BAB
I
PENDAHULUAN
Kondisi medis dapat memperburuk
kehamilan. Kondisi medis yang paling sering muncul ialah anemia, khususnya
anemia yang disebabkan oleh defisiensi besi atau asam fola, penyakit atau galur
sel sabit (sickle cell trait) dan talasemia. Gangguan autoimun, pulmoner,
saluran cerna, integument, dan neorologi juga dapat ditemukan. Aspek - aspek
terkait kehamilan pada kondisi ini dibahas dalam bagian berikut.
Anemia pada kehamilan di Indonesia
masih tinggi, dengan angka nosional 65% yang setiap daerah mempunyai variasi
berbeda.
Anemia, gangguan medis yang paling
umum ditemui pada masa hamil, mempengaruhi sekurang – kurangnya 20% wanita
hamil. Wanita ini memiliki insiden komplikasi puerperal yang lebih tinggi,
seperti infeksi, daripada wanita hamil dengan nilai hematologi normal.
Anemia menyebabkan penurunan kapasitas
darah untuk membawa oksigen. Jantung berupaya mengonpensasi kondisi ini dengan
meningkatkan curah jantung. Upaya ini meningkatkan kebebasan kerja jantung dan
menekan fungsi ventricular. Dengan demikian, anemia yang menyertai komplikasi
lain (misalnya, preeklampsia) dapat mengakibatkan jantung kongestif.
Apabila seorang wanita mengalami anemia
selama hamil, kehilangan darah pada saat ia melahirkan, bahkan kalaupun
minimal, tidak ditoleransi dengan baik. Ia berisiko membutuhkan transfusi
darah. Sekitar 80% kasus anemia pada masa hamil merupakan anemia tipe
defisiensi besi (Arias, 1993). Dua puluh persen (20%) sisanya mencakup kasus
anemia herediter dan berbagai variasi anemia didapat, termasuk anemia defisiensi
asam folat, anemia sel sabit dan talasemia.
BAB
II
KONSEP
ANEMIA PADA IBU HAMIL
A. DEFINISI
Anemia adalah suatu keadaan di mana
jumlah eritrosit yang beredar atau konsentraisi hemoglobin menurun. Sabagai
akibat,ada penurunan trasportasi oksigan dari paru-paru ke jaringan perifer.
Selama kehamilan, anemia lazim terjadi dan biasanya disebabkan oleh difesiensi
besi, sekunder terhadap kehilangan darah sebalumnya atau asupan besi yang tidak
a jarang dekuat.
Anemia
adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin (Hb) dalam darahnya kurang dari 12
gr% (Wiknjosastro, 2002). Sedangkan anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu
dengan kadar haemoglobin dibawah 11 gr% pada trimester I dan III atau kadar
<10,5 gr% pada trimester II (Saifuddin, 2002). Anemia dalam kehamilan yang
disebabkan karena kekurangan zat besi, jenis pengobatannya relatif mudah, bahkan
murah.
Anemia
diindikasikan bila hemoglobin ( Hb) kurang dari 12 g/dl pada wanita yang tidak
hamil atau kurang dari 10 g/dl pada wanita hamil.
B. ETIOLOGI
Kebanyakan
anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi dan perdarahan akut
bahkan tidak jarang keduannya saling berinteraksi (Safuddin, 2002). Menurut
Mochtar (1998) penyebab anemia pada umumnya adalah sebagai berikut:
1. Kurang
gizi (malnutrisi)
2. Kurang
zat besi dalam diit
3. Malabsorpsi
4. Kehilangan
darah banyak seperti persalinan yang lalu, haid dan lain-lain
5. Penyakit-penyakit
kronik seperti TBC paru, cacing usus, malaria dan lain-lain
C. KLASIFIKASI
ANEMIA DALAM KEHAMILAN
Klasifikasi anemia dalam kehamilan
menurut Mochtar (1998), adalah sebagai berikut:
1. Anemia
Defisiensi Zat Besi
Adalah anemia yang
terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah. Pengobatannya yaitu, keperluan
zat besi untuk wanita hamil, tidak hamil dan dalam laktasi yang dianjurkan
adalah pemberian tablet besi.
a. Terapi
Oral adalah dengan memberikan preparat besi yaitu fero sulfat, fero glukonat
atau Na-fero bisirat. Pemberian preparat 60 mg/ hari dapat menaikan kadar Hb
sebanyak 1 gr%/ bulan. Saat ini program nasional menganjurkan kombinasi 60 mg
besi dan 50 nanogram asam folat untuk profilaksis anemia (Saifuddin, 2002).
b.
Terapi
Parenteral baru diperlukan apabila penderita tidak tahan akan zat besi per
oral, dan adanya gangguan penyerapan, penyakit saluran pencernaan atau masa
kehamilannya tua (Wiknjosastro, 2002). Pemberian preparat parenteral dengan
ferum dextran sebanyak 1000 mg (20 mg) intravena atau 2 x 10 ml/ IM pada
gluteus, dapat meningkatkan Hb lebih cepat yaitu 2 gr% (Manuaba, 2001).
Untuk menegakan diagnosa Anemia
defisiensi besi dapat dilakukan dengan anamnesa. Hasil anamnesa didapatkan
keluhan cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang dan keluhan mual
muntah pada hamil muda. Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan
dengan menggunakan alat sachli, dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan yaitu
trimester I dan III. Hasil pemeriksaan Hb dengan sachli dapat digolongkan
sebagai berikut:
1)
Hb
11 gr% : Tidak anemia
2) Hb
9-10 gr% : Anemia ringan
3) Hb
7 – 8 gr%: Anemia sedang
4)
Hb
< 7 gr% : Anemia berat
Kebutuhan zat besi pada wanita
hamil yaitu rata-rata mendekatai 800 mg. Kebutuhan ini terdiri dari, sekitar
300 mg diperlukan untuk janin dan plasenta serta 500 mg lagi digunakan untuk
meningkatkan massa haemoglobin maternal. Kurang lebih 200 mg lebih akan
dieksresikan lewat usus, urin dan kulit. Makanan ibu hamil setiap 100 kalori
akan menghasilkan sekitar 8–10 mg zat besi. Perhitungan makan 3 kali dengan
2500 kalori akan menghasilkan sekitar 20–25 mg zat besi perhari. Selama
kehamilan dengan perhitungan 288 hari, ibu hamil akan menghasilkan zat besi
sebanyak 100 mg sehingga kebutuhan zat besi masih kekurangan untuk wanita hamil
(Manuaba, 2001).
2. Anemia
Megaloblastik
Adalah anemia yang
disebabkan oleh karena kekurangan asam folik, jarang sekali karena kekurangan
vitamin B12.
Pengobatannya:
a.
Asam
folik 15 – 30 mg per hari
b. Vitamin
B12 3 X 1 tablet per hari
c. Sulfas
ferosus 3 X 1 tablet per hari
d. Pada
kasus berat dan pengobatan per oral hasilnya lamban sehingga dapat diberikan
transfusi darah.
3. Anemia
Hipoplastik
Adalah anemia yang
disebabkan oleh hipofungsi sumsum tulang, membentuk sel darah merah baru. Untuk
diagnostik diperlukan pemeriksaan-pemeriksaan diantaranya adalah darah tepi
lengkap, pemeriksaan pungsi ekternal dan pemeriksaan retikulosi.
4. Anemia
Hemolitik
Adalah anemia yang
disebabkan penghancuran atau pemecahan sel darah merah yang lebih cepat dari
pembuatannya. Gejala utama adalah anemia dengan kelainan-kelainan gambaran
darah, kelelahan, kelemahan, serta gejala komplikasi bila terjadi kelainan pada
organ-organ vital.
Pengobatannya tergantung pada jenis anemia hemolitik serta penyebabnya. Bila disebabkan oleh infeksi maka infeksinya diberantas dan diberikan obat-obat penambah darah. Namun pada beberapa jenis obat-obatan, hal ini tidak memberi hasil. Sehingga transfusi darah berulang dapat membantu penderita ini.
Pengobatannya tergantung pada jenis anemia hemolitik serta penyebabnya. Bila disebabkan oleh infeksi maka infeksinya diberantas dan diberikan obat-obat penambah darah. Namun pada beberapa jenis obat-obatan, hal ini tidak memberi hasil. Sehingga transfusi darah berulang dapat membantu penderita ini.
D. GEJALA
ANEMIA PADA IBU HAMIL
Gejala anemia pada kehamilan yaitu:
·
Ibu
mengeluh cepat lelah,
·
Sering
pusing,
·
Mata
berkunang-kunang,
·
Malaise,
·
Lidah
luka,
·
Nafsu
makan turun (anoreksia),
·
Konsentrasi
hilang,
·
Nafas
pendek (pada anemia parah); dan
·
Keluhan
mual muntah lebih hebat pada hamil muda.
E. GAMBARAN
KLINIS
A. Riwayat
1. Mentruasi
berlebihan
2. Kehilangan
darah kronik
3. Riwayat
keluarga
4. Diet
yang tidak adekuat
5. Jarak
kehamilan yang terlalu dekat
6. Anemia
pada kehamilan sebelumnya
7. Pika
( nafsu makan terhadap bahan bukan makanan )
B. Tanda
dan Gejala
1. Keletihan,
malaise, atau mudah megantuk
2. Pusing
atau kelemahan
3. Sakit
kepala
4. Lesi
pada mulut dan lidah
5. Aneroksia,mual,
atau muntah
6. Kulit
pucat
7. Mukosa
membrane atau kunjung tiva pucat
8. Dasar
kuku pucat
9. Takikardi
F. TES
LABORATORIUM
Hitung
sel darah lengkap dan Apusan darah: untuk tujuan praktis, maka anemia selama
kehamilan dapat didefinisikan sabagai hemoglobin kurang dari pada 10 atau 11
gr/100 ml dan hematokrit kurang dari pada 30% sampai 33% .
Apusan
darah tepi memberikan evaluasi morfologo eritrosit, hitung jenis leukosit dan
perkiraan keadekutan trombosit.
G. DIAGNOSA
BANDING
Anemia
hipokrom mikrositik: produksi eritrosit norma,tetapi sintesis hemoglobin
terganggu. Defiesiensi besi dipengaruhi oleh sintesis hemetalasemia lemah dalam
mensientesis globulin. Sel-sel kecil, dengan penurunan dengan konsentrasi
hemoglobin. Nilai besi serum (serum iron) membantu mambedakan dua
kelaianan : besi serum menurun pada defisiensi besi dan normal ( atau
meningkat ) pada talasemia.
Anemia
megaloblastik makrositik disebabkan oleh gangguan apa pun yang mempengaruhi
sintesis DNA sel, tetepi membiarkan hemoglibinasi normal .
Anemia
normokrom normositik disertai dengan perdarahan berlebihan atu gagalnya
aktivitas sumsum tulang.
H. PENATALAKSANAAN
A. Pada
saat kunjungan awal, kaji riwayat pasien
1. Telusuri
riwayat anemia, masalah pembekuan darah, penyakit sel sabit, anemia
glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD), atau peyakit hemolitik herediter lain.
2. Kaji
riwayat keluarga
B. Lakukan
hitungan darah lengkap pada kunjungan awal.
1. Morfologi
a. Morfologi
normal menunjukkan sel darah merah (SDM) yang sehat dan matang
b. SDM
mikrositik hipokrom menunjukkan anemia defisiensi zat besi
c. SDM
makrositik hipokrom menunjukkan anemia pernisiosa
2. Kadar
hemoglobin (Hb) dan hematokrin (Ht) pada kehamilan
a. Kadar
Hb lebih dari 13 g/dl dengan Ht lebih dari 40% dapat menunjukkan hipovolemia.
Waspada dehidrasi dan preklamsi
b. Kadar
Hb 11,5-13 g/dl dengan Ht 34%-40% menunjukkan keadaan yang normal dan sehat.
c. Kadar
Hb 10,5-11,5 g/dl dengan Ht 31%-32% menunjukkan kadar yang rendah, namun masih
normal.
d. Kadar
Hb 10 g/dl disertai Ht 30% menunjukkan anemia
(1) Rujuk
pasien ke ahli gizi atau konseling gizi,atau keduanya
(2) Berikan
suplemen zat besi 1 atau 2 kali/hari, atau satu kapsul time-release,
seperti Slow-Fe setiap hari
e. Kadar
Hb < 9-10 g/dl dengan Ht 27%-30% dapat menunjukkan anemia megaloblastik.
(1) Rujuk
pasien ke ahli gizi atau konseling diet.
(2) Rekomendasikan
pemberian suplemen ferum-sulfat 325 mg per oral, 2 atau 3 kali/hari.
f. Kadar
Hb <9g/dl dengan Ht <27% atau anemia yang tidak berespon terhadap
pengobatan di atas, diperlukan langkah-langkah berikut:
(1) Periksa
adanya pendarahan samara tau infeksi.
(2) Pertimbangkan
untuk melakukan uji laboratorium berikut:
(a) Hb
dan Ht (untuk meyingkirkan kesalahan laboratorium)
(b) Kadar
kosentrasizat besi serum
(c) Kapasitas
pegikat zat besi
(d) Hitung
jenis sel (SDP dan SDM)
(e) Hitung
retikulosit (untuk megukur produksi eritrosit)
(f) Hitung
trombosit
(g) uji
guaiac pada feses untuk medeteksi pendarahan samar
(h) Kultur
feses untuk memeriksa telur dan parasit
(i) Skrining
G6PD (lahat panduan untuk anemia: Hemolitik didapat) bila klien keturunan
Afika-Amerika.
(3) Konsultasikan
dengan dokter
(4) Rujuk
pasien ke ahli gizi atau konseling gizi.
C. Bila
pasien hamil, periksa kadar hematokrin pda awal kunjungan , yaitu 28 minggu
kehamilan dan 4 minggu setelah memulai terapi.
1. Atasi
tanda-tanda anemia (sesuai informasi sebelumnya pada poin IV-Penatalaksanaan
B2).
2. Konsultasikan
ke dokter bila:
a. Terdapat
penurunan Ht yang menetap walaupun sudah mendapat terapi
b. Terdapat
penurunan yang signifikan, dibandingkan dengan hasil sebelumnya (singkirkan
kesalahan labotaturium).
c. Tidak
berespons trhadap terapi setelah 4-6 minggu
d. Kadar
Hb <9,0 g/dl atau Ht <27%.
I. AKIBAT
LANJUTAN
Pada ibu hamil
yang anemia dapat mengalami:
1.
Keguguran.
2.
Lahir
sebelum waktunya.
3.
Berat
Badan Lahir Rendah (BBLR).
4.
Perdarahan
sebelum dan pada waktu persalinan.
5.
Dapat
menimbulkan kematian.
ANEMIA: DEFISIENSI ZAT BESI
I. Definisi
dan Etiologi
A. Anemia
defisiensi zat besi merupakan anemia yang paling umum saat kehamilan, sekitar
95% anemia terkait kehamilan tergolong anemia defisiensi zat besi.
B. Morfologi
terdiri dari SDM hipokrom mikrositik.
C. Zat
besi serum menurun dan kapasitas pengikat zat besi meningkat.
II. Gambaran
Klinis
A. Curigai
adanya anemia defisiensi zat besi bila terdapat:
1. Satu
atau lebih factor-faktor predisposisi anemia
2. Kadar
Ht < 30%
B. Konfirmasi
diagnosis sebagai anemia defisiensi zat besi bila terdapat:
1. Morfologi
menunjukkan SDM hipokrom mikrositik
2. Saturasi
zat besi serum <15% setelah terapi zat besi pasien dihentikan selama satu
minggu.
III. Penatalaksaan
A. Skrining
rutin
1. Pada
kunjungan awal, tanyakan tentang riwayat anemia atau masalah pembekuan darah
sebelumnya.
2. Minta
hitung darah lengkap pada kunjungaan awal.
3. Diskusikan
pentingnya mengonsumsi vitamin prenatal (disertai zat besi).
4. Periksa
ulang Ht pada 28 minggu kehamilan.
B. Terapi
anemia:
1. Terapi
oral ialah dengan pemberian : fero sulfat, fero gluconat, atau Na-fero
bisitrat.
2. Bila
Hb <10 g/dl dan Ht <30%, lakukan tindakan berikut:
a. Berikan
konseling gizi.
(1) Tinjau
diet pasien.
(2) Diskusikan
sumber-sumber zat besi dalam diet.
(3) Berikan
kepada pasien selebaran mengenai makanan tinggi zat besi.
(4) Rujuk
ke ahli gizi.
b. Sarankan
suplemen zat besi sebagai tambahan vitamin paranatal. Kebutuhan zat besi saat
kehamilan adalah 60 mg unsure zat besi.
(1) Tablet
zat besi time-release merupaka pilihan terbaik, namun lebih mahal.
Setiap sediaan garam zat besi standar sudah mencukupi kebutuhan zat besi.
(2) Minum
1-3 tablet per hari dalam dosis yang terbagi.
(3) Zat
besi diabsorbsi lebih baik pada keadaan lambung kosong. Minum 1 jam sebelum
makan atau 2 jam sesudahnya.
(4) Vitamin
C membantu absorbs zat besi. Minum zat besi disertai jus yang tinggi vitamin C
atau tablet vitamin C.
(5) Antasid
dan produk susu dapat mengganggu absorbs zat besi.
(6) Lebih
baik mengkonsumsi zat besi bersama antasid atau makanan daripada tidak
mengkonsumsi sama sekali.
3. Bila
Hb <9 g/dl dan Ht <27% pertimbangkan anemia megaloblastik. Kelola pasien
ini menurut panduan terapi anemia.
4. Bila
kadar Hb <9 g/dl dan Ht ≤27% saat mulai persalinan, pertimbangkan
pemberian cairan IV atau heparin lock saat persalinan.
5. Pemberian
preparat 60 mg/hari dapat menaikkan kadar Hb sebanyak 1 g%/bulan. Efek samping
pada traktus gastrointestinal relatif kecil pada pemberian preparat Na-fero
bisitrat dibandingkan dengan ferosulfat.
6. Kini
program nasional mengajukan kombinasi 60 mg besi dan 50µg asam folat untuk
profilaksis anemia.
7. Pemberian
preparat parenteral yaitu dengan ferum dextran sebanyak 1000 mg (20 ml)
intravena atau 2 x 10 ml/im pada gluteus, dapat meningkatkan Hb relatif lebih
cepat yaitu 2 g%. Pemberian parenteral ini mempunyai indikasi : intoleransi
besi pada gastrointestinal, anemia yang berat, dan kepatuhan yang buruk. Efek
samping utama ialah reaksi alergi, untuk mengetahuinya dapat diberikan dosis
0,5 cc/im dan bila tak ada reaksi, dapat diberikan seluruh dosis.
ANEMIA: MEGALOBLASTIK
I. Definisi
dan Etiologi
A. Anemia
megaloblastik adalah penyakit yang ditandai dengan penurunan jumlah SDM (sel
darah merah) dan hipokrom makrositik.
B. Umumnya
terkait dengan anemia defisiensi zat besi. Jarang dijumpai kasus anemia
megaloblastik saja.
C. Anemia
megaloblastik berhubungan dengan kurangnya sayuran segar atau protein hewani
dalam diet.
II. Gambaran
klinis
A. Gejala
1. Mual
dan muntah
2. Anoreksia
B. Morfologi
1. SDM
hipokrom makrositik
2. Kadar
Hb dan Ht rendah serta tidak berespon terhadap terapi zat besi
C. Riwayat
diet menunjukkan asupan rendah sayuran segar, protein hewani, atau keduanya.
III. Penatalaksanaan
A. Suplemen
1. Vitamin
prenatal yang mengandung asam folat dan zat besi
2. Satu
sampai dua milligram asam folat per hari untuk memperbaiki defisiens asam
folat.
3. Suplemen
zat besi, dengan pertimbangan bahwa anemia megaloblastik jarang terjadi tanpa
anemia defisiensi zat besi.
B. Konseling
gizi
1. Kaji
diet pasien
2. Rekomendasikan
sumber-sumber asam folat dalam diet
3. Rujuk
ke ahli gizi
C. Hitung
darah lengkap
1. Ulangi
hitung darah lengkap dalam 1 bulan.
2. Perhatikan
adanya peningkatan hitung retikulosit sebesar 3-4% dalam 2-3 minggu, dan
sedikit peningkatan pada hitung Hb dan Ht.
ANEMIA:
HEMOLITIK DIDAPAT (ACQUIRED HEMOLYTIC ANEMIA)
I. Definisi.
Suatu
defek enzimatik yang terkait-kromosom X dan diturunkan, yang ditandai dengan
ketidak mampuan tubuh memproduksi enzim G6PD, yaitu enzim yang berfungsi
sebagai katalis penggunaan glukosa secara aerob oleh SDM. Anemia ini dapat
ditemukan pada keturunan Afrika-Amerika, Asia, dan Mediterania.
II. Insidens.
Dua
persen dari semu wanta keturunan Afrika-Amerika menderita penyakit ini.
III. Etiologi.
Infeksi dan beberapa obat oksidik pada kondisi defisiensi G6PD akan memicu
hemolisis SDM yang megakibatkan anemia hemolitik ringan sampai berat.
IV. Penatalaksanaan
A. Skrining:
Pasien keturunan Afrika-Amerika yang mengalami anemia atau kerap mengalami
infeksi saluran kemih (ISK) berulang harus menjalani skrining G6PD.
B. Terapi
1. Resepkan
1 mg asam folat setiap hari.
2. Berikan
daftar obat-obatan yang perlu dihindari.
3. Bila
pasien hamil, lakukan kultur dan sensitivitas (culture and sensitivity,
C&S) urine bulanan.
4. Konsultasikan
dengan dokter bila pasien dalam keadaan krisis atau mengalami anemia berat.
C. Pengobatan:
Pasien harus menghindari obat-obat berikut:
1. Aldomet
2. Asam
askorbat (dosis besar)
3. Asam
nalidiksik
4. Asam
para-aminosalisilat
5. Aspirin
6. Diafenilsulfon
7. Fenasetin
8. Isoniazid
9. Kloramfenikol
10. Kuinakrin
(atabrine)
11. Kuinidin
12. Kuinin
13. Kuinosid
14. Methylene
blue
ANEMIA: PERNISIOSA
I. Defisiensi
dan Etologi
A. Anemia
pernisiosa disebabkan kekurangan faktor intrinsik pada asam lambung, yang
diperlukan untuk absorbsi vitamin B12 dari makanan . karena B12
tidak dapat diabsorbsi, SDM tidak matang dengan normal.
B. Kasus
ini jarang dijumpai pada individu dibawah usia 35 tahun.
II. Gambaran
Klinis
A. Anemia
pernisiosa ditandai dengan SDM makrositik, yang bias juga normokrom atau
hipekrom.
B. SDM
pada anemia sulit dibedakan dengan SDM pada defisiensi asam folat.
C. Terapi
asam folat dapat menyamarkan anemia pernisiosa karena SDM menjadi normositik,
meskipun penyakit ini masih ada.
III. Diagnosis
A. Curigai
adanya anemia pernisiosa bila setelah terapi asam folat, morfologi SDM menjadi
normal, namun hematokrit tdak meningkat.
B. Diagnosis
ditegakkan bila terjadi perbaikan setelah percobaan terapi dengan 1000 mg
vitamin B12 per parenteral selama 3 bulan.
IV. Penatalaksanaan
A. Kaji
diet pasien terhadap produk hewani. Bila asupan dietnya kurang sumber-sumber
vitamin B12 berikan konseling gizi.
B. Berikan
1 cc (1000 ng) vitamin B12 parenteral per IM setiap bulan.
C. Tawarkan
rujukan ke ahli gizi.
D. Ulangi
hitung sel darah lengkap dalam 1 bulan.
1. Kondisinya
membaik bila:
a. Morfologi
normal
b. Kadar
Ht meningkat
2. Bila
tidak ada perubahan, konsultasikan ke dokter.
ANEMIA: SEL SABIT
I. Definisi
dan Etiologi
A. Jenis
1. Pada
sifat (trait) sel sabit, ada satu gen normal dan satu gen Hb-S. gejala
tidak tampak kecuali pada keadaan deprivasi oksigen berat.
2. Pada
penyakit sel sabit, kedua gen adalah Hb-S. penyakit ini kronik dan melemahkan.
Angka morbiditas dan mortalitas penyakit ini tinggi.
B. Insidens
1. Satu
dari 12 keturunan Afrika-Amerika membawa sifat sel sabit.
2. Satu
dari 500 keturuna Afrika-Amerika menderita penyakit ini.
II. Penatalaksanaan
A. Programkan
skrining sel sabit pada semua pasien Afrika-Amerika:
1. Bila
uji negatif, kedua gen normal dan tidak ada masalah.
2. Bila
uji positif, minta pemeriksaan elektroforesis hemoglobin.
a. Bila
gen homozigot,pasien dianggap beresiko tinggi dan harus dirujuk ke dokter.
b. Bila
gen heterozigot, pasien dianggap beresiko rendah dapat dikelola secara normal
selama kehamilan dan persalinan.
B. Pertimbangkan
kultur dan sensitivitas urine bulanan karena peningkatan resiko ISK selama
kehamilan.
C. Beri
konseling kepada pasien:
1. Jelaskan
kepada pasien mengenai sifat sel sabit yang dibawanya.
2. Sarankan
pemeriksaan ayah bayi. Bila gen ayah juga heterozigot, ada kemungkinan bayinya
menderita penyakit ini.
3. Rujuk
pasien untuk konseling genetik bila perlu.
BAB
III
KONSEP
ASUHAN KEPERAWATAN IBU HAMIL
DENGAN
ANEMIA
A. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah langkah awal dan
dasar dalam proses keperawatan secara menyeluru(Boedihartono, 1994).
Pengkajian pasien dengan anemia (Doenges,
1999) meliputi :
1. Aktivitas
/ istirahat
Gejala : keletihan,
kelemahan, malaise umum. Kehilangan produktivitas ; penurunan semangat untuk
bekerja. Toleransi terhadap latihan rendah. Kebutuhan untuk tidur dan istirahat
lebih banyak.
Tanda : takikardia/
takipnae ; dispnea pada waktu bekerja atau istirahat. Letargi, menarik diri,
apatis, lesu, dan kurang tertarik pada sekitarnya. Kelemahan otot, dan
penurunan kekuatan. Ataksia, tubuh tidak tegak. Bahu menurun, postur lunglai,
berjalan lambat, dan tanda-tanda lain yang menunujukkan keletihan.
2. Sirkulasi
Gejala : riwayat kehilangan darah kronik, misalnya perdarahan GI kronis, menstruasi berat (DB), angina, CHF (akibat kerja jantung berlebihan). Riwayat endokarditis infektif kronis. Palpitasi (takikardia kompensasi).
Gejala : riwayat kehilangan darah kronik, misalnya perdarahan GI kronis, menstruasi berat (DB), angina, CHF (akibat kerja jantung berlebihan). Riwayat endokarditis infektif kronis. Palpitasi (takikardia kompensasi).
Tanda : TD :
peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi melebar,
hipotensi postural. Disritmia : abnormalitas EKG, depresi segmen ST dan
pendataran atau depresi gelombang T; takikardia. Bunyi jantung : murmur
sistolik (DB). Ekstremitas (warna) : pucat pada kulit dan membrane mukosa
(konjuntiva, mulut, faring, bibir) dan dasar kuku. (catatan: pada pasien kulit
hitam, pucat dapat tampak sebagai keabu-abuan). Kulit seperti berlilin, pucat
(aplastik, AP) atau kuning lemon terang (AP). Sklera : biru atau putih seperti
mutiara (DB). Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke kapiler dan
vasokontriksi kompensasi) kuku : mudah patah, berbentuk seperti sendok
(koilonikia) (DB). Rambut : kering, mudah putus, menipis, tumbuh uban secara
premature (AP).
3. Integritas
ego
Gejala : keyakinanan
agama/budaya mempengaruhi pilihan pengobatan, misalnya penolakan transfusi
darah.
Tanda : depresi.
4. Eleminasi
Gejala : riwayat pielonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom malabsorpsi (DB). Hematemesis, feses dengan darah segar, melena. Diare atau konstipasi. Penurunan haluaran urine.
Tanda : distensi abdomen.
Gejala : riwayat pielonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom malabsorpsi (DB). Hematemesis, feses dengan darah segar, melena. Diare atau konstipasi. Penurunan haluaran urine.
Tanda : distensi abdomen.
5. Makanan/cairan
Gejala : penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani rendah/masukan produk sereal tinggi (DB). Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada faring). Mual/muntah, dyspepsia, anoreksia. Adanya penurunan berat badan. Tidak pernah puas mengunyah atau peka terhadap es, kotoran, tepung jagung, cat, tanah liat, dan sebagainya (DB).
Tanda : lidah tampak merah daging/halus (AP; defisiensi asam folat dan vitamin B12). Membrane mukosa kering, pucat. Turgor kulit : buruk, kering, tampak kisut/hilang elastisitas (DB). Stomatitis dan glositis (status defisiensi). Bibir : selitis, misalnya inflamasi bibir dengan sudut mulut pecah. (DB).
Gejala : penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani rendah/masukan produk sereal tinggi (DB). Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada faring). Mual/muntah, dyspepsia, anoreksia. Adanya penurunan berat badan. Tidak pernah puas mengunyah atau peka terhadap es, kotoran, tepung jagung, cat, tanah liat, dan sebagainya (DB).
Tanda : lidah tampak merah daging/halus (AP; defisiensi asam folat dan vitamin B12). Membrane mukosa kering, pucat. Turgor kulit : buruk, kering, tampak kisut/hilang elastisitas (DB). Stomatitis dan glositis (status defisiensi). Bibir : selitis, misalnya inflamasi bibir dengan sudut mulut pecah. (DB).
6. Neurosensori
Gejala : sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidak mampuan berkonsentrasi. Insomnia, penurunan penglihatan, dan bayangan pada mata. Kelemahan, keseimbangan buruk, kaki goyah ; parestesia tangan/kaki (AP) ; klaudikasi. Sensasi manjadi dingin.
Gejala : sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidak mampuan berkonsentrasi. Insomnia, penurunan penglihatan, dan bayangan pada mata. Kelemahan, keseimbangan buruk, kaki goyah ; parestesia tangan/kaki (AP) ; klaudikasi. Sensasi manjadi dingin.
Tanda : peka rangsang,
gelisah, depresi cenderung tidur, apatis. Mental : tak mampu berespons, lambat
dan dangkal. Oftalmik : hemoragis retina (aplastik, AP). Epitaksis : perdarahan
dari lubang-lubang (aplastik). Gangguan koordinasi, ataksia, penurunan rasa
getar, dan posisi, tanda Romberg positif, paralysis (AP).
7. Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen samara : sakit kepala (DB)
Gejala : nyeri abdomen samara : sakit kepala (DB)
8. Pernapasan
Gejala : riwayat TB, abses paru. Napas pendek pada istirahat dan aktivitas.
Tanda : takipnea, ortopnea, dan dispnea.
Gejala : riwayat TB, abses paru. Napas pendek pada istirahat dan aktivitas.
Tanda : takipnea, ortopnea, dan dispnea.
9. Keamanan
Gejala : riwayat pekerjaan terpajan terhadap bahan kimia,. Riwayat terpajan pada radiasi; baik terhadap pengobatan atau kecelekaan. Riwayat kanker, terapi kanker. Tidak toleran terhadap dingin dan panas. Transfusi darah sebelumnya. Gangguan penglihatan, penyembuhan luka buruk, sering infeksi.
Gejala : riwayat pekerjaan terpajan terhadap bahan kimia,. Riwayat terpajan pada radiasi; baik terhadap pengobatan atau kecelekaan. Riwayat kanker, terapi kanker. Tidak toleran terhadap dingin dan panas. Transfusi darah sebelumnya. Gangguan penglihatan, penyembuhan luka buruk, sering infeksi.
Tanda : demam rendah,
menggigil, berkeringat malam, limfadenopati umum. Ptekie dan ekimosis
(aplastik).
10. Seksualitas
Gejala : perubahan aliran menstruasi, misalnya menoragia atau amenore (DB). Hilang libido (pria dan wanita). Imppoten.
Gejala : perubahan aliran menstruasi, misalnya menoragia atau amenore (DB). Hilang libido (pria dan wanita). Imppoten.
Tanda : serviks dan
dinding vagina pucat.
B. DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1.
Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen
2.
Ketidakseimbangan
nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan untuk
mencerna makanan
3.
Resiko
infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh sekunder yang tidak adekuat (mis:
penurunan hemoglobin, eukopenia, supresi/penurunan respon inflamasi)
4.
Konstipasi
berhubungan dengan perubahan pada pola makan.
C. INTERVENSI
KEPERAWATAN
No
|
Diagnosa
Keperawatan
|
Tujuan/Kriteria
hasil
|
Intevensi
|
Rasional
|
|
1.
|
Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen.
|
Melaporkan peningkatan toleransi
aktivitas(termasuk aktivitas sehari-hari.
|
1. Kaji kemampuan
pasien untuk melakukan untuk melakukan tugas/AKS normal.
2. Kaji
kehilangan/gangguan keseimbangan gaya jalan, kelemahan otot.
3. Awasi tekanan
darah, nadi, pernapasan selama dan sesudah aktivitas.
4. Berikan lingkungan
tenang.
5. Ubah posisi
pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing.
6. Anjurkan
pasien untuk menghentikan aktivitas bila palpitasi.
|
1. Mempengaruhi
pilihan intervensi/bantuan
2. Menunjukkan
perubahan neurologi karena defesiensi vitamin B12 mempengaruhi keamanan
pasien/resiko cedera.
3. Manifestasi
kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen
adekuat ke jaringan.
4. Meningkatkan
istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan menurunkan regangan
jantung dan paru.
5. Hipotensi
postural atau hipoksia serebral dapat menyebabkan pusing, berdenyut dan
peningkatan resiko cedera.
6. Regangan/stres
kardiopulmonal berlebihan/stres dapat menimbulkan kegagalan.
|
|
2.
|
Ketidakseimbangan
nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan untuk
mencerna makanan.
|
Menunjukkan peningkatan berat badan atau berat
badan stabil dengan nilai laboratorium normal.
|
1. Kaji riwayat
nutrisi, termasuk makanan yang disukai.
2. Observasi dan
catat masukan makanan pasien.
3. Timbang berat
badan tiap hari.
4. Berikan makan
sedikit dan frekuensi sering dan/atau makan diantara waktu makan.
5. Observasi dan
catat kejadian mual/muntah, flatus dan gejala lain yang berhubungan.
6. Berikan dan
bantu hygiene mulut yang baik sebelum dan sesudah makan, gunakan sikat gigi
halus untuk penyikatan yang lembut. Berikan pencuci mulut yang diencerkan
bila mukosa oral luka.
7. Kolaborasi :
1.Berikan
obat sesuai indikasi, mis.Vitamin dan suplemen mineral, seperti
sianokobalamin (vitamin B12), asam folat (Flovite); asam askorbat (vitamin C),
2.Besi
dextran (IM/IV.)
|
1. Mengidentifikasi
defisiensi, menduga kemungkinan intervensi.
2. Mengawasi
masukan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan.
3. Mengawasi
penurunan berat badan atau efektivitas intervensi nutrisi.
4. Makan sedikit
dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan pemasukan juga mencegah distensi
gaster.
5. Gejala GI
dapat menunjukkan efek anemia (hipoksia) pada organ.
6. Meningkatkan
nafsu makan dan pemasukan oral, menurunkan pertumbuhan bakteri, meminimalkan kemungkinan
infeksi. Teknik perawatan mulut khusus mungkin diperlukan bila jaringan
rapuh/luka/perdarahan dan nyeri berat.
7. Kolaborasi :
1.
Kebutuhan penggantian tergantung pada tipe anemia dan/atau adanya masukan
oral yang buruk dan defisiensi yag diidentifikasi.
2. Diberikan
sampai defisit diperkirakan teratasi dan disimpan untuk yang tak dapat
diabsorpsi atau terapi besi oral, atau bila kehilangan darah terlalu cepat
untuk penggantian oral menjadi efektif.
|
|
3.
|
Resiko
infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh sekunder yang tidak adekuat (mis:
penurunan hemoglobin, eukopenia, supresi/penurunan respon inflamasi).
|
Mngidentifikasi perilaku untuk mencegah/menurunkan
resiko infeksi.
|
1. Tingkatkan
cuci tangan yang baik oleh oemberi perawatan dan pasien.
2. Pertahankan
teknik aseptic ketat pada prosedur/ perawatan luka.
3. Tingkatkan
masukan cairan adekuat.
4. Pantau suhu,
catat adanya menggigil dan takikardia dengan atau tanpa demam
5. Kolaborasi:
berikan antiseptic topical, antibiotic sistemik.
|
1. Mencegah
kontaminasi silang.
2. Menurunkan
resiko infeksi bakteri.
3. Membantu
dalam pengenceran secret pernafasan untuk mempermudah pengeluaran dan
mencegah statis cairan tubuh.
4. Adnya proses
inflamasi/infeksi membutuhkan evaluasi/pengobatan.
5. Mungkin
digunakan secara propilaktik untuk menurunkan kolonisasi atau untuk
pengobatan proses infeksi local.
|
|
4.
|
Konstipasi
berhubungan dengan perubahan pada pola makan.
|
Membuat/kembali pola normal dari fungsi usus.
|
1. Observasi
warna feses, konsistensi, frekuensi, dan jumlah.
2. Auskultas
bunyi usus
3. Awasi masukan
dan haluaran dengan perhatian khusus pada makanan/cairan.
4. Kaji kondisi
kulit perianal dengan sering.
5. Kolaborasi:
berikan obat anti diare, misalnya: difenoxsilat hidroklorida.
|
1. Membantu mengidentifikasi
penyebab/ factor pemberat dan intervensi yang tepat.
2. Bunyi usus
secara umum meningkat pada diare dan menurun pada konstipasi.
3. Dapat
mengidentifikasi dehidrasi, kehilangan berlebihan atau alat dalam
mengidentifikasi defisiensi diet.
4. Mencegah
ekskoriasi kulit dan kerusakan kulit.
5. Menurunkan
multilitas usus bila diare terjadi.
|
D. EVALUASI
1. Terjadi
penurunan tanda fisiologis intoleransi, mis, nadi, pernapasan, dan TD masih
dalamrentang normal pasien.
2. A.
Tidak ada tanda terjadinya malnutrisi.
B.
Klien menunjukan perilaku, perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan/atau
mempertahankan berat badan yang sesuai.
3. Perilaku
untuk mencegah/menurunkan risiko infeksi dapat diidentifikasi.
4.
Fungsi
usus mulai kembali normal.
DAFTAR
PUSTAKA
Morgan
Geri, dkk. 2009. Obstetri dan Ginekologi Pansuan Praktik. Jakarta: EGC.
Loowdermilk,dkk.2005.Buku Ajar
Keperawatan Maternitas.Jakarta:EGC.
Taber Ben-zion,M,D.1994.Kapita
Selekta Kedaruratan Obstet dan Ginekologi.Jakarta:EGC.
Prawirohardjo, Sarwono.2006.Acuan
Nasional Pelayanan Kesehatan Meternal dan Neonatal.Jakarta:Yayasan Bina
Pustaka.
Doenges, Marilynn E,dkk.2000.Rencana
Asuhan Keperawatan.Jakarta:EGC.
Nanda.2009.Diagnosa Keperawatan
2009-2011.Jakarta:EGC.
Manuaba, Ida Bagus Gde.2001.Kapita
Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB.Jakarta:EGC