berujung kapas, atau jari yang dibalut
kasa
|
untuk menghindari trauma
|
4.
Berikan
pencucian mulut yang sering dengan cairan salin normal atau tanpa larutan
bikarbonat
|
untuk menuingkatkan penyembuhan
|
5.
Gunakan
pelembab bibir
|
untuk menjaga agar bibir tetap
lembab dan mencegah pecah-pecah (fisura)
|
6.
Hindari
penggunaan larutan lidokain pada anak kecil
|
karena bila digunakan pada faring, dapat menekan refleks muntah yang
mengakibatkan resiko aspirasi dan dapat menyebabkan kejang |
7.
Berikan
diet cair, lembut dan lunak
|
agar makanan yang masuk dapat
ditoleransi anak
|
8.
Inspeksi
mulut setiap hari
|
untuk mendeteksi kemungkinan
infeksi
|
9.
Dorong
masukan cairan dengan menggunakan sedotan
|
untuk membantu melewati area
nyeri
|
10. Hindari penggunaa swab
gliserin, hidrogen peroksida dan susu magnesia
|
dapat mengiritasi jaringan yang
luka dan dapat membusukkan gigi, memperlambat penyembuhan dengan memecah
protein dan dapat mengeringkan mukosa
|
11. Berikan obat-obat anti infeksi
sesuai ketentuan
|
untuk mencegah atau mengatasi
mukositis
|
12. Berikan analgetik
|
untuk mengendalikan nyeri
|
Diagnosis
Keperawatan
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan anoreksia, malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi
dan atau stomatitis
Tujuan
:
pasien mendapat nutrisi yang adekuat
Intervensi
:
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Dorong
orang tua untuk tetap rileks pada saat anak makan
|
jelaskan bahwa hilangnya nafsu
makan adalah akibat langsung dari mual dan muntah serta kemoterapi
|
2.
Izinkan
anak memakan semua makanan yang dapat ditoleransi, rencanakan unmtuk
memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan anak meningkat
|
untuk mempertahankan nutrisi
yang optimal
|
3.
Berikan
makanan yang disertai suplemen nutrisi gizi, seperti susu bubuk atau suplemen
yang dijual bebas
|
untuk memaksimalkan kualitas
intake nutrisi
|
4.
Izinkan
anak untuk terlibat dalam persiapan dan pemilihan makanan
|
untuk mendorong agar anak mau
makan
|
5.
Dorong
masukan nutrisi dengan jumlah sedikit tapi sering
|
Dorong masukan nutrisi dengan
jumlah sedikit tapi sering
|
6.
Dorong
pasien untuk makan diet tinggi kalori kaya nutrient
|
kebutuhan jaringan metabolik
ditingkatkan begitu juga cairan untuk menghilangkan produk sisa suplemen
dapat memainkan peranan penting dalam mempertahankan masukan kalori dan
protein yang adekuat
|
7.
Timbang
BB, ukur TB dan ketebalan lipatan kulit trisep
|
membantu dalam mengidentifikasi
malnutrisi protein kalori, khususnya bila BB dan pengukuran antropometri
kurang dari normal
|
Diagnosis
Keperawatan
Nyeri
yang berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia
Tujuan : pasien tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun sampai tingkat yang dapat diterima anak
Intervensi
Tujuan : pasien tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun sampai tingkat yang dapat diterima anak
Intervensi
Intervensi
|
Rasional
|
1. Mengkaji tingkat nyeri dengan
skala 0 sampai 5
|
informasi
memberikan data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan atau keefektifan
intervensi
|
2. Jika mungkin, gunakan prosedur-prosedur
(misal pemantauan suhu non invasif, alat akses vena
|
untuk
meminimalkan rasa tidak aman
|
3. Evaluasi efektifitas penghilang
nyeri dengan derajat kesadaran dan sedasi
|
untuk menentukan
kebutuhan perubahan dosis. Waktu pemberian atau obat
|
4. Lakukan teknik pengurangan
nyeri non farmakologis yang tepat
|
sebagai analgetik
tambahan
|
5. Berikan obat-obat anti nyeri
secara teratur
|
untuk mencegah
kambuhnya nyeri
|
Diagnosis keperawatan
Kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan pemberian agens kemoterapi, radioterapi, imobilitas
Tujuan :
pasien meimpertahankan integritas kulit
Intervensi
Intervensi
Intervensi
|
Rasional
|
a. Berikan perawatan kulit yang
cemat, terutama di dalam mulut dan daerah perianal
|
karena area ini
cenderung mengalami ulserasi
|
b. Ubah posisi dengan sering
|
untuk merangsang
sirkulasi dan mencegah tekanan pada kulit
|
c. Mandikan dengan air hangat dan
sabun ringan
|
mempertahankan
kebersihan tanpa mengiritasi kulit
|
d. Kaji kulit yang kering terhadap
efek samping terapi kanker
|
efek kemerahan
atau kulit kering dan pruritus, ulserasi dapat terjadi dalam area radiasi
pada beberapa agen kemoterapi
|
e. Anjurkan pasien untuk tidak
menggaruk dan menepuk kulit yang kering
|
membantu mencegah
friksi atau trauma kulit
|
f. Dorong masukan kalori protein
yang adekuat
|
untuk mencegah keseimbangan nitrogen yang
negative |
BAB V
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN
TALASEMIA
Thalasemia adalah sekelompok
penyakit keturunan yang merupakan akibat dari ketidakseimbangan pembuatan salah
satu dari keempat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin (medicastore,
2004).
Penyebabnya adalah
Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta, yang diperlukan
dalam pembentukan hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen cacat yang diturunkan
secara resesif dari kedua orang tua.
Klasifikasi
Secara molekuler, talasemia
dibedakan atas:
1. Talasemia
alfa (gangguan pembentukan rantai alfa)
2. Talasemia
beta ( gangguan pembentukan rantai beta)
3. Talasemia
beta-delta (gangguan pembentukan rantai beta dan delta)
4. talasemia
delta (gangguan pembentukan rantai delta).
Secara kinis, talasemia dibagi
dalam 2 golongan, yaitu:
1. Talasemia
mayor (bentuk homozigot), memiliki 2 gen cacat, memberikan gejala klinis yang
jelas.
2. Talasemia
minor, dimana seseorang memiliki 1 gen cacat dan biasanya tidak memberikan
gejalaklinis
Manifestasi Klinik
Pada talasemia mayor, terjadi anemia berat tipe mikrositik dengan pembesaran pada hati dan limpa. Muka mongoloid, pertumbuhan badan kurang sempurna (pendek), perubahan pada tulang karena hiperaktifitas sumsum merah berupa deformitas dan fraktur spontan (terutama tulang panjang). Dapat pula mengakibatkan pertumbuhan berlebihan tulang frontal, zigomatik dan maksilaris. Pertumbuhan gigi biasanya buruk. IQ kurang baik apabila tidak mendapat tranfusi darah secara teratur dan menaikan kadar Hb. Anemia biasanya mulai muncul pada usia 3 bulan dan jelas pada usia 2 tahun.
Gejala
lain pada penderita thalassemia adalah jantung mudah berdebar-debar. Hal ini
karena tugas hemoglobin membawa oksigen ke seluruhtubuh. Pada thalassemia, karena
oksigen yang dibawa hemoglobin kurang, maka jantung juga akan berusaha bekerja
lebih keras, sehingga jantung penderita akan mudah berdebar-debar. Lama
kelamaan, jantung akan bekerja lebih keras, sehingga cepat lelah. Akibatnya
terjadi lemah jantung. "Limpa penderita juga bisa menjadi besar, karena
penghancuran darah merah terjadi di sana." Selain itu, sumsum tulang juga
bekerja lebih keras, karena berusaha mengkompensir kekurangan hemoglobin.
Akibatnya, tulang menjadi tipis dan rapuh. Jika kerusakan tulang terjadi pada
tulang muka, misalnya, pada tulang hidung, maka bentuk muka pun akan berubah.
Batang hidung menjadi hilang/melesak ke dalam (facies cooley). "Ini
merupakan salah satu tanda khas penderita thalassemia."
Prognosis
Thalasemia beta homozigot umumnya meninggal pada usia muda dan jarang mencapai usia dekade ke-3, walaupun digunakan antibiotik untuk mencegah infeksi dan pemberian chelating agent untuk mengurangi hemosiderosis (harga mahal). Di negara maju dengan fasilitas tranfusi yang cukup dan perawatan dengan chelating agents yang baik, usia dapat mencapai dekade ke-5 dan kualitas hidup yang lebih baik.
Penatalaksanaan
Pemberian tranfusi darah berupa sel darah merah diberikan jika kadar Hb telah rendah (kurang dari 6 g%) atau bila anak mengeluh tidak mau makan dan lemah sampai kadar Hb sekitar 11 g/dl. Kadar setinggi ini akan mengurangi kegiatan hemopoesis yang berlebihan dalam sumsum tulang dan juga mengurangi absorsi Fe dari traktus digestivus. Sebaiknya darah tranfusi tersimpan kurang dari 7 hari dan mengandung leukosit serendah-rendahnya.
Pemberian tranfusi darah berupa sel darah merah diberikan jika kadar Hb telah rendah (kurang dari 6 g%) atau bila anak mengeluh tidak mau makan dan lemah sampai kadar Hb sekitar 11 g/dl..
Pemeriksaan Penunjang
Pada talasemia mayor:
Darah
tepi di dapatkan gambaran hipokrom mikrositik, anisositosis, poikilositosis dan
aanya sel target; jumlah retikulosit meningkat serta adanya sel seri eritrosit
muda (normoblas). Hb rendah, resistensi osmotik patologis. Nilai eritrosit
rata-rata (MC), volume eritrosit rata-rata (VER/MCV), hemoglobin eritrosit
rata-rata (HER/MCH) dan konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata (KHER/MCMC)
menurun. Jumlah leukosit normal atau meningkat. Kadar besi dalam serum normal
atau meningkat. Kadar bilirubin dalam serum meningkat. SGOT dan SGPT dapat
meningkat karena kerusakan parenkim hati oleh hemosiderosis.
Pada thalasemia minor:
Kadar
Hb bervariasi. Gambaran darah tepi dapat menyerupai thalasemia mayor atau hanya
sebagian. Nilai VER dan HER biasanya menurun, sedangkan KHER biasanya normal.
Resistensi osmotik meningkat.
BAB VI
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN
ANEMIA APLASTIK
Anemia
aplastik adalah anemia yang disebabkan terhentinya pembuatan sel darah oleh
sumsum tulang (kerusakan susum tulang). (Ngastiyah.1997.Hal:359)
Etiologi
a.
Faktor congenital : sindrom fanconi yang biasanya
disertai kelainan bawaan lain seperti mikrosefali, strabismus, anomali jari,
kelainan ginjal dan lain sebagainya.
b.
Faktor didapat
-
Bahan kimia : benzene, insektisida, senyawa As, Au, Pb.
-
Obat : kloramfenikol, mesantoin (antikonvulsan),
piribenzamin (antihistamin), santonin-kalomel, obat sitostatika (myleran,
methrotrexate, TEM, vincristine, rubidomycine dan sebagainya), obat anti tumor
(nitrogen mustard), anti microbial.
-
Radiasi : sinar roentgen, radioaktif.
-
Faktor individu : alergi terhadap obat, bahan kimia dan
lain – lain.
-
Infeksi : tuberculosis milier, hepatitis dan lain –
lain.
-
Keganasan , penyakit ginjal, gangguan endokrin, dan
idiopatik. (Mansjoer.2005.Hal:494)
Pengkajian
a. Aktivitas / Istirahat
·
Keletihan, kelemahan otot, malaise umum
·
Kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak
·
Takikardia, takipnea ; dipsnea pada saat
beraktivitas atau istirahat
·
Letargi, menarik diri, apatis, lesu dan kurang
tertarik pada sekitarnya
·
Ataksia, tubuh tidak tegak
·
Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat
dan tanda – tanda lain yang menunjukkan keletihan
b. Sirkulasi
·
Riwayat kehilangan darah kronis, mis :
perdarahan GI
·
Palpitasi (takikardia kompensasi)
·
Hipotensi postural
·
Disritmia : abnormalitas EKG mis : depresi
segmen ST dan pendataran atau depresi gelombang T
·
Bunyi jantung murmur sistolik
·
Ekstremitas : pucat pada kulit dan membrane
mukosa (konjungtiva, mulut, faring, bibir) dan dasar kuku
·
Sclera biru atau putih seperti mutiara
·
Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran
darah ke perifer dan vasokonsriksi kompensasi)
·
Kuku mudah patah, berbentuk seperti sendok
(koilonikia)
·
Rambut kering, mudah putus, menipis
C. Eliminasi
·
Riwayat pielonefritis, gagal ginjal
·
Flatulen, sindrom malabsorpsi
·
Hematemesis, feses dengan darah segar, melena
·
Diare atau konstipasi
·
Penurunan haluaran urine
·
Distensi abdomen
D. Makanan / cairan
·
Penurunan masukan diet
·
Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus
pada faring)
·
Mual/muntah, dyspepsia, anoreksia
·
Adanya penurunan berat badan
·
Membrane mukusa kering,pucat
·
Turgor kulit buruk, kering, tidak elastic
·
Stomatitis
·
Inflamasi bibir dengan sudut mulut pecah
E. Neurosensori
·
Sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo,
tinnitus, ketidakmampuan berkonsentrasi
·
Insomnia, penurunan penglihatan dan bayangan
pada mata
·
Kelemahan, keseimbangan buruk, parestesia tangan
/ kaki
·
Peka rangsang, gelisah, depresi, apatis
·
Tidak mampu berespon lambat dan dangkal
·
Hemoragis retina
·
Epistaksis
·
Gangguan koordinasi, ataksia
F. Nyeri/kenyamanan
·
Nyeri abdomen samar, sakit kepala
G. Pernapasan
·
Napas pendek pada istirahat dan aktivitas
·
Takipnea, ortopnea dan dispnea
Diagnosa Keperawatan
Perubahan perusi jaringan berhubungan dengan
penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen / nutrisi
ke sel.
Tujuan : setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam anak menunjukkan perfusi yang adekuatKriteria Hasil :
·
Tanda-tanda vital stabil
·
Membran mukosa berwarna merah muda
·
Pengisian kapiler
·
Haluaran urine adekuat
Intervensi :
Intervensi
|
Rasional
|
1. Ukur
tanda-tanda vital, observasi pengisian kapiler, warna kulit/membrane mukosa,
dasar kuku
|
memberikan informasi tentang keadekuatan
perfusi jaringan dan membantu kebutuhan intervensi.
|
2. Auskultasi
bunyi napas
|
dispnea, gemericik menunjukkan CHF karena
regangan jantung lama/peningkatan kopensasi curah jantung.
|
3. Observasi
keluhan nyeri dada, palpitasi
|
iskemia seluler mempengaruhi jaringan miokardial/potensial resiko infark. |
4. Evaluasi
respon verbal melambat, agitasi, gangguan memori, bingung
|
mengindikasikan gangguan perfusi serebral karena
hipoksia
|
5.
Evaluasi keluhan dingin, pertahankan suhu lingkungan
dan tubuh supaya tetap hangat.
|
vasokonstriksi (ke organ vital) menurunkan
sirkulasi perifer
|
6.
Observasi hasil pemeriksaan laboratorium darah
lengkap
|
mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan/respons terhadap
terapi. |
7.
Berikan transfusi darah lengkap/packed sesuai
indikasi
|
meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen, memperbaiki defisiensi untuk
mengurangi resiko perdarahan |
8. Berikan
oksigen sesuai indikasi
|
memaksimalkan transpor oksigen ke jaringan |
9.
Siapkan intervensi pembedahan sesuai indikasi.
|
transplantasi sumsum tulang dilakukan pada
kegagalan sumsum tulang/ anemia aplastik.
|
Diagnosis Keperawatan
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna
makanan / absorpsi nutrisi yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah
(SDM) normal.
Tujuan : setelah dilakukan
tindakan keperawatan 3 x 24 jam anak mampu mempertahankan berat badan yang
stabilKriteria hasil :
·
Asupan nutrisi adekuat
·
Berat badan normal
·
Nilai laboratorium dalam batas normal Albumin :
4 – 5,8 g/dL
·
Hb : 11 – 16 g/dL
·
Ht : 31 – 43 %
·
Trombosit : 150.000 – 400.000 µL
·
Eritrosit : 3,8 – 5,5 x 1012
Intervensi :
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Observasi
dan catat masukan makanan anak
|
mengawasi masukan kalori atau kualitas
kekurangan konsumsi makanan |
2.
Berikan
makanan sedikit dan frekuensi sering
|
makan sedikit dapat menurunkan kelemahan
dan meningkatkan asupan nutrisi |
3.
Observasi
mual / muntah, flatus.
|
gajala GI menunjukkan efek anemia
(hipoksia) pada organ |
4.
Bantu anak
melakukan oral higiene, gunakan sikat gigi yang halus dan lakukan penyikatan
yang lembut
|
meningkatkan napsu makan dan pemasukan
oral. Menurunkan pertumbuhan bakteri, meminimalkan kemungkinan infeksi.
Teknik perawatan mulut diperlukan bila jaringan rapuh/luak/perdarahan. |
5.
Observasi
pemeriksaan laboratorium : Hb, Ht, Eritrosit, Trombosit, Albumin
|
mengetahui efektivitas program pengobatan,
mengetahui sumber diet nutrisi yang dibutuhkan |
6. Berikan diet halus rendah serat, hindari makanan
pedas atau terlalu asam sesuai indikasi
|
bila ada lesi oral, nyeri membatasi tipe
makanan yang dapat ditoleransi anak. |
7.
Berikan
suplemen nutrisi mis : ensure, Isocal
|
meningkatkan masukan protein dan kalori. |
Konstipasi atau diare berhubungan dengan
penurunan masukan diet; perubahan proses pencernaan.
Tujuan : setelah dilakukan
tindakan keperawatan 3 x 24 jam anak menunjukan perubahan pola defekasi yang
normal.Kriteria hasil :
·
Frekuensi defekasi 1x setiap hari
·
Konsistensi feces lembek, tidak ada lender /
darah
·
Bising
usus dalam batas normal
Intervensi :
Intervensi
|
Rasional
|
1. Observasi warna feces, konsistensi, frekuensi dan jumlah.
|
membantu mengidentifikasi penyebab / factor
pemberat dan intervensi yang tepat |
2. Auskultasi bunyi usus.
|
bunyi usus secara umum meningkat pada diare
dan menurun pada konstipasi. |
3. Hindari makanan yang menghasilkan gas.
|
menurunkan distensi abdomen |
4. Berikan diet tinggi serat
|
serat menahan enzim pencernaan dan
mengabsorpsi air dalam alirannya sepanjang traktus intestina |
5. Berikan pelembek feces, stimulant ringan, laksatif
sesuai indikasi.
|
mempermudah defekasi bila konstipasi
terjadi |
6. Berikan obat antidiare mis : difenoxilat
hidroklorida dengan atropine (lomotil) dan obat pengabsorpsi air mis
Metamucil.
|
menurunkan motilitas usus bila diare
terjadi |
Intoleran aktivitas berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.
Tujuan : setelah dilakukan
tindakan keperawatan 3 x 24 jam anak melaporkan peningkatan toleransi
aktivitas.Kriteria hasil :
·
Tanda – tanda vital dalam batas normal
·
Anak bermain dan istirahat dengan tenang
·
Anak melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuan
·
Anak tidak menunjukkan tanda – tanda keletihan
Intervensi :
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Ukur tanda
– tanda vital setiap 8 jam
|
manifestasi kardiopulmonal dari upaya
jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan. |
2.
Observasi
adanya tanda – tanda keletihan : takikardia, palpitasi, dispnea, pusing,
kunang – kunang, lemas, postur loyo, gerakan lambat dan tegang
|
membantu menetukan intervensi yang tepat |
3.
Bantu anak
dalam aktivitas diluar batas toleransi anak.
|
mencegah kelelahan |
4.
Berikan
aktivitas bermain pengalihan sesuai toleransi anak
|
meningkatkan istirahat, mencegah kebosanan
dan menarik diri |
Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan daya
tahan tubuh sekunder leucopenia, penurunan granulosit (respons inflamasi
tertekan).
Tujuan: setelah dilakukan
tindakan keperawatan 3 x 24 jam infek tidak terjadi.Kriteria Hasil :
·
Tanda – tanda vital dalam batas normal
·
Leukosit dalam batas normal
·
Keluarga menunjukkan perilaku pencegahan infeksi
pada anak
Intervensi
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Ukur tanda
– tanda vital setiap 8 jam.
|
demam mengindikasikan terjadinya infeksi. |
2.
Tempatkan
anak di ruang isolasi bila memungkinkan dan beri tahu keluarga supaya
menggunakan masker saat berkunjung
|
mengurangi resiko penularan mikroorganisme
kepada anak. |
3. Pertahankan teknik aseptik pada setiap prosedur
perawatan.
|
mencegah infeksi nosokomial |
4.
Observasi
hasil pemeriksaan leukosit.
|
lekositosis mengidentifikasikan terjadinya
infeksi dan leukositopenia mengidentifikasikan penurunan daya tahan tubuh dan
beresiko untuk terjadi infeksi |
a.
Mempertahankan perfusi jaringan adekuat
b.
Mempertahankan asupan nutrisi adekuat dan berat badan
stabil
c.
Menunjukkan pola defekasi normal
d.
Mengalami peningkatan toleransi aktivitas
e.
Infeksi tidak terjadi
BAB
VII
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN IDIOPATIK TROMBOSITOPENIK PURPURA
ITP
adalah suatu keadaan perdarahan berupa petekie atau ekimosis di kulit / selaput
lendir dan berbagai jaringan dengan penurunan jumlah trombosit karena sebab
yang tidak diketahui. (ITP pada anak tersering terjadi pada umur 2 – 8 tahun),
lebih sering terjadi pada wanita.
ETIOLOGI
- Penyebab pasti belum diketahui (idiopatik).
- Tetapi kemungkinan akibat dari:
·
Hipersplenisme
·
Infeksi virus.
·
Intoksikasi makanan / obat (asetosal
para amino salisilat (PAS). Fenil butazon, diamokkina, sedormid).
·
Bahan kimia.
·
Pengaruh fisi (radiasi, panas).
·
Kekurangan factor pematangan
(malnutrisi).
·
Koagulasi intra vascular
diseminata CKID.
·
Autoimnue.
JENIS ITP
Akut.
·
Awalnya dijumpai trombositopenia pada
anak.
·
Jumlah trombosit kembali normal dalam 6 bulan
setelah diagnosis (remisi spontan).
·
Tidak dijumpai kekambuhan berikutnya.
Kronik
·
Awitan tersembunyi dan berbahaya.
·
Jumlah trombosit tetap di bawah normal
selama penyakit.
·
Bentuk ini terutama pada orang dewasa.
Kambuhan
·
Mula-mula terjadi trombositopenia.
·
Relaps berulang.
·
Jumlah trombosit kembali normal diantara
waktu kambuh.
PENGKAJIAN
a. Asimtomatik
sampai jumlah trombosit menurun di bawah 20.000.
b. Tanda-tanda perdarahan.
c. Perdarahan
berlebih setelah prosedur bedah.
d. keletihan,
kelemahan, malaise umum.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Gangguan
pemenuhan nutrisi dan cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia.
TUJUAN :
Menghilangkan mual dan muntah
Kriteria standar:
Menunjukkan berat badan stabi
INTERVENSI KEPERAWATAN
Intervensi
|
Rasional
|
Berikan nutrisi yang adekuat
secara kualitas maupun kuantitas.
|
Rasional : mencukupi kebutuhan kalori
setiap hari.
|
Berikan makanan dalam porsi
kecil tapi sering.
|
porsi lebih kecil dapat
meningkatkan masukan yang sesuai dengan kalori
|
Pantau pemasukan makanan dan
timbang berat badan setiap hari.
|
anoreksia dan kelemahan dapat
mengakibatkan penurunan berat badan dan malnutrisi yang serius.
|
Lakukan konsultasi dengan ahli
diet.
|
sangat bermanfaat dalam
perhitungan dan penyesuaian diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien.
|
Libatkan keluarga pasien dalam
perencanaan makan sesuai dengan indikasi
|
meningkatkan rasa
keterlibatannya, memberikan informasi pada keluarga untuk memahami kebutuhan
nutrisi pasien.
|
Diagnosis keperawatan
Perubahan
perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan
untuk pengiriman oksigen dan nutrisi ke sel
Tujuan:
Tekanan darah normal; Pengisian kapiler baik ;
Kriteria standart: Menunjukkan
perbaikan perfusi yang dibuktikan dengan TTV stabil
Intervensi keperawatan:
Intervensi
|
Rasional
|
Awasi
TTV, kaji pengisian kapiler.
|
memberikan
informasi tentang derajat/ keadekuatan perfusi jaringan dan membantu
menentukan kebutuhan intervensi
|
Tinggikan
kepala tempat tidur sesuai toleransi
|
meningkatkan
ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler
|
Kaji
untuk respon verbal melambat, mudah terangasang.
|
dapat
mengindikasikan gangguan fungsi serebral karena hipoksia.
|
Awasi
upaya parnafasan, auskultasi bunyi nafas.
|
dispne
karena regangan jantung lama / peningkatan kompensasi curah jantung.
|
Diagnosis
Keperawatan :
Gangguan
pemenuhan kebutuhan oksigen berhubungan dengan penurunan kapasitas pembawa
oksigen darah.
Tujuan:
Mengurangi distress pernafasan.
Criteria standart:
Mempertahankan pola pernafasan normal / efektif
Intervensi keperawatan:
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji /
awasi frekuensi pernafasan, kedalaman dan irama
|
perubahan
(seperti takipnea, dispnea, penggunaan otot aksesoris) dapat menindikasikan
berlanjutnya keterlibatan / pengaruh pernafasan yang membutuhkan upaya
intervensi
|
Tempatkan
pasien pada posisi yang nyaman
|
memaksimalkan
ekspansi paru, menurunkan kerja pernafasan dan menurunkan resiko aspirasi
|
Beri
posisi dan Bantu ubah posisi secara periodic
|
meningkatkan
areasi semua segmen paru dan mobilisasikan sekresi
|
Bantu
dengan teknik nafas dalam.
|
membantu
meningkatkan difusi gas dan ekspansi jalan nafas kecil.
|
Diagnosis
Keperawatan
Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
Tujuan:
Meningkatkan partisipasi dalam aktivitas.
Kriteria standart: Menunjukkan
peningkatan toleransi aktivitas.
Intervensi keperawatan:
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji
kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas normal, catat laporan kelemahan,
keletihan
|
mempengaruhi
pilihan intervensi
|
Awasi
TD, nadi, pernafasan
|
manifestasi
kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk emmbawa jumlah oksigen ke
jaringan
|
Berikan
lingkungan tenang
|
meningkatkan
istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh
|
Ubah
posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing
|
hipotensi
postural / hipoksin serebral menyebabkan pusing, berdenyut dan peningkatan
resiko cedera
|
Daftar
Pustaka
- Speer, Kathleen Morgan.2007.Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik Edisi 3.Jakarta : EGC
- Aman, Adi Kusuma. 2003. Klasifikasi etiologi dan aspek laboratorik pada anemi hematolik. Digitized by USU digital library. Diakses 25 Maret 2007)
- Doenges, Marilynn E., Moorhouse, Mary Frances & Geissler, Alice C. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
- Kosasih, E.N. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
- Mansjoer, Arif dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius.
- Price, Sylvia A & Lorraine M Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Buku 1. Edisi 4. Jakarta: EGC.
- Smeltzer, Suzanne C. & Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Volume 2. Jakarta: EGC.
- Staf Pengajar IKA FK-UI. 2002. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 1. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak.
- Muttaqin,
Arif.2009.Asuhan Keperawatan Klien
dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular dan Hematologi.Jakarta : Salemba
Merdeka.