Anatomi Fisiologi Endokrin
Pada umumnya, sistem hormonal terutama berhubungan
dengan pengaturan berbagai fungsi metabolisme tubuh, mengatur kecepatan reaksi
kimia di dalam sel-sel tau transport zat-zat melalui membran sel atau
aspek-aspek metabolisme sel lainnya, seperti pertumbuhan dan sekresi.
Sistem endokrin mempunyai
lima fungsi umum :
-
Membedakan system saraf pusat dan system refroduktif pada janin
yang bisa berkembang
-
Menstimulasi urutan perkembangan
-
Mengkoordinasi system refroduktif
-
Memelihara lingkungan internal optimal
-
Melakukan respon korektif dan adatif ketika terjadi situasi
darurat
Peran Kelenjar Hipotalamus
dan Kelenjar Hipofisis
Dua
kelenjar endokrin yang utama adalah hipotalamus dan hipfise. Aktivitas endokrin
dikontrol secara langsung dan tak langsung oleh hipotalamus, yang menghubungkan
system persarafan dengan system endokrin. Dalam berspon terhadap input dari
area lain dalam otak dan dari hormone dalam darah, neuron dalam hipotalamus
mensekresi beberapahormon releasing dan inhibiting. Hormonini bekerja pada sel
– selspesifik dalam kelenjar pituitariyang mengatur pembentukan dan sekresi
hormone hipofise. Hipotalamus dan kelenjar hipofise dihubungkan oleh
infundibulum.
Hormon yang disekresi dari
setiap kelenjar endokrin dan kerja dari masing – masing hormone. Bahwa setiap
hormone yang mempengaruhi organ dan jaringan terletak jauh dari tempat
kelenjarinduknya. Misalnya oksitosin ,yang dilepaskan dari lobus
posteriorkelenjar hipofise, menyebabkan kontraksi uterus. Hormon hipofise yang
mengatur sekresi hormone dari kelenjar lain disebut hormone tropic. Kelenjar
yang dipengaruhi oleh hormone disebut kelenjar target.
Sistem Umpan Balik
Kadar hormone dalam darah
juga dikontrol oleh umpan balik negatif. Manakala kadarhormon telah mencukupi
untuk menghasilkan efek yang dimaksudkan, kenaikan kadar hormone lebih jauh
dicegah oleh umpan balik negatif. Peningkatan kadar hormone mengurangi
perubahan awal yag memicu pelepasan hormon. Misalnya peningkatan sekresi ACTH
Dari kelenjar piituitari anterior merangsang peningkatan pelepasan kortisol
dari
korteks adrenal, menyebabkan
penurunan pelepasan ACTH Lebih banyak.
Kadar substansi dalam darah
selain homron juga memeicu pelepasan hormone dan dikontrol melalui system umpan
balik. Pelepasan insulin dari pulau langerhansdi pankreas didorong oleh kadar
glukosa darah.
Hormon-hormon yang dihasilkan oleh hipofisis anterior meliputi :
a)
Hormon pertumbuhan atau Growth Hormon
Hormon
pertubuhan berfungsi meningkatkan pertumbuhan dan mempengaruhi banyak fungsi
metabolisme diseluruh tubuh khususnya pembentukan protein.
Kekurangan
hormon pertumbuhan mengakibatkan Dwarfisme. Pada umumnya gambaran tubuh
berkembang satu sama lain dengan perbandingan yang sesuai, tetapi kecepatan
perkembangan sangat berkurang. Penderita dwarfisme tidak pernah melewati masa
pubertas dan tidak menyereksi hormon gonadotropin dalam jumlah yang cukup untuk
perkembangan fungsi seksual dewasa.
b)
Hormon perangsang tiroid (Tiroid Stimulating Hormon)
Hormon
ini berfungsi mengatur kecepatan sekresi tiroksin oleh kelenjar tiroid .
c)
Adenokortikotropin (ACTH)
Hormon
ini berfungsi mengatur sekresi beberapa hormon korteks adrenal, yang
selanjutnya memengaruhi metebolisme glukosa, protein, dan lemak.
d)
Prolaktin
Hormon
ini berfungsi meningkatkan perkembangan kelenjar mammae dan pembentukan susu.
e)
Follicle Stimulating Hormon
Hormon
ini berfungsi mendorong pertumbuhan dan perkembangan folikel, merangsang
sekresi estrogen dan produksi sperma pada laki-laki.
Kekurangan
hormon ini menyebabkan pada wanita amenore dan infertilitas, pada laki-laki
terjadi infertilitas dan impotensi.
f)
Luteinizing hormon (LH)
Hormon
ini berfungsi merangsang ovulasi, perkembangan korpus luteum dan sekresi
estrogen dan progesteron.
Kekurangan
gonadotropin (LH dan FSH) pada wanita pre-menopause bisa
menyebabkan: terhentinya siklus menstruasi (amenore), kemandulan ,
vagina yang kering, hilangnya beberapa ciri seksual wanita.
Pada pria, kekurangan gonadotropin menyebabkan: impotensi, pengkisutan buah zakar, berkurangnya produksi sperma sehingga terjadi kemandulan, hilangnya beberapa ciri seksual pria (misalnya pertumbuhan badan dan rambut wajah).
Pada pria, kekurangan gonadotropin menyebabkan: impotensi, pengkisutan buah zakar, berkurangnya produksi sperma sehingga terjadi kemandulan, hilangnya beberapa ciri seksual pria (misalnya pertumbuhan badan dan rambut wajah).
Hormon-hormon yang Dihasilkan oleh Kelenjar hipofisis Posterior
a)
Hormon antideuretik (ADH)
Hormon
ini berfungsi mengatur kecepatan ekskresi air dalam urin dan dengan cara ini
membantu mengatur konsentrasi air dalam tubuh.
b)
Hormon oksitosin
Berfungsi
mengkontraksi alveolus payudara sehingga membantu mengeluarkan susu dari
kelenjar mamae, mengkontraksikan uterus sehingga membantu mengeluarkan bayi
ketika melahirkan.
Konsep Dasar Hipopituitari
A. Definisi
Hipopituitari
adalah hiposekresi satu atau lebih hormon hipofisis anterior (Barbara C. Long).
Hipopituitari
mengacu kepada keadaan sekresi beberapa hormon hipofisis anterior yang sangat
rendah (Elizabeth C Erorwin).
Hipofungsi
hipofise jarang terjadi dalam setiap kelompok usia. Kondisi ini dapat mengenai
semua sel hipofise (panhipopituitarisme) atau hanya sel-sel tertentu, terbatas
pada satu subset sel-sel hipofise anterior (seperti defisiensi gonadotropik)
atau sel-sel hipofise posterior (seperti diabetes insipidus).
B.
Etiologi
Hipopititarisme dapat terjadi akibat malfungsi kelenjar hipofisis atau
hipotalamus. Penyebabnya mencakup :
a)
Infeksi atau peradangan
b)
Penyakit autoimun
c)
Tumor, misalnya dari sejenis sel penghasil hormon yang dapat
mengganggu pembentukan salah satu dari semua hormon lain..
d)
Umpan balik dari organ sasaran yang mengalami malfungsi. Misalnya,
akan terjadi penurunan sekresi TSH, dari hipofisis apabila kelenjar tiroid yang
sakit mengeluarkan HT dalam kadar yang berlebihan.
e)
Nekrosis hipoksik (kematian akibat kekurangan oksigen) hipofisis
dan hipotalamus yang terjadi karena penurunan aliran darah atau oksigenasi
dapat merusak sebagian atau semua sel penghasil hormon. Contoh dari nekrotik
hipoksik meliputi :
§ Nekrosis
postpartum ( sindrom Sheehan)
§ Cedera
kepala
§ Penyakit
vascular, sering akibat diabetes mellitus
C. Patofisiologi
Lebih
dari 90% kelenjar harus dihilangkan sebelum tanda-tanda klinis hipopituetarisma
bermanifestasi. Perubahan patologi bergantung apa penyebabnya. Pada kasus-kasus
yang disebabkan oleh nekrosis istemik, bagian awal nekrosis koagulatif diganti
oleh jaringan parut.
Efek
klinis hipopituitarisme tergantung pada apakan pasien tersebut anak-anak atau
dewasa.
Hipopituitarisme
pada anak-anak mengakibatkan kegagalan perkembangan yang porposiaonal akibat
tidak adanya hormon pertumbuhan (dwarfisme hipofisis). Anak-anak ini memiliki
kecerdasan normal dan tetap seperti anak-anak , gagal berkembang secara
seksual. Gambaran klinis dwarfisme hipofisis yang sama terjadi pada anak-anak
yang lahir dengan kelainan reseptor organ akhir terhadap hormone pertumbuhan
(dwarfisme hipofisis). Pasien memiliki kadar hormone pertumbuhan yang normal di
dalam serum.
Pada
orang dewasa, hipopituitarisme terutama ditandai dengan efek defisiensi
gonadotropin. Pada wanita, terjadi amenore dan infertilitas ; pada pria,
terjadi infertilitas dan impotensi. Defisiensi tirotropin dan kortikotropin
dapat mengakibatkan atropi tiroid dan korteks adrenal. Meskipun demikian,
penurunan sekresi tiroksin dan kortisol jarang cukup berat untuk menyebabkan
manisfestasi klinis. Defisiensi hormone pertumbuhan saja menimbulkan sedikit
kelainan pada orang dewasa.
D.
Tanda dan Gejala
Gejala hipopituitari bervariasi tergantung kepada jenis hormon apa
yang kurang.
a. Kekurangan
hormon GH
Kekurangan
hormon pertumbuhan pada dewasa biasanya menyebabkan sedikit gejala atau tidak
menyebabkan gejala; tetapi pada anak-anak bisa menyebabkan lambatnya
pertumbuhan, kadang-kadang menjadi cebol (dwarfisme). Tanda-tandanya meliputi
pertumbuhan lambat, ukuran otot dan tulang kecil, tanda-tanda seks sekunder
tidak berkembang, infertilitas, impotensi, libido menurun, nyeri senggama pada
wanita.
- Kekurangan TSH menyebabkan hipotiroidisme, yang menimbulkan gejala berupa: kebingungan, tidak tahan terhadap cuaca dingin, penambahan berat badan, sembelit, kulit kering.
- Kekurangan gonadotropin (LH dan FSH) pada wanita pre-menopause bisa menyebabkan: terhentinya siklus menstruasi (amenore), kemandulan, vagina yang kering, hilangnya beberapa ciri seksual wanita.
Pada
pria, kekurangan gonadotropin menyebabkan impotensi, pengkisutan buah zakar,
berkurangnya produksi sperma sehingga terjadi kemandulan, hilangnya beberapa
ciri seksual pria (misalnya pertumbuhan badan dan rambut wajah).
- Kekurangan hormon ADH menyebabkan diabetes insipidus gejalanya adalah : Poliuria (Urin yang dikeluarkan dalam jumlah yang banyak, bisa mencapai 5-10 liter. Urine sangat encer, berat jenis 1001-1005 atau 50-200mOsmol/kgBB.), Polidipsia (Rasa haus yang berlebihan, biasanya mencapai 10 iter cairan tiap hari, terutama membutuhkan air dingin) Penurunan berat badan, Noturia, Kelelahan, Konstipasi, Hipotensi.
E.
Pemeriksaan Diagnostik
a.
Foto tengkorak (cranium)
Dilakukan
untuk melihat kondisi sella tursika. Dapat terjadi tumor atau juga atropi.
Tidak dibutuhkan persiapan fisik secara khusus, namaun pendidikan kesehatan
tentang tujuan dan prosedur sangatlah penting.
b.
Foto tulang (osteo)
Dilakukan
untuk melihat kondisi tulang.
c.
CT Scan otak
Dilakukan
untuk melihat kemungkinan adanya tumor pada hipofisis atau hipotalamus melalui
kompeterisasi.
d.
Pemeriksaan darah dan urine
e.
Pemeriksaan kadar hormon GH
Nilai
normal 10 µg ml baik pada anak dan orang dewasa. Pada bayi dibulan-bulan
pertama kelahiran jumlahnya meningkat. Specimen adalah darah vena yang diambil
lebih kurang 5 cc.
F.
Penatalaksanaan Medik
Pemberian
obat-obatan hormonal.
Defisiensi
gonadotropin pria post pubertas diberikan androgen (testosteron). Untuk
mencapai tingkat kesuburan yang maksimal harus ditambah atau dikombinasikan
dengan HCG. HCG diberikan tiga kali seminggu dalam waktu 4-6 bulansampai kadar
testosteron normal.
Wanita
yang telah mencapai pubertas, mendapat terapi estrogen dan progesteron.
Defisiensi
hormon pertumbuhan dapat diberikan hormon pertumbuhan sintesis (eksogen).
Somatotropin (humatrop) harus diberikan sebelum epifise tulang menutup yaitu
sebelum masa pubertas.
Tindakan
Operatif
Pembedahan transphenoidalis
Pendekatan transspenoidal sering digunakan dalam melakukan reseksi
suatu adenoma sella tursika dicapai melalui sinus sphenoid dan tumor diangkat
dengan suatu mikroskop bedah. Insisi di buat antara gusi dan bibir atas.
Pendekatan inipun digunakan untuk memasang implant Y. Suatu lubang dibuat pada
durameter pada jalan masuk sella tursika. Biasanya ditutup dengan lapisan
fascia yang di ambil dari tungkai, sehingga pasien harus disiapkan untuk insisi
tungkai. Pengambilan ini dilakukan untuk mencegah bocornya cairan serebrospinal
(CSF). Kebiocoran CSF dapat terjadi beberapa hari postoperatif tapi harus
ditutup. Hidung mungkin mampet dan suatu sling perban ditempatkan di bawahnya
untuk mengabsorpsi drainase. Monitoring terhadap adanya kebocoran CSF perlu
dilakukan.
Pembedahan transfrontal
Jika tumor hipofise timbul di bawah tulang-tulang dari sella
tursika (ekstra sellar), kraniatomi dilakukakan
untuk mendapatkan suatu lapang operasi yang cukup. Tumor-tumor intraserebral
lain, penyakit-penyakit atau trauma terhadap struktur-struktur yang berdekatan
dengan hipofise dapat menyebabkan disfungsi sementara maupun permanen.
Asuhan Keperawatan Dwarfisme
A. Definisi
Dwarfisme ( cebol ) merupakan ganguan pertumbuhan somatic akibat
insufesiensi pelepasan Growth Hormone yang terjadi pada anak- anak yang telah
mencapai usia 10 tahun mempunyai perkembangan badan anak usia 4-5 tahun,
sedangkan usia 20 tahun mempunyai perkembangan badan usia 7-10 tahun. Ketika
anak-anak tersebut mencapai pubertas maka tanda-tanda seksual sekunder
genetalia eksternal gagal berkembang.
B.
Etiologi
a.
Pituitary dwarfism
Kekurangan hormon somatotropin juga kekurangan ACTH, TSH dan
gonadotropin.
b.
Primordial dwarfism
Kekurangan hormon somatotropin.
C. Patofisiologi
Pada dwarfisme terdapat defisiensi hormon pertumbuhan sehingga
hormon tidak cukup untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuh.
Regulasi
dari pertumbuhan somatic adalah membutuhkan beberapa hormon, termasuk hormon
tubuh (GH), somatedin C (insulin-like growth factor I), hormon-hormon tiroid,
insulin dan steroid-steroid seks.
D. Tanda
dan Gejala
Tanda-tanda
dwarfisme meliputi :
·
pertumbuhan lambat
·
ukuran otot dan tulang kecil
·
tanda-tanda seks sekunder tidak berkembang; tidak ada rambut
pubis, tidak ada rambut aksila, payudara tidak tumbuh, penis tidak tumbuh,
tidak mendapat haid.
·
Infertilitas
·
Impotensi
·
libido menurun
·
nyeri senggama pada wanita.
E.
Pemeriksaan Penunjang
Defisiensi hormon tumbuh sering tersembunyi (cryptic) dan hanya
bisa diketahui dengan melaksanakan tes stimulasi terhadap somatotropin. Dengan
foto roentgen/CT-scan mungkin bisa ditemukan mikro/makroadenoma dari hipofisis.
A. Pengkajian
1.
Riwayat penyakit masa lalu
Adakah penyakit atau trauma pada kepala yang pernah diderita klien, serta riwayat radiasi pada kepala.
2.
Sejak kapan keluhan diarasakan
Dampak defisiensi GH mulai tampak pada masa balita sedang defisiensi gonadotropin nyata pada masa
praremaja.
3.
Apakah keluhan terjadi sejak lahir.
Tubuh kecil dan kerdil sejak lahir terdapat pada klien kretinisme.
4.
Berat dan tinggi badan saat lahir
5.
Keluhan utama klien :
-
Pertumbuhan lambat
-
Ukuran otot dan tulang kecil
-
tanda-tanda seks sekunder tidak berkembang; tidak ada rambut pubis,
tidak ada rambut aksila, payudara tidak tumbuh, penis tidak tumbuh, tidak
mendapat haid.
-
Infertilitas
-
Impotensi
-
libido menurun
-
nyeri senggama pada wanita.
- Pemeriksaan fisik
-
Inspeksi : Amati bentuk, ukuran tubuh, ukur berat dan tinggi
badan, amati bentuk dan ukuran buah dada, pertumbuhan rambut aksil dan pubis
dan pada klien pria amati pertumbuhan rambut di wajah (jenggot dan kumis).
-
Palpasi : kulit pada wanita biasanya kering dan kasar.
- Kaji dampak perubahan fisik terhadap kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.
- Data penunjang dari hasil pemeriksaan diagnostic seperti ;
-
Foto cranium untuk melihat pelebaran dan erosi sella tursika.
-
Pemeriksaan serum darah : LH dan FSH, GH, prolaktin, kortisol,
aldosteron, testosteron, androgen, tes stimulasi yang mencakup uji toleransi
insulin dan stimulasi tiroid realising hormon.
B.
Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
1.
Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan struktur
dan fungsi tubuh akibat defisiensi ganodotropin dan defisiensi hormon
pertumbuhan.
Intervensi
|
Rasional
|
Dorong
klien untuk mengeksprsikan perasaannya.
|
Agar
klien mampu mengungkapkan perasaannya.
|
Dorong
klien untuk bertanya mengenai masalah yang dihadapinya
|
klien
mampu mengenal masalah kesehatan yang dihadapinya
|
Berikan
kesempatan pada klien untuk merawat dirinya sendiri
|
membuat
klien bisa mandiri memenuhi kebutuhannya
|
Kolaborasi
: pemberian hormon pertumbuhan sintetis (eksogen).
|
2.
Disfungsi seksual
Intervensi
|
Rasional
|
Identifikasi
masalah spesifik yang berhubungan dengan pengalaman klien terhadap fungsi
seksualnya.
|
Klien
memahami masalah terhadap fungsi seksualnya
|
Dorong
klien untuk mendiskusikan masalah tersebut dengan pasangannnya
|
Klien
dapat mengungkapkan perasaannya mengenai masalah fungsi seksualnya.
|
Bangkitkan
motivasi klien untuk mengikuti program pengobatan secara teratur
|
Klien
dapat mengikuti program pengibatan dengn teratur
|
Kolaborasi
pemberian obat bromokriptin
|
3.
Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kronisitas
kondisi penyakit.
Intervensi
|
Rasional
|
Bantu
klien untuk dapat berkomunikasi.
|
Agar
klien mampu mengalami peningkatan komunikasi
|
Bantu
klien dalam memecahkan masalah yang dialaminya
|
Agar
klien dapat memecahkan masalahnya sendiri.
|
Ajarkan
klien untuk dapat melakukan tehnik relaksasi yang benar
|
Agar
klien dapat melakukan relaksasi
|
4.
Harga diri rendah yang berhubungan dengan perubahan penampilan tubuh.
Intervensi
|
Rasional
|
Bantu
klien dalam membina saling hubungan percaya antara klien dengan perawat
|
Agar
klien mampu membina hubungan saling percaya antara klien dan perawat.
|
Bantu
klien dalam hal berinteraksi sosial
|
Agar
klien mampu berinteraksi sosial
|
Bantu
klien untuk meningkatkan harga dirinya kembali dengan mendukung segala
tindakan, harapan, dan keinginan pasien
|
Agar
klien mampu mendiskusikan perasaannya
|
5.
Ansietas (cemas) berhubungan dengan ancaman atau perubahan status
kesehatan.
Intervensi
|
Rasional
|
Berikan
kenyamanan dan ketentraman hati pada klien
|
Agar
klien memiliki rasa percaya terhadap sesama
|
Bantu
klien dalam melakukan aktifitas yang dapat menurunkan ketegangan emosi
|
Agar
klien dapat memberikan respon secara verbal maupun non verbal.
|
Ajarkan
tehnik penghentian ansietas
|
Agarklien
dapat menstimulasi dirinya kembali
|
6.
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan menurunnya kadar
hormonal
Intervensi
|
Rasional
|
Ajarkan
klien melakukan cara perawatan kulit secara teratur setiap hari
|
Perawatan
kulit yang teratur dapat memperbaiki kerusakan kulit
|
Anjurkan
klien menggunakan lotion pelembab
|
Lotion
pelembab menbantu menjaga kelembaban kulit klien
|
Anjurkan
klien untuk tidak menggaruk kulitnya
|
Menggaruk
kulit dapat mengakibatkan iritasi kulit.
|
Pertahankan kecukupan masukan cairan untuk hidrasi yang adekuat.
|
Terpenuhinya
hidrasi yang adekuat
|
Asuhan Keperawatan Diabetes Insipidus
A. Definisi
Diabetes insipidus terjadi akibat penurunan pembentukan hormon
antidiuretik (vasopresin), yaitu hormon yang secara alami mencegah
pembentukan air kemih yang terlalu banyak.
Diabetes insipidus adalah kelainan lobus posterior dari kelenjar
hipofisis akibat defisiensi vasopresin yang merupakan hormone anti
deuretik/ADH.
Diabetes insipidus adalah kelainan yang disebabkan oeh ginjal yang
tidak berespon terhadap kerja ADH fisiologis.
Diabetes insipidus adaah suatu penyakit yang ditandai oleh
penurunan produksi sekresi dan fungsi dari ADH. (Corwin,2000)
Diabetes insipidus adalah suatu penyakit yang diakibatkan oleh
berbagai penyebab yang dapat mengganggu mekanisme Neurohypophyseal-rena reflex
sehingga mengkibatkan kegagalan tubuh dalam mengkonvensi air. (Sjaefoellah,
1996)
Diabetes insipidus adalah suatu penyakit yang disebabkan oeh
kekurangan ADH yang ditandai oleh jumlah urine yang besar. (Purnawan Junadi,
1992)
B.
Etiologi
Diabetes insipidus disebabkan oleh penurunan produksi ADH baik
total maupun parsial oeh hipotalamus atau penurunan pelepasan ADH dari hipofisis
anterior.
Berdasarkan etiologinya, diabetes insipidus dibagi menjadi dua yaitu :
Berdasarkan etiologinya, diabetes insipidus dibagi menjadi dua yaitu :
1.
Diabetes insipidus sentral
Penyebabnya antara lain :
a.
Bentuk idiopatik
b.
Pasca hipofisektomi
c.
Fraktur dasar tulang tengkorak
d.
Granuloma : Sarkoid, Tuberkulosis, sifilis, Infeksi, Meningitis,
Ensefalitis, Landry-Guillain-Barre’s syndrome
e.
Vascular : Trombosis atau perdarahan serebral, Aneurisma serebral,
Post-partum necrosis
f.
Histiocytosis : Granuloma eosinofilik, Penyakit Schuller-Christian
2.
Diabetes insipidus nefrogenik
Penyebabnya antara lain :
a.
Penyakit ginjal kronik : Penyakit ginjal polikistik, Medullary
cystic disease, Pielonefritis, Obstruksi ureteral, Gagal ginajl lanjut
b.
Gangguan elektrolit : Hipokalemia, Hiperkasemia
c.
Obat-obatan : Litium, Demeklosiklin, Asetoheksamid, Tolazamid,
Glikurid, Propoksifen, Amfoarisin, Vinblastin, Kolkisin
d.
Penyakit Sickle Cell
e.
Gangguan diet : Intake air yang berlebihan, Penurunan intake NaCl,
Penurunan intake protein
f.
Lain-lain : Multipel myeloma, Amiloidosis, Penyakit Sjogren’s,
Sarkoidosis
C. Patofisiologi
Ada beberapa keadaan yang dapat mengakibatkan Diabetes Insipidus,
termasuk didalamnya tumor-tumor pada hipotalamus, tumor-tumor besar hipofisis
di sela tursika, trauma kepala, cedera operasi pada hipotalamus. Gangguan
sekresi vasopresin antara lain disebabkan oleh Diabetes Insipidus dan sindrom
gangguan ADH. Pada penderita Diabetes Insipidus, gangguan ini dapat terjadi
sekunder dari destruksi nucleus hipotalamik yaitu tempat dimana vasopressin
disintetis (Diabetes Insipidus Sentral) atau sebagai akibat dari tidak
responsifnya tubulus ginjal terhadap vasopresin (Diabetes Insipidus
nefrogenik).
1.
Diabetes Insipidus Sentral
Diabetes insipidus sentralis disebabkan oleh kegagalan pelepasan
ADH yang secara fisiologis dapat merupakan kegagalan sintesis atau penyimpanan
secara anatomis, keadaan ini terjadi akibat kerusakan nukleus supra optik,
paraventrikular dan filiformis hypotalamus yang mensintesis ADH. Selain itu
diabetes insipidus sentral juga timbul karena gangguan pengangkutan ADH
polifisealis dan akson hipofisis posterior dimana ADH disimpan untuk
sewaktu-waktu dilepaskan kedalam sirkulasi jika dibutuhkan.
Secara biokimia, diabetes insipidus sentral terjadi karena tidak adanya sintesis ADH dan sintesis ADH yang kuantitatif tidak mencukupi kebutuhan, atau kuantitatif cukup tapi merupakan ADH yang tidak dapat berfungsi sebagaimana ADH yang normal. Sintesis neorufisin suatu binding protein yang abnormal, juga menggangu pelepasan ADH. Selain itu diduga terdapat pula diabetes insipidus sentral akibat adanya antibody terhadap ADH. Karena pada pengukuran kadar ADH dalam serum secara radio immunoassay, yang menjadi marker bagi ADH adalah neurofisisn yang secara fisiologis tidak berfungsi, maka kadar ADH yang normal atau meningkat belum dapat memastikan bahwa fungsi ADH itu adalah normal atau meningkat. Dengan demikian pengukuran kadar ADH sering kurang bermakna dalam menjelaskan patofisiologi diabetes insipidus sentral.
Termasuk dalam klasifikasi CDI adalah diabetes insipidus yang diakibatkan oleh kerusakan osmoreseptor yang terdapat pada hypotalamus anterior dan disebut Verney’s osmareseptor cells yang berada di luar sawar daerah otak.
Secara biokimia, diabetes insipidus sentral terjadi karena tidak adanya sintesis ADH dan sintesis ADH yang kuantitatif tidak mencukupi kebutuhan, atau kuantitatif cukup tapi merupakan ADH yang tidak dapat berfungsi sebagaimana ADH yang normal. Sintesis neorufisin suatu binding protein yang abnormal, juga menggangu pelepasan ADH. Selain itu diduga terdapat pula diabetes insipidus sentral akibat adanya antibody terhadap ADH. Karena pada pengukuran kadar ADH dalam serum secara radio immunoassay, yang menjadi marker bagi ADH adalah neurofisisn yang secara fisiologis tidak berfungsi, maka kadar ADH yang normal atau meningkat belum dapat memastikan bahwa fungsi ADH itu adalah normal atau meningkat. Dengan demikian pengukuran kadar ADH sering kurang bermakna dalam menjelaskan patofisiologi diabetes insipidus sentral.
Termasuk dalam klasifikasi CDI adalah diabetes insipidus yang diakibatkan oleh kerusakan osmoreseptor yang terdapat pada hypotalamus anterior dan disebut Verney’s osmareseptor cells yang berada di luar sawar daerah otak.
2.
Diabetes Insipidus Nefrogenik
Istilah diabetes insipidus nefrogenik (NDI) dipakai pada diabetes
insipidus yang tidak responsif terhadap ADH eksogen. Secara fisiologis NDI
dapat disebabkan oleh :
a.
Kegagalan pembentukan dan pemeliharaan gradient osmotik dalam
medulla
renalis
renalis
b.
Kegagalan utilisasi gradient pada keadaan di mana ADH berada dalam
jumlah yang cukup dan berfungsi normal.
D. Tanda
dan Gejala
1.
Poliuri 5-15 liter / hari
2.
Polidipsi
3.
Berat jenis urine sangat rendah 1001-1005/50-200 miliosmol/kg BB
4.
Peningkatan osmolaritas serum > 300 m. Osm/kg
5.
Penurunan osmolaritas urine < 50-200m. Osm/kg
E.
Pemeriksaan Penunjang
Setelah dapat ditentukan bahwa poliuria yang terjadi adalah
diuresis air murni, maka langkah selanjutnya adalah untuk menentukan jenis
penyakit yang menyebabkannya. Untuk itu tersedia uji-uji coba berikut :
1.
Hickey-Hare atau Carter-Robbins test
Pemberian infuse larutan garam hipertonis secara cepat pada orang
normal akan menurunkan jumlah urine, sedangkan pada Diabetes Insipidus urine
akan menetap atau bertambah.
2.
Fluid deprivation
a.
Sebelum pengujian dimulai, pasien diminta untuk mengosongkan
kandung kemihnya kemudian ditimbang BBnya, diperiksa volume dan berat jenis
atau osmolalitas urine pertama. Pada saat ini diambil sample plasma untuk
mengukur osmolalitasnya.
b.
Pasian diminta BAK sesering mungkin paling sedikit setiap jam.
c.
Pasien ditimbang tiap jam apabia diuresis lebih dari 300ml/jam,
atau setiap 3 jam sekali bia diuresis kurang dari 300ml/jam.
d.
Setiap sample urine sebaiknya diperiksa osmoalitasnya dalam
keadaan segar atau kalau hal itu tidak mungkin dilakukan semua sample harus
disimpan dalam botol yang tertutup rapat serta disimpan dalam lemari es.
e.
Pengujian dihentikan setelah 16 jam atau berat badan menurun 3-4%
tergantung mana yang lebih dahulu.
A. Pengkajian
1.
Data subyektif
a.
Poliuria
b.
Polidipsia
c.
Nocturia
d.
Kelelahan
e.
Konstipasi
2.
Data obyektif
a.
Trauma kepala
b.
Bedah syaraf
c.
Tumor hipotaamus
d.
Trauma
e.
Infeksi
f.
Penurunan BB
g.
Hipotensi ortostatik
h.
EKG mungkin terdapat takikardi
i.
Penggunaan obat-obatan Misalnya : litium karbonat, penitoin
(dilatin), demeklosiklin, aminoglikosida
3.
Pemeriksaan fisik
a.
Inspeksi : membrane mukosa kering
b.
Palpasi : kulit kering, turgor kulit kurang.
c.
Auskultasi : kardiovaskuler takikardi
B.
Diagnosa dan intervensi
1.Diagnosa Keperawatan : Kekurangan cairan berhubungan dengan
ketidakmampuan
tubulus ginjal mengkonsentrasikan urine karena tidak terdapat ADH.
Tujuan : Volume cairan klien cukup
atau terpenuhi
Intervensi :
1.
Berikan cairan yang cukup sesuai dengan kebutuhan untuk
mempertahankan masukan dan keluaran yang seimbang / jam.
2.
Tambahkan masukan parenteral dengan cairan IV sesuai pesanan.
3.
Pantau masukan dan keluaran / 2 jam.
4.
Timbang BB klien tiap hari.
5.
Kaji terhadap tanda dan gejala hypovolemia.
6.
Observasi terhadap efek samping terapi pengganti ADH.
7.
Pantau terhadap dehidrasi berlebihan.
8.
Periksa BJ urine. Kirim urine untuk pemeriksaan osmolaritas
harian, laporkanBJ < 1,007.
2.
Diagnosa Keperawatan : Ketidakseimbangan nutrisi dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan anoreksia. .
Tujuan : setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Intervensi :
1.
Monitor adanya penurunan BB
2.
Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
3.
Monitor turgor kulit
4.
Monitor kalori dan intake nutrisi
5.
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan pasien.
3. Diagnosa
keperawatan :Gangguan pola tidur berhubungan dengan nocturia.
Tujuan :Setelah diakukan tindakan keperawatan diharapkan pola tidur pasien tidak terganggu.
Tujuan :Setelah diakukan tindakan keperawatan diharapkan pola tidur pasien tidak terganggu.
Intervensi :
1.
Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat selama sakit.
2.
Bantu pasien untuk mengidentifikasi factor yang menyebabkan kurang
tidur.
3.
Dekatkan pispot agar pasien lebih mudah saat BAK pada malam hari.
4.
Anjurkan pasien untuk tidur siang.
5.
Ciptakan lingkungan yang nyaman.
4.
Diagnosa keperawatan : Ansietas berhubungan dengan perkembangan
penyakit
Tujuan : setelah diakukan tindakan keperawatan diharapkan rasa cemas pasien dapat berkurang.
Tujuan : setelah diakukan tindakan keperawatan diharapkan rasa cemas pasien dapat berkurang.
Intervensi :
1.
Manajemen lingkungan yang tenang
2.
Jelaskan seluruh prosedur tindakan kapada kien dan perasaan yang
mungkin muncul pada saat dilakukan tindakan.
3.
Berikan informasi tentang diagnosa, prognosis dan tindakan.
4.
Kaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik pada tingkat kecemasan
(takikardi, takipneu, ekspresi cemas non verbal)
5.
Instruksikan pasien untuk menggunakan tehnik relaksasi.
5. Diagnosa
keperawatan : Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar
informasi.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan penegtahuan pasien menjadi adekuat.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan penegtahuan pasien menjadi adekuat.
Intervensi :
1. observasi
kesiapan klien untuk mendengar (mental, kemampuan untuk melihat, mendengar,
kesiapan emosional, bahasa dan budaya
2. tentukan
tingkat pengetahuan klien sebelumnya.
3. jelaskan
proses penyakit (pengertian, etiologi, tanda dan gejala
4. Diskusikan
perubahan gaya hidup yang dapat mencegah atau mengontrol proses penyakit.
5. Diskusikan
tentang terapi atau perawatan.
Tindakan Pembedahan
- Perawatan preoperasi
1.
Menjelaskan maksud dan tujuan tindakan yang dilakukan
2.
Menjelaskan penggunaan tampon hidung selama 2-3 hari pascaoperasi.
Anjurkan klien bernafas melalui mulut selama pemasangan tampon
3.
Menjelaskan pengguanaan balut tekan yang di tempatkan dari bawah
hidung, menggosok gigi, batuk, bersin, karena hal ini dapat menghambat
penyembuhan luka
4.
Menjelaskan berbagai prosedur diagnostik yang diperlukan sebagai
persiapan operasi seperti pemeriksaan neurologik, hormonal, lapang pandang,
swab tenggorok untuk pemeriksaan kultur dan sensitivitas.
- Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan dilakukan sebelum tindakan pembedahan
dilakukan, setelah tindakan dilaksanakan, perawat menjelaskan agar klien
menghindari aktivitas yang dapat menghambat penyembuhan.
- Perawatan Pascaoperasi
1.
Amati respon neurologik klien
2.
Amati pula komplikasi pascaoperasi yang lazim terjadi seperti
transient insipidus ( diabetes insipidus sesaat);
3.
Anjurkan klien untuk melaporkan pada perawat bila terjadi
pengeluaran secret dari hidung ke faring
4.
Tingkatkan posisi kepala 30-45 derajat
5.
Kaji drainase nasal terhadap kualitas dan kuantitas, terhadap
kemungkinan mengandung glukosa.
6.
Hindari batuk, ajarkan klien pernafasan mulut dan penggunaan
tampon
7.
Kaji tanda-tanda infeksi ( meningitis) dengan cermat
8.
Kolaborasi pemberian gonadropin; kortisol; sebagai dampak dari
pembedahan .
DAFTAR PUSTAKA
Saifuddin.2009.Fisiologi Tubuh Manusia Edisi 2.Jakarta:Salemba
Medika
Chandrasoma, Parakrama dan Clive R.Taylor.1994.Ringkasan
Patologi Anatomi Edisi 2. Jakarta : EGC
Guyton. 1995.Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit.Jakarta
: EGC
Underwood, JCE. 1999. Patologi Umum dan Sistemik. Jakarta :
EGC
Rumahorbo, Hotma. 1999. Asuhan Keperawatan Klien Dengan
Gangguan Sistem Endokrin. Jakarta : EGC